webnovel

Miss You, Pacar Masa Kecilku

Bagaimana rasanya hidup di masa lalu ketika masa depan sudah di depan mata? Bagaimana rasanya meneguk duka ketika bahagia ada di pelupuk mata? Pada akhirnya cinta lah yang memenangkan semua pertempuran ini. Selama hati tidak pernah mati, maka kenangan itu tidak akan pernah hilang. Walaupun terkubur dan menjadi fosil sekalipun. I Miss You, dan bawa pergi aku dari sini

Flobamora_ · Teen
Not enough ratings
1 Chs

Mengenangmu

Sebuah sungai mengalirkan air bening yang deras. Gemericiknya di antara bebatuan kali, tempat anak-anak merebah di atasnya. Membuat sekujur tubuh mereka basah.

Riak air tidak kalah riang dengan suara tawa mereka, juga kicau burung di pepohonan tepiannya. Tiba-tiba..

"Kaliaaan.. Pulang! Pulang! Kecil-kecil main di kali! Kalau orang tua kalian tahu, habislah kalian.."

Salah seorang petani yang sedang lewat berteriak mengomeli mereka, empat orang anak sebaya berusia sekitar sepuluh tahun. Mereka lalu gelagapan bangkit dari tempat bermain mereka, batu-batu kali.

Salah seorang dari mereka dengan cepat berusaha mengambil baju-baju yang digantungkan di ranting pohon. Yang lain ada yang dengan sigap langsung memakai celana pendek kering. Anak lainnya sampai ada yang kehilangan sebelah sendalnya karena hanyut di sungai.

"Sendalku.."

"Sudahlah, tinggalkan saja!"

"Cepat! Cepat! Nenek sihir itu akan menangkap kita kalau enggak akan ngomel-ngomel lagi."

"Tunggu! Anuku terjepit resleting celana.. Aduh, bagaimana ini? Huhuhu.."

"Sini.. sini.."

"Pelan-pelan.."

"Nah, sudah. Ayo!"

Sementara di sudut sawah lainnya yang juga tempat bermain mereka. Adalah jajaran pohon tepi kebun dengan batang yang besar-besar. Barisan pohon itu berada di pinggir kebun singkong bagaikan pagar alami namun tidak rapat.

"Capung macan! Sstt.."

"Wah capung yang besar, warna loreng-loreng. Itu Capung tentara, tahu! Bukan capung macan. Cepat tangkap!"

"Sabar.. Berisik sekali"

Sementara, kedua anak yang lain,

"krrook.. krook.. krook.." suara seorang anak mengeruk-ngeruk permukaan batang pohon sehingga menjadi licin dan berwarna cerah.

"Kamu mau ngapain?"

"Lihatlah.."

"Ini adalah kita berdua," anak tersebut menggambar di permukaan batang pohon yang sudah dikeruk tadi.

"Waah.. Ini aku, ini kamu? Hihihi.."

"Iya, di tengahnya kita ada lope-lope."

Lalu datang anak kecil lainnya yang usianya lebih muda.

"Abaang.. dicari mamah! Abang pulang! Disuruh makan!" teriak anak kecil yang baru datang itu.

Sementara, di tempat lainnya.

"Dimana kamu sembunyikan sendalku?"

"Bukan aku! Nah, dia! Aku lihat dia yang menyembunyikan sendalmu di balik pot tanaman itu."

"Kamu jahat! Huhuhu.."

"Bukan aku! Dia bohong!"

"Enak saja! Apa kamu bilang? Aku berbohong? Bukannya tadi kamu yang menaruhnya di sana?"

"Tapi yang merencanakan ini kan kamu!"

***

Melihat semua kenangan itu, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun tersenyum-senyum tipis. Ia merasa beruntung bisa kembali mengunjungi tempat ini lagi.

Walaupun, tempat itu kini sudah berubah tidak sama seperti saat dulu dia dan teman-temannya bermain di situ. Sungai itu kini sudah surut dan menyisakan aliran air yang lebih sedikit. Kebun singkong itu kini sudah terdapat beberapa bangunan non permanen untuk peternakan. Pohon-pohon yang berdiri memagarinya hanya tinggal beberapa saja.

Untungnya, sebuah pohon tempat mereka menggambar di batangnya itu masih berdiri kokoh. Namun, tempat mereka bermain petak umpet dan sembunyi-sembunyikan barang sudah berubah menjadi gubuk pengumpulan barang-barang pertanian.

"Sudah lima belas tahun. Kalian di mana? Terutama kamu, Vincent. Aku sudah mencarimu tapi kabarmu tidak juga kudapatkan," ucap Novi sembari membelai lembut permukaan pohon dengan ukiran gambar anak-anak.

***

"Kau sudah mencarinya di banyak platform media sosial, tapi tidak ketemu-ketemu juga," ucap Nita yang sedang mengecat kuku Novi di sebuah salon kecil.

"Terlalu banyak nama Vincent. Aku sampai putus asa karena mengeceknya satu per satu," ucap Novi.

"Apa tidak ada petunjuk lain? Nama belakangnya?" ucap Nita.

"Aku lupa. Huhuhu.. Yang aku ingat hanya Vincent Bombom," jawab Novi.

"Jelas-jelas Bombom itu hanya sebutan saja. Mana ada nama resmi Bombom?" ucap Nita.

"Oh iya! Bagaimana kalau dia menulis nama di sosmed dengan nama-nama alay, atau pakai karakter-karakter huruf alay?" ucap Novi.

"Hemhhh.. pencarian yang panjang," ucap Nita yang menghela napas panjang. Ia melihat sahabatnya dengan pandangan yang mengiba.

"Novi.." panggil lembut Nita dengan tatapan yang menusuk.

"Apakah kamu tidak bisa mengiklaskannya saja?" ucap Nita dengan nada yang datar dan mimik wajah yang serius.

"Aku tidak bisa. Aku begitu ingin bertemu dengannya lagi. Perasaan ini tidak dapat aku tahan," jelas Novi dengan pandangan yang terpaku ke lantai.

"Kita sudah berteman sejak SMP, Nonop. Sampai sekarang, kamu selalu mencarinya. Sampai kamu tidak pernah bertahan dengan seorang cowok sekalipun," ucap Nita.

"Entahlah. Sosoknya selalu menghantuiku. Di setiap waktu seakan dia selalu hadir di dekatku. Saat aku lupa makan, dia hadir untuk menawariku menu-menu makanan kesukaanku," ucap Novi.

"Saat aku lelah belajar sebelum ujian, dia selalu datang menyemangatiku. Dan, saat aku dimarahi oleh atasanku, dia berdiri di belakang atasanku sambil menjulur-julurkan lidahnya lalu memonyongkan mulutnya," jelas Novi.

"Nonop.. Apa kamu mau aku kenalkan kepada teman cowokku lagi?" ucap Nita mengiba.

"Heeemh.. Lagi-lagi," ucap Novi menghela napas yang panjang hingga membuat bahunya naik-turun dengan kasar.

"Habisnya aku geram dengan keadaanmu, Nop. Bye the way, ini adalah layanan gratis terakhir bulan ini. Aku akan beberes, sebentar lagi waktunya tutup," ucap Nita mengalihkan pembicaraan.

"Yah, Nita.." rengek Novi dengan nada manja.

"Sudah.. sudah.. Pulanglah. Kalau tidak, bantu aku membersihkan ruangan ini?" ancam Nita.

"Baiklah, baiklah. Aku pulang," ucap Novi yang kemudian mencolek tumpukan daging di perut Nita.

"Eh! Dasar!" ucap Nita yang kemudian membalasnya dengan dorongan di kepala Novi.

***

"Apa yang membuatmu resign dari pekerjaan lamamu?"

"Perusahaan tempat saya bekerja dulu mengalami kebangkrutan, sehingga mereka mengurangi karyawan dengan jumlah yang sangat banyak."

"Berarti kamu di-PHK?"

"Emh.. Maaf Pak. Meskipun begitu saya ini memiliki potensi yang sangat kompetitif, Pak,"

"Oh. Cukup, cukup. Saya tidak meragukan kemampuanmu. Saya sudah baca CV kamu. Tapi, begini.. Emh.."

"Bagaimana Pak?"

"Tahukah kamu bidang yang akan kamu lamar ini? Kamu yakin melamar di sini?"

"Saya sangat yakin, Pak."

"Begini, bidang yang akan kamu tangani ini adalah wilayah kerja laki-laki," ucap lelaki gendut itu sambil sedikit berbisik.

"Saya tidak keberatan Pak. Bukankah kita sudah mengenal emansipasi?"

"Emh.. dengan berat hati.."

"Pak! Saya mohon Pak! Saya udah berusaha mencari pekerjaan ke sana ke mari, kontrakan saya juga sudah menunggak, Pak! Huhu.. Kalau kali ini saya tidak berhasil melamar, maka saya huhuhu.."

"Ow! Baiklah! Baiklah! Jangan menangis ya? Cup cup cup.."

"Jadi saya diterima Pak?"

"Iya, tentu! Eh? Aduh!"

"Syukurlah! Terima kasih, Pak!" ucap Novi kegirangan.

Sikap latah lelaki gendut itu menjadi titik tumpuan bagi Novi. Tidak hanya cantik, Novi juga sangat mahir mengkondisikan sikap dan mimik wajahnya sehingga dapat memeroleh empati orang lain.

***

"Baiklah, teman-teman. Perkenalkan, ini adalah karyawan baru yang mulai saat ini bekerja bersama kita. Novi, silahkan perkenalkan dirimu."

Lelaki gendut yang bernama Boby itu berdiri di sisi Novi. Sementara ketujuh karyawan lainnya memperhatikan mereka berdua di depan mereka. Kesemua karyawan termasuk recruiter mereka itu adalah laki-laki. Semua terpana memandangi Novi.

"Sudah lama sekali tidak ada srikandi yang menghuni ruangan ini. Akhirnya.." gumam salah seorang di antara mereka.

Usai memperkenalkan diri, Novi mendapatkan sambutan hangat dari teman-teman barunya itu. Mereka menyemangati Novi namun tetap menjaga jarak dengannya, bahkan tidak ada yang menyalami tangan Novi.

"Begini, untuk menghindari adanya tindakan pelecehan, karena kamu adalah satu-satunya wanita maka..." Boby menjelaskan sesuatu kepadanya di depan teman-temannya.

"Kita memberikan jarak, khusus ruanganmu ada di sebelah sana. Tidak diperkenankan ada kontak fisik, tidak diperkenankan kamu bergabung pada event-event bersama seperti makan siang bersama atau coffee break bersama. Tidak ada curhat-curhatan..." jelas Boby.

"Aaa.. dia mulai lagi," ucap salah seorang dari teman-temannya yang kemudian menunjukkan wajah malas lalu kembali ke meja kubikalnya.

Ekspresi itu diikuti oleh teman-teman lainnya. Mereka sangat menyayangkan aturan tersebut, namun bagaimana pun juga itu adalah hal terbaik bagi mereka. Sehingga, bagaimanapun respon mereka sebenarnya mereka menyetujuinya dan menuruti aturan tersebut.

***

"Aku mohon kerja samanya kepada teman-teman semua," ucap Novi dengan penuh semangat.

"Tidak semua. Masih ada seorang lagi. Dia sedang berdinas di luar kota," ucap salah seorang yang meja kubikalnya ada di sisi meja Novi. Orang tersebut menunjuk ke meja kubikal yang ada di hadapan meja Novi.

Novi pun memandangi meja kubikal yang ada di hadapannya.

"Tentu saja. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik," gumam Novi kepada meja kosong itu.

****