3 3. Jenenge Cinta

Suara ketukan heels terdengar nyaring di koridor lantai delapan belas, tempat dimana ruangan rapat berada.

Heels berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulit putih pucat Shayna, CEO dari perusahaan properti milik Perusahaan Najendra.

Semua orang menunduk hormat padanya. Semua pekerja di sana menghormati dia, mengagumi kecantikan dan aura misteriusnya.

Di kantor, Shayna sangatlah berwibawa dan tegas. Berbeda jauh saat dia dengan keluarga Najendra dimana Shayna berubah menjadi gadis manis dan penurut. Tentu bukan tanpa alasan. Dia menjadi penurut karena rasa balas budi nya. Tanpa keluarga Najendra, mungkin Shayna sedang terombang-ambing di jalanan.

Saat kedua orang tuanya berpisah keluarga Shayna yang lain tidak ada satupun yang bersedia merawatnya. Mereka berpikir Shayna adalah anak haram dan anak pembawa sial. Statusnya itu membuat Om dan Tante nya enggan merawat dia.

Jadi, pada saat Shayna tau bahwa dirinya akan di rawat oleh keluarga Najendra, oleh Kakek Dome, pada detik itu juga Shayna bertekad akan menjadi gadis penurut untuk mereka. Semua yang keluarga Najendra minta, akan Shayna patuhi. Tidak terkecuali dengan pernikahannya bersama Sagara.

"Mbak Ayna?" Panggilan dari sekretarisnya menghentikan langkah Shayna.

Dia memutar tubuhnya dengan sangat anggun, melihat sekretarisnya yang bernama Abi.

"Iya Abi? Ada apa? Klien udah dateng dari tadi?" Shayna mendekati Abi.

"Klien belum dateng kok Mbak. Aku cuman kaget aja lihat Mbak Shayna beneran dateng. Aku kirain Mbak Shayna gak akan dateng. Padahal tadi aku udah nyiapin alesan." Jawab Abi, pria berusia dua puluh empat tahun yang baru satu tahun ini menjadi sekretaris Shayna.

Shayna tersenyum tipis. Mulutnya memang ramah. Tetapi, tidak dengan ekspresi wajahnya. Siapapun yang melihat Shayna, mereka mungkin akan mengira Shayna adalah atasan yang menyeramkan. Yang sangat kolot sampai sulit untuk meminta cuti.

Melihat Shayna hanya tersenyum, Abi kembali bertanya. "Mbak beneran nikah?" Tanya Abi ragu.

Bisa Abi lihat, mimik wajah Shayna berubah drastis. "Y-ya gitu deh. Tadi pagi udah sah."

Abi terlihat langsung kecewa. "Sama Sagara?" Abi bertanya lagi.

Shayna mengangguk, menggaruk tengkuknya gatal. "Mau sama siapa lagi coba? Sejak dulu 'kan Mbak punya dia. Mau jungkir balik salto juga pada akhirnya nikah sama dia." Jawab Shayna.

Dia terbilang gadis yang tertutup. Tetapi, tidak pada Abi. Entahlah, Shayna nyaman bercerita dengan sekretarisnya itu.

Di karirnya yang sedang setinggi ini, Shayna hampir tidak memiliki teman. Bukan tanpa alasan. Seseorang yang datang dan menawarkan pertemanan kebanyakan hanya karena status sosial Shayna. Bukan karena sungguh-sungguh ingin menjadi temannya.

Yang paling pahit, Shayna pernah berteman baik dengan seorang wartawan. Dia sangat mempercayai temannya itu. Tetapi, siapa sangka rupanya wartawan tersebut hanya memanfaatkan Shayna untuk mendapat berita? Sakit? Tentu saja.

Dan semenjak itu, Shayna jadi harus lebih selektif lagi dalam hal memilih teman.

"Selamat ya Mbak." Abi tampak sedikit enggan mengucapkannya. Siapapun tau bahwa pria itu tertarik pada Shayna. Lagipula, siapa yang tidak tertarik pada perempuan cantik dan mandiri seperti gadis itu?

Perempuan yang cerdas, berwawasan luas, karir yang jelas dan tinggi, serta gadis baik-baik dan polos.

"Terima kasih Abi. Ayo, kita buru-buru. Sebentar lagi klien pasti datang." Shayna menepuk pundak Abi, berjalan melewati Abi.

Yang ditinggalkan hanya berdiri dengan helaan nafas yang berat dan berwajah lesu. Bukan hanya di tinggalkan ke ruang meeting, tetapi juga di tinggal nikah. Miris sekali, bukan?

"Weslah pasrah. Jenenge cinta nek ra diterima yo ditinggal rabi." Keluhnya.

***

***

"Mbak pulang sendiri?" Selesai meeting, Shayna dan Abi langsung menuju tempat parkir untuk pulang.

Melihat Shayna masuk ke dalam mobil bagian pengemudi, Abi bertanya demikian.

Maksud dia, daripada Shayna menyetir sendiri di malam hari seperti ini, lebih baik Abi mengantarnya pulang. Bahaya juga jika seorang wanita pulang seorang diri di jam sembilan malam.

Meeting tadi memang banyak yang dibahas. Saking banyaknya sampai lupa waktu.

"Iya, pulang sendiri. Kenapa Abi?" Sebelum masuk ke dalam mobil, Shayna menjawabnya.

Mendengar itu, Abi jadi berniat mengambil kesempatan. "Mau Abi setirin Mbak? Udah jam sembilan malam. Lagi banyak begal, takut Mbak kena." Katanya.

Shayna dengan sopan menolak. "Enggak perlu, Abi. Mbak pulang sendiri aja. Lagian Mbak juga sekarang pulangnya ke kota, bukan ke rumah Kakek Dome lagi. Deket dari sini." Katanya.

Shayna ini memang definisi gadis mandiri yang tidak membutuhkan laki-laki. Menyetir sendiri bisa, mencari uang sendiri jangan ditanya, cantik, dan tentunya memiliki tujuan hidup yang jelas. Siapapun tampaknya akan terpesona dengan wanita semandiri Shayna.

Abi kembali kecewa dengan penolakan Shayna. Tetapi, dia tidak mungkin menunjukkannya secara terang-terangan.

"Ya udah, hati-hati ya Mbak?"

Shayna melambaikan tangannya, masuk ke dalam mobil dan mulai berkendara.

Di pertengahan jalan, Shayna menyempatkan diri untuk menghubungi Sagara, suaminya. Dia ingat Sagara tadi menitip makanan.

Baru saja panggilannya terjawab, suara ocehan Sagara menyambutnya.

"Gue lagi rank, sialan! Gara-gara lo gue Afk!" Teriaknya kesal.

Shayna menaikkan sudut bibirnya, tidak percaya. Sagara menyalahkan dia hanya karena masalah game online? Seriously?! Jika usia Sagara masih belasan tahun, Shayna akan memakluminya. Tetapi, usia Sagara hampir tiga puluh tahun! Tidak normal jika emosi pria itu masih labil ini.

"Lo mau makan nggak?! Kalau enggak ya udah gue matiin aja telponnya biar lo bisa lanjut game sampai mampus." Shayna kehabisan rasa sabarnya. Belum ada satu hari dia menjadi istri Sagara, namun nyawa terasa sudah sampai di tenggorokan karena makan hati dan amarah.

Sama seperti Shayna yang membentak, Sagara juga bertindak demikian. "Ya mau lah! Gue 'kan tadi udah bilang nitip makan. Artinya gue mau makan. Lo gimana sih?! Katanya pinter, katanya berwawasan luas, cumlaude di Oxford. Tapi kok tentang analisis gini aja goblok?!"

Sungguh tidak bisa di diamkan. Shayna sampai harus menghentikan mobilnya di pinggir jalan hanya untuk berdebat dengan pria itu. "Sekarang ini gue mau tanya lo mau makan apa?! Nanti gue beliin A, lo mintanya C!" Kesal Shayna.

Sejak dulu sampai sekarang, mereka memanglah bermusuhan. Hanya saja, setiap di depan kakek, mereka mendadak akur.

"Ya Allah, perkara makanan aja lo tanya gini. Tinggal beliin apa kek, pasti gue makan. Gue orangnya gak pilih-pilih soal makanan. Lo aja kalau mau bisa gue makan." Balas Sagara tak kalah jengkel.

Shayna mengepalkan tangan, nyaris menghantam setir mobil. "Gue serius, Sagara!"

"Gue juga serius, Shayna!"

"Tau ah gue ngambek. Gue beliin lo tongseng sapi. Kalau lo gak mau gak usah makan!" Shayna merajuk.

Sagara mencebikkan bibirnya, tak suka. "Ngambekan banget lo jadi cewek, Ay!"

"Serah gue dong."

"Gue cipok luluh ngambek lo."

avataravatar
Next chapter