16 16. Syarat Dari Shayna

"Ay? Kawin yuk! Punya gue gatel nih Ay!" Entah sudah berapa kali Sagara mengatakan hal itu. Padahal, mereka bukannya sedang berada di penginapan. Mereka sedang mengudara, melihat pemandangan Sheep Mountain dari atas. Pemandangan yang sialnya sangat memanjakan mata.

"Ay!"

"Apaan sih?! Diem dulu deh, Mas! Jangan ribet. Gak tau apa gue lagi menikmati pemandangan." Ketus Shayna.

Sagara mengerucutkan bibirnya, merajuk. "Tapi janji dulu pulangnya kawin!" Seru dia frontal.

Untung saja di sekitarnya tak ada orang Indonesia. Jika ada, bisa mati mereka dikira mesum. "Lo kebelet banget apa gimana?"

"Udah bukan kebelet lagi, Ay. Udah mentok ini mah. Ngidam dari lama." Jawabnya sembari mengusap miliknya sendiri.

Mata Shayna secara tidak sadar melirik ke bawah. Melihat milik Sagara yang memang terlihat membesar.

Dan sialnya, Shayna tertangkap basah.

"Cie liatin punya gue… kenapa? Tertarik?"Goda Sagara sambil menaik-turunkan alisnya.

Plak!

"Apaan sih?!" Setan memukul lengan Sagara, kesal. Dia memilih untuk memalingkan wajah. Menatap pemandangan bawah yang masih tak bosan baginya. Berbeda dengan Sagara yang terlihat sudah bosan. Lagipula, selera liburan Sagara bukan seperti ini. Dia lebih suka sesuatu yang menantang.

"Bulan madu itu gunanya buat bikin bayi, Ay!" Sahutnya persis di telinga Shayna sampai membuat gadis cantik bersurai rose tersebut bergidik ngeri.

"Mas bisa diem gak?"

"Gak bisa. Gue bakal diem kalau lo mau ngasih gue jatah."

Shayna menoleh cepat, mendelik. "Gak mungkin 'kan gue ngasih lo jatah di sini? Kita bukan lagi di mobil atau di hotel loh. Kita di dalam helikopter!"

"Tapi janji dulu kalau nanti pas sampai di penginapan, lo bakal kasih gue jatah." Sagara meletakkan kepalanya di pundak Shayna, bersikap sok romantis. Dasar pria manis berhati busuk.

Tak ada pilihan lain, Shayna hanya bisa mengiyakan. Dia tau Sagara tak akan diam sampai Shayna menuruti permintaannya. Jadi, daripada refreshing dia terganggu, lebih baik Shayna mengiyakan saja.

Urusan dia akan memenuhi janjinya atau tidak, akan Shayna pikirkan belakangan.

"Iya."

Sagara tersenyum bungah. "Serius, Ay?"

"Hm."

"Janji dulu." Dia mengangkat jari kelingkingnya.

Shayna berdecak, namun tetap mengaitkan kelingkingnya ke jari Sagara. "Pakai janji kelingking ada apa, jelas-jelas gue bukan anak kecil."

"Manusia itu semakin dewasa semakin gak bisa dipercaya. Jadi, janji kelingking gini tuh harusnya buat orang gede, bukannya buat anak-anak." Ujar Sagara.

"Terserah lo aja deh Mas."

***

***

Hari mulai petang. Aurora di atas sana terlihat begitu menawan. Sampai-sampai, Shayna memilih untuk tetap di teras penginapan alih-alih masuk dan bergelung dengan selimut. Cuaca dingin kali ini tak tertahankan. Dinginnya seolah mampu meremukkan tulang. Suhu sudah berada di bawah nol tentunya sampai bisa membuat Sheep Mountain di selimuti salju hampir sepenuhnya.

"Ay? Sholat yuk!" Sagara dari dalam keluar menghampiri istrinya. Dengan sarung yang dia kenakan dan atasan berupa kaos berwarna hitam polos. Sagara tampak sangat menawan. Ditambah rambut dan wajahnya basah karena air wudhu.

"Lo habis wudhu?" Shayna bangkit dari kursi, menyimpan ponselnya. Dia tadi baru saja memotret pemandangan dan mengirim hasilnya pada sang kakek.

"Yap. Tinggal lo. Ayo! Gue imamin kayak biasanya." Sagara mode waras memang meluluhkan hati. Tetapi, Sagara mode gila bisa membuat hati tercabik-cabik.

Shayna masuk ke kamar mandi, segera berwudhu.

Setelah selesai berwudhu, Shayna segera mengenakan mukena dan menggelar sajadah. Sedangkan Sagara sudah siap di tempatnya. Pria berusia matang itu mengumandangkan iqomah dan memulai sholat diikuti Shayna sebagai makmum.

Beberapa menit setelahnya, mereka telah sampai pada tahap salam. Setelah menoleh ke kanan dan kiri, Shayna segera mencium tangan suaminya. Sedangkan Sagara dengan manisnya mencium kening Shayna. Yang mana ini kali pertama pria itu melakukannya. Sampai-sampai Shayna kaget dan tidak percaya.

"Doa, Ay!" Sagara menyadarkan istrinya.

Shayna mengangkat tangan, segera berdoa. Doa yang begitu manis dan indah dia panjatkan dengan harapan bisa terkabul. Meski jika tidak terkabul sekalipun Shayna akan tetap bahagia karena dia tau jalan Allah lebih indah daripada jalan yang dia inginkan.

"Udah doa nya?" Sagara tiba-tiba sudah berbalik menghadapnya. Dan tanpa aba-aba sedikitpun, pria itu berbaring dengan paha Shayna sebagai bantal.

Ya, kepalanya ada di paha Shayna. Yang mana wajahnya menghadap persis ke wajah Shayna.

"Tumben gini. Kesambet apa lo?" Shayna memicing curiga.

Yang dicurigai justru cengengesan kesetanan. "Mau jatah Ay…" rengeknya manja.

Shayna tak ada jalan untuk kabur bukan? Karena mereka sedang terdampar di pegunungan yang indah. Di tambah dengan badai salju di luar sana.

"Tapi gue minta syarat sama lo."

"Syarat apa? Bilang aja. Bakal gue turutin." Sagara terlihat begitu bersemangat.

"Keluar di luar ya? Gue belum siap punya anak. Setidaknya sampai lo mau ambil alih perusahaan. Soalnya gue gak bisa menelantarkan perusahaan ataupun anak gue nanti. Gue juga gak bisa di suruh pilih salah satu." Katanya mengungkapkan isi hati.

Sagara berpikir sejenak, memberi solusi lain. "Kalau misalkan lo minum pil aja gimana?"

"Gue udah riset, katanya pil kalau dikonsumsi keseringan bahaya."

"KB?"

"Bikin gendut." Ujarnya.

Dengan sangat terpaksa, Sagara menerima syarat Shayna. "Oke, keluar di luar."

avataravatar
Next chapter