14 14. Istri Dianggap Pembantu

Dor!

Sebuah peluru melesak, memecahkan kepala seorang pria yang berusia matang yang baru saja memohon ampunan selama lima belas menit lamanya.

Jasad pria tersebut tergeletak lemas di dalam sebuah rumah yang terletak jauh dari perkotaan. Dan di depan jasad tersebut, berdiri seorang laki-laki tampan dengan pistol di tangannya. Pistol yang merupakan barang bukti atas pembunuhan kali ini.

"Ini ke lima belas kalinya gue membunuh seseorang karena gagal menembus Najendra Estate. Butuh berapa orang lagi yang harus mati sia-sia?" Sinis si pembunuh.

Di sampingnya, berdiri pria yang seusia sengan si pembunuh. Dia tidak ketakutan atau syok karena sudah terbiasa melihat pemandangan semenyeramkan ini. Bahkan baginya pemandangan kali ini tidak ada apa-apanya dibanding kemarahan tuannya.

"Gue bakal cari yang lain." Kata pria tersebut.

Si pembunuh menyambar pemantik rokok, menyalakan batang nikotin dan menghisapnya. "Gue mau secepatnya. Maksimal tiga hari."

"Tiga hari? Gak bakal bisa, Alther! Lo gila ya?!"

Sagara, identitas si pembunuh. Seseorang yang baru saja melayangkan satu nyawa hanya karena membenci kegagalan.

Sagara yang Shayna kenal adalah pria yang tidak bisa apa-apa. Tetapi, di balik itu semua, Sagara adalah sosok mengerikan yang tidak kenal ampun. Apabila gagal menjalankan perintah, maka bersiaplah untuk mati.

Dan selain tidak menyukai kegagalan, Sagara juga membenci bantahan. "Tiga hari atau lo juga ikut mati, Angga." Ancamnya.

Angga, si kapten basket yang sejak dulu memanggil Sagara dengan sebutan Alther. Dia bukan lagi menjadi sahabat Sagara. Dia berdiri di sini sebagai tangan kanan Sagara.

Sebagai seseorang yang Sagara andalkan. "Fine! Gue bakal cari orang dalam tiga hari." Katanya, menyerah.

Bertepatan dengan itu, sebuah dering telfon masuk ke ponsel Sagara. Pria itu melihat nama sang istri di layar ponselnya. Dia menjawabnya tanpa menunggu lama. "Hola, Ay? Kenapa?"

"Gue lagi… Ehm, di rumah temen Ay. Lagi nge game. Kenapa?"

"…"

"Iya dong! Jemput gue. Nanti gue kirim lokasi rumahnya." Setelah mengatakan itu, Sagara menutup sambungan telfonnya. Dia meletakkan ponselnya di atas meja, tersenyum miring.

"Dasar lemah."

***

***

Hari demi hari berlalu. Tak terasa, tiba sudah mereka di hari keberangkatan ke Alaska. Ya, mereka akan melangsungkan bulan madu.

Setelah berangkat menggunakan pesawat kelas bisnis selama kurang lebih dua puluh empat jam, akhirnya mereka mendarat di Sheep Mountain Lodge. Sebuah penginapan dengan desain seperti rumah kayu yang terletak di atas gunung.

Pemandangan di sini sangat mendukung untuk bulan madu. Ditambah dengan aurora di musim dingin yang terasa romantis. Pilihan Kakek Dome memang tidak mengecewakan.

"Mas, naruh bajunya jangan asal gitu dong! Digantung atau seenggaknya masukin ke keranjang kotor. Bukannya malah di lempar sembarangan!" Shayna menggerutu kesal. Dia menceramahi sang suami sembari memungut satu persatu pakaian Sagara yang sudah berceceran.

Sedangkan pria itu hanya menggunakan celana pendek berwarna hitam dan berbaring telungkup di atas ranjang.

Seolah tuli dengan ucapan Shayna, Sagara tetap saja fokus pada ponselnya yang sejak kemarin tidak dia buka karena berada di dalam pesawat.

Dan itu membuat Shayna murka.

"Mas! Denger gak sih?!" Teriak Shayna. Dia menarik ponsel Sagara secara paksa, membuat perhatian Sagara sepenuhnya ada pada Shayna.

"Lo apa-apaan sih?! Ambil hp orang seenaknya." Protes Sagara.

Shayna bersedekap dada, tidak peduli dengan protes suaminya. "Lo yang apa-apaan, Mas. Lo seenak jidat ngelempar baju sampaj berceceran di lantai. Gue capek beresin nya. Lo udah gede, harusnya udah tau gimana caranya bantu istri." Shayna murka.

Sudah batin tersiksa, ditambah rasa lelah dan sedikit jetlag setelah puluhan jam perjalanan membuat emosi Shayna tidak stabil.

Dan Sagara yang sama lelahnya berakhir dengan marah juga. "Gunanya istri buat apa hah?!"

"What?!" Shayna tercekat, kaget. "Gunanya istri?! Maksud lo istri tuh wajib beres-beres, masakin lo, bahkan momong lo gitu?! Gue istri lo, bukan pembantu. Sadar itu. Dan juga, gue udah capek-capek cari duit buat menopang kebutuhan lo. Dan gue cuman minta lo ngertiin gue dikit aja. Cukup gak berulah. Cukup jadi cowok yang rapi dan gak ngerepotin gue apa susahnya sih?!"

Sagara yang tak mau kalah membalas lebih keras dari Shayna. "Heh, istri gue! Gini ya, lo harusnya bersyukur dong. Gue gak pernah maksa lo buat tidur sama gue. Jadi, kalau gak bisa muasin suami, seenggaknya lo bisa nyenengin gue dan jadi babu gue—"

Plak!

Dada Shayna naik turun tidak menentu. Matanya memerah, menahan amarah. Sedangkan tangannya yang begitu ringan sudah menampar Sagara dengan kencangnya.

"Gue bukan babu lo." Hanya beberapa kata, namun berhasil membuat Sagara terdiam.

avataravatar
Next chapter