1 Part 1

     "Mulai!" seru seorang ayahnya kepadanya.

     "Ya!" jawab gadis berparas cantik itu.

`

     Rambut panjangnya diikat dengan pita berwarna hitam. Seakan ingin disamakan dengan sabuknya yang sudah berwarna hitam. Dobok (seragam tae kwon do) yang dipakainya terlihat cocok dengannya. Disempatkannya untuk mengencangkan kembali sabuk hitamnya. Setelah itu menatap sang Ayah yang sudah siap untuk menahan setiap pukulan yang ia berikan.

`

     "Oen! (kiri), oreon! (kanan)" teriak ayahnya dengan keras.

     "Aak! Aak! Aak....!" dengan semangat gadis itu mengikuti instruksi sang Ayah. Melayangkan pukulannya kekiri dan kekanan.

     "Chi Jireugi! (Pukulan Dari Bawah Keatas)"

     "Aak!"

     "Dolryeo Jireugi ! (Pukulan Mengait)"

     "Aak!"

     "Momtong Jireugi! (Pukulan Mengarah ke Tengah)" 

      "Are Jireugi! (Pukulan ke Bawah)"

      "Eolgol Jirugi! (Pukulan ke Atas)"

      "Oreon Jireugi! (Pukulan Dengan Tangan Kanan Yang Dilakukan Sambil Menendang)"

     "Aak...!"

     "Kalryeo! (stop)" ucapnya menghentikan gerakan sang putri. Semenit kemudian ia kembali memberikan perintah. "keysok! (lanjutkan)"

     "Ya!"

`

`

`

     Sinar bintang yang berkelip selalu menjadi tontonan yang menarik. Cahayanya menyelip dari sela-sela kegelapan. Selalu menyentuh hati siapa pun yang menyaksikannya. Berkatnya juga seorang gadis merasa hidupnya begitu sempurna. Walau kedua orangtuanya tidak memberikannya seorang kakak ataupun adik, itu tidak membuatnya kesepian. Banyaknya bintang dilangit selalu berhasil menyingkirkan rasa sepinya.

`

     Seperti yang sedang ia lakukan saat ini. Menyendiri di atas atap rumahnya. Berbaring diatas lesehan yang terbuat dari kayu. Menatap langit yang sedang mempertontonkan keindahannya. Lantas tanpa paksaan senyuman pun terlihat, kebahagiaannya semakin terasa sempurna.

     "Yoona-a.. Sedang apa kau disini?" ibunya datang menghampirinya dengan membawakan segelas susu hangat dan beberapa makanan ringan lainnya.

     "Aku hanya sedang bersantai.. "

     "Bangunlah, eomma bawakan susu untukmu. Kau pasti kelelahan setelah berlatih dengan appa." Yoona segera membenarkan posisinya dan dengan semangat menghabiskan susu buatan ibunya. 

     "Apa kau tahu? Walau kau merasa bahagia disaat melihat bintang, bukan berarti kebahagiaanmu hanya sampai disitu saja. Kau harus berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan lainnya." ujarIbunya sembari mengelus rambut anak satu-satunya itu. Kenapa ia mengatakan itu? Karena putri satu-satunya itu beranggapan bahwa ia hanya perlu melihat bintang untuk merasa bahagia. Tentu itu pemikiran yang salah.

     "Iya.."

     "Sebaiknya kau tidur, besok kau harus ke sekolah."

     "Kenapa aku harus sekolah? Aku sudah cukup pintar."

     "Aish kau ini, sudah tidur sana! Appa akan marah jika melihatmu duduk disini."

     "Hmm, baiklah." bersamaan dengan ibunya, mereka masuk kedalam rumah.

`

`

`

     Sepulangnya sekolah, tak banyak yang Yoona lakukan. Seperti saat ini, menemani ibunya berbelanja di supermarket yang berada tidak jauh dari rumahnya. Mengangkat keranjang yang sudah dipenuhi dengan berbagai macam barang belanjaan. Seakan mengetahui kekuatan yang dimiliki sang putri, ibunya sama sekali tidak mengkhawatirkan keadaannya.

     "Eomma, apa kau tidak lihat? Keranjang ini sudah sangat penuh." keluh Yoona kepada Ibunya. Tak menghiraukan perkataan putrinya, ibunya malah melempar beberapa bungkus ramen kedalam keranjang. Hal itu membuat Yoona semakin kesulitan.

     "Anggap ini sebagai latihan fisik dan juga kesabaran. Jika keranjang itu sudah penuh, ambil keranjang yang lain, dan ingat, ibu tidak mengijinkan kau menggunakan troli." lalu tersenyum geli melihat putrinya yang kerepotan menyusun barang belanjaan ibunya.

     "Fisikku sudah sangat kuat. Begitu juga dengan kesabaranku. Kau tidak perlu mengujiku lagi."

     "Kalau begitu tunjukkan pada eomma sehebat apa dirimu. Bawa kotak ini ke kasir, eomma menunggumu disana."

     "Eomma! Apa kau mau membunuhku? Keranjang ini sudah sangat menyusahkanku. Kau anggap aku ini apa? Apa kau lupa? Aku ini perempuan!" tentu ibunya tidak mendengar apa yang baru saja ia katakan. Ibunya sudah melenggang menuju kasir.

`

     Dengan penuh kesabaran Yoona mengangkat keranjang itu dengan kedua tangannya lalu mendorong kotak yang berisikan air mineral itu dengan kakinya. Tidak menghiraukan pandangan orang. Perasaan kesal yang ia rasakan membuatnya semakin bersemangat mendorong kotak itu. Saking kuatnya, tanpa sengaja kotak tersebut membentur kaki seseorang dan membuat orang tersebut kaget dan hendak memarahinya.

     "Jesong hamnida.." tuturnya lembut seraya membungkukkan tubuhnya.

`

     Ia hendak lanjut melangkah sebelum sosok itu menghentikan langkahnya. Seorang gadis bertubuh semampai, dengan gaun biru selutut ditambah rambut blondenya yang terurai bebas hingga menyentuh pinggang. Hal itu membuatnya terlihat berbeda dari pengunjung lainnya.

     "Oo? Eonni, annyeong!" sapa gadis blonde itu terlebih dahulu.

     "Annyeong." sahutnya seadanya. Yoona tampak tak tertarik dan lanjut mendorong kotak itu. Ia tidak mau mendengar kicauan ibunya yang pastinya sangat tidak baik untuk sistem pendengarannya.

     "Eonni, kau tidak menghiraukanku? Lagi?" nada suara si blonde terdengar manja. Gadis yang terlihat labil itu--menurut Yoona--mengejarnya dan hendak membantunya membawa barang belanjaannya. "eonni, jika kau mengijinkan, aku bisa membantumu."

     "Jangan menghalangi jalanku, kkojo." dan terus mendorong kotaknya dengan raut wajah tak bersemangat.

`

     Yoona masih serius dengan barang bawaannya yang begitu menyiksa. Dilihatnya lambaian tangan ibunya dari arah kasir. Wajah ibunya sudah terlihat kesal dikarenakan menunggu barang belanjaannya yang tidak kunjung tiba. Tetapi paling tidak wanita tua itu puas karena berhasil mengerjai putri satu-satunya itu.

     "Aku harap ini terakhir kalinya kau mengajakku kesini." sembari meletakkan keranjang ke atas meja kasir. Tanpa berpikir ia juga mengangkat kotak itu ke atas meja sehingga membuat karyawan yang ada dihadapannya terkesima melihat ketangguhannya.

`

     Tidak ingin berlamaan didalam antrian yang hampir keseluruhannya adalah ibu-ibu, Yoona langsung meninggalkan ibunya dan memilih menunggu di samping pintu masuk. Tidak lama dari itu ibunya terlihat keluar dari pintu supermarket dengan menenteng beberapa plastik berukuran besar dan tentunya dipenuhi dengan barang belanjaannya. Melihat itu wajah Yoona kembali murung. Walau begitu hatinya tetap tidak tega membiarkan ibunya membawa semua barang itu seorang diri, dengan langkah cepat ia menghampiri ibunya lalu mengambil semua barang belanjaan dari tangan ibunya.

     "Anak yang baik." baru saja ibunya hendak mengelus kepalanya, Yoona sudah lebih dulu melesat cepat menjauhi ibunya.

`

`

`

     Yoona memang seperti itu. Gadis berwatak dingin dan berbicara seperlunya. Tidak menyukai keramaian. Jika merasa bosan satu-satunya orang yang akan ia ajak mengobrol tidak lain yaitu ayahnya. Bukan tidak memiliki teman, bahkan sangat banyak yang ingin berteman dengannya. Namun paras Yoona terlihat enggan dan selalu menjauhi siapa saja yang berniat mendekatinya.

`

     Ia lebih memilih berdiam diri di atap rumahnya. Menunggu malam tiba dan menyaksikan keindahan gemerlap bintang yang menyelip dari sisi kegelapan. Gadis berumur 17 tahun itu selalu terlihat berantakan. Rambut panjangnya selalu diikat sembarangan. Dibiarkannya beberapa rambut terlepas dari ikatannya. Merasa tidak punya waktu untuk merapikannya. Entah apa yang ia sibukkan, yang terlihat hanya lamunannya yang mengisi setiap waktu kosongnya.

`

     Melewati setiap gang bersama ibunya, dengan beberapa plastik berisikan barang belanjaan ibunya. Walau lumayan menyusahkannya, tidak membuatnya mengutuk hal itu. Mungkin dikarenakan keindahan tempat tinggalnya yang selalu berhasil menghilangkan segala penad.

`

     Gamcheon, kampung kumuh yang kini seakan disulap menjadi tumpukan permen. Masing-masing gang memiliki kejutan. Kampung yang berada di kota pelabuhan Busan ini menjadi target para turis. Keindahan lukisan yang menghiasi setiap sudut bangunannya berhasil membuat kampung kumuh ini terlihat artistik. Semua itu juga berkat bantuan para seniman yang menambahkan sentuhan yang lebih berwarna. Banyak penduduk yang mengosongkan rumah mereka, tetapi tidak dengannya.

     "Yoona-a, eomma mau kesana dulu. Kau pulanglah." ibunya sudah berlalu pergi meninggalkannya. Masih tampak murung, Yoona lanjut melangkah menuju rumahnya.

     "Eonni!" teriak seseorang dari belakangnya. Seakan mengetahui dari mana asal suara itu, Yoona terus melangkahkan kakinya bahkan lebih cepat dari sebelumnya. 

     "Eonni! Yak eonni, tunggu aku!" Yoona tidak berkeinginan untuk bertemu dengan gadis itu lagi. Namun dikarenakan semangat gadis yang mengejarnya itu, Yoona memilih menghentikan langkahnya dan berbaik hati untuk meladeni gadis labil menyedihkan itu. 

     "Eonni, kau sengaja membuatku berlari? Huh, aku lelah sekali." kata gadis labil itu sambil menyodorkan sebuah coklat kepadanya.

     "Aku tidak butuh itu." Yoona membalikkan tubuhnya hendak kembali melangkah.

     "Eonni, jangan begini!" dengan cepat si blonde memasukan coklat tersebut kedalam plastik belanjaan Yoona. 

     "Setelah kau menyelamatkan nyawaku beberapa hari yang lalu, aku sungguh bingung memikirkan bagaimana cara membalas jasamu. Hanya ini yang bisa kulakukan, maka itu terimalah!" celotehnya, kesulitan memasukan coklat tersebut karena plastic Yoona sudah terlalu penuh. 

     "Kenapa belanjaanmu banyak sekali!" diambilnya kembali coklat tersebut lalu menyelipkannya ke saku celana Yoona. "eonni, saranghae." serunya dengan kedipan matanya. Sadar bahwa Yoona sudah sangat muak, ia segera berlari pergi dari sana.

     "Menyelamatkan nyawanya? Sepertinya aku hanya membantunya mengambil boneka busuk itu dari atas pohon. Huh, ia selalu berhasil mengusik ketenanganku." batin Yoona sambil mengutuk kesal. Banyak sekali yang mencoba mencari perhatiannya, tapi yang paling membuatnya kesal yaitu cara Krystal--si gadis labil--yang selalu mengusiknya dan tidak pernah berhenti mengusiknya jika ia tidak menerima coklat pemberian gadis itu.

`

`

`

     Senja akan tiba beberapa jam lagi, saatnya ia berlatih bersama Ayahnya. Walau ia sudah menggunakan sabuk hitam, ia belum merasa cukup puas akan hal itu. Karena itu ia meminta Ayahnya untuk tetap melatihnya agar ilmu bela dirinya semakin baik.

     "Ap Chagi! (Tendangan depan ke arah perut menggunakan kaki depan)" instruksi Ayahnya.

     "Aak!" serunya dengan semangat.

     "Dollyo Chagi (Tendangan dari arah samping)"

     "Aak!"

     "Dwi Chagi (Tendangan belakang ), 

      Twieo Ap Chagi (Tendangan depan yang dilakukan sambil melompat)."

     "Aak!"

     "Keuman! (selesai)." memberikan sebotol air mineral kepada putrinya.  apa kau lelah? " tanyanya sembari memukul lembut pundak putrinya.

     "Tidak."

     "Malam ini appa akan mengunjungi rumah teman. Kau jangan pergi kemana-mana, jaga ibumu, apa kau dengar itu?"

     "Baiklah."

     "Yasudah, masuk sana. Mandi lalu belajar. "

     "Iya.." hanya perkataan ayahnya yang tidak bisa ia bantah.

`

`

`

     Seperti biasa, malam selalu menjadi hal yang sangat ditunggu-tunggu olehnya. Setelah selesai membersihkan tubuhnya, belum juga mengeringkan rambutnya yang masih basah, Yoona sudah berlari ke halaman rumahnya (Posisi rumahnya berada di lantai dua) dan segera mengarahkan pandangannya ke langit,

`

     Berharap dapat menyaksikan keindahaan bintang. Namun yang terlihat hanya gumpalan awan hitam dan beberapa kilatan cahaya yang menyeramkan. Yoona menjadi murung, langkah gontainya membawanya kembali masuk kedalam rumah. Didalam kamarnya, ia membuka kembali tas sekolahnya. Tidak bermaksud untuk belajar, hanya ingin mengambil sesuatu. Diamatinya sebungkus coklat yang ada ditangannya. Itu adalah coklat yang Krystal berikan padanya sewaktu di sekolah. 

`

     Kenapa dia selalu menggangguku? Disekolah dia sudah memberikanku coklat, begitu juga dengan tadi. Apa yang dia inginkan dariku? Ini sungguh aneh. batinnya.

     "Kenapa? Apa yang membuat kau melamun seperti itu?" ibunya datang menghampirinya.

     "Tidak. Ini untuk eomma." ia berikan coklat itu kepada ibunya.

     "Kenapa kau selalu mendapatkan coklat? Apa ini dari gadis cantik itu?" tanya ibunya dan dibalas anggukan darinya. "gadis itu sungguh baik, kenapa kau tidak mau berteman dengannya? Eomma rasa ia hanya ingin lebih dekat denganmu."

     "Aku tidak butuh teman. Ambil juga disaku celanaku, tadi dia menyelipkan disana." lalu berbaring di kasur.

     "Kau ini, setidaknya kau memiliki seorang teman."

     "Aku tidak butuh teman. Aku tidak butuh siapa-siapa." menutup matanya berharap sang ibu berhenti melontarkan pertanyaan kepadanya.

     "Kau benar-benar keras kepala. Jika kau tidak membutuhkan siapa-siapa, apa gunanya eomma dan appa untukmu? Omo! Apakah diluar hujan?" baru ibunya sadari suara gemuruh dari luar rumahnya, dan Yoona hanya mengangguk. 

     "Kenapa kau tidak bilang! Appa tidak membawa payung, cepat sana susul dia! Eomma rasa appa belum begitu jauh. Setelah itu cepatlah kembali, eomma takut sendirian ketika hujan seperti ini."

     "Eomma, kau selalu mengganggu ketenanganku." hanya bisa mendengus pasrah dan terpaksa menjalankan perintah ibunya.

`

`

`

     Dibawah derasnya hujan ia melangkah cepat guna menyusul ayahnya. Syukur ibunya mengatakan alamat rumah teman ayahnya. Mungkin saat ini appa sedang berteduh. Begitulah yang ia pikirkan. Memang terdengar memaksa, namun disamping itu dirinya juga tidak bisa berdiam diri jika membayangkan keadaan ayahnya disaat hujan deras seperti ini.

`

     Tangan kanannya memegang payung dengan erat. Angin lumayan kencang hingga membuatnya sulit mempertahankan posisi payungnya, dan tangan kirinya memegang payung yang akan ia berikan kepada ayahnya. Dibawah lampu yang tidak berhasil menerangi perjalanannya, tiba-tiba saja langkahnya terhenti.

`

     Disudut pandangannya, didepan sebuah pabrik. Terlihat beberapa pria berbadan kekar tengah keluar dari sebuah mobil lalu melangkah masuk kedalam pabrik. Di halaman pabrik itu, terlihat sekumpulan dari mereka sedang tertawa keras, menertawai seorang pria tua yang sedang berlutut dihadapan mereka.

`

     Yoona mencoba mengamati tontonan itu. Astaga! Pria yang sedang berlutut itu adalah ayahnya! Terlintas berbagai pertanyaan dibenaknya. Apa yang ayahnya lakukan disana? Kenapa ayahnya berlutut? Kenapa mereka menertawainya? Rasa penasarannya semakin memuncak ketika dilihatnya sebuah pukulan melayang ke wajah sayu ayahnya. Kontras membuatnya emosi dan tanpa ia sadari kakinya sudah melangkah cepat mendekati mereka.

`

     Pukulan demi pukulan terus dilayangkan kepada ayahnya. Yoona semakin sulit menahan amarahnya dan semakin mempercepat langkahnya. Payung tak lagi berada digenggamannya, yang terlihat hanya kepalan kedua tangannya.

     "Apa yang sedang kalian lakukan!" bentaknya dan berhasil menghentikan pemukulan selanjutnya. Dilihatnya wajah sayu itu, terlihat darah di sudut bibir ayahnya. Tidak hanya itu, pipi ayahnya juga sudah tampak merah lebam.

     "Yoona! Kenapa kau kesini! Pergilah!" teriak ayahnya yang baru menyadari kehadiran putrinya disana. Tentu kali ini Yoona tidak akan mendengarkan perkataan ayahnya.

     "Apa dia putrimu? Wah, putrimu cantik juga." kata pria berjas hitam.

`

     Pria itu terlihat seumuran dengan ayahnya, yang berbeda hanya tubuh mereka. Ayah Yoona masih sangat tegap sedangkan pria itu sudah memiliki banyak tabungan diperutnya.

     "Gadis manis, kenapa kau kesini? Apa kau mau menolong ayahmu? Bagaimana ini, apapun yang kau lakukan, tidak akan bisa mengubah nasibnya. Siapapun yang ingin berhenti bekerja denganku, mereka harus merelakan nyawanya." kata-katanya terdengar samar ditelinga Yoona, mungkin dikarenakan hujan yang semakin menderas. Yoona hendak melangkah mendekati ayahnya, namun dua orang pria menghalanginya.

     "Menyingkir dari hadapanku." ucapnya dingin tanpa takut.

     "Wah.. Putrimu sungguh berani, apa dia sekuatmu?" kata pria berjas hitam itu yang tengah mendekati Yoona.

     "Kumohon, jangan sentuh putriku! Biarkan dia pergi!" teriak ayahnya dengan nada penuh permohonan. Entah mengapa, mendengar perkataan ayahnya membuat memahami sesuatu. Tentunya berhubungan dengan situasi saat itu.

     "Gadis manis, apa kau tidak dengar? Ayahmu menyuruhmu pergi dari sini, jadi pegilah. Sebelum aku tidak mengizinkannya." senyumnya begitu menakutkan, tak pantas dipandang mata.

     "Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau melepaskan ayahku!"

     "Hmm.. Sepertinya ini akan sedikit merepotkanku." tak sempat mengelak, dua orang pria kekar itu telah menahan tubuh Yoona dan hendak mengikatnya disebuah kursi. Namun, hal tak terduga terjadi.

`

     Seperti kilat cengkraman pria itu terlepas dari tubuh Yoona. Dengan gerakan cepat Yoona balik mencengkram tangan mereka lalu memutar tangan mereka hingga membuat mereka berteriak kesakitan. Disela itu, ia melakukan tendangan ganda dengan sedikit lompatan. Tubuh kedua pria kekar itu tersungkur ke tanah. Yoona yang juga terduduk diatas tanah sudah kembali berdiri dengan mudahnya. Dengan amarah yang menggebu-gebu, ia tatap mereka satu persatu. Satu hal yang Yoona sadari, jumlah mereka tidak terlalu banyak. Raut wajahnya tetap datar, tapi dapat terlihat kemarahan yang membengkak dari balik matanya. Merasa dipermalukan, pria kekar lainnya mencoba mendekatinya.

`

     Beberapa pukulan melayang ketubuhnya tapi berhasil ia hindari. Sungguh, ekspresi mereka kini kian sangar. Pria lainnya mulai bertindak serius, berpikir bahwa Yoona tidak bisa diremehkan. Balok berukuran besar telah digenggam erat oleh ketiga pria lainnya. Berkali-kali sang ayah memperingatinya, Yoona tetap tidak menghiraukan peringatan itu malah semakin bersemangat dalam memulai pertarungan itu.

     "Aak!" teriaknya seraya berlari mendekati mereka. 

`

     Dengan lihai menghindari balok yang melayang kearahnya, lalu melompat dan kembali melakukan tendangan ganda. Kedua pria itu hanya bergeser dari posisi mereka, sedangkan dirinya terjatuh kelantai. Melihatnya terjatuh membuat mereka menertawainya.

     "Hahaha.. Kau terlalu lemah untuk kami, karena itu ikuti perintah ayahmu, pergilah." 

`

     Pria itu hendak meninggalkannya, namun tak terpikirkan oleh mereka, Yoona sudah menggenggam balok yang tadinya meleset darinya. Ia genggam balok tersebut, saking geramnya, balok yang ada ditangannya hingga bergetar. Dengan lincah Yoona berlari mendekati mereka, mereka yang tidak tahu menahu atas serangan itu pun terjatuh.

`

     Belum puas, kini Yoona sudah siap dengan dua balok di tangannya. Tatapan matanya tajam sembari melayangkan setiap pukulan dengan semaksimal mungkin. Melayangkan balok tersebut tepat kerahang, lalu kakinya sudah bergerak cepat menendang keras pria yang hendak memukulnya dari belakang.

`

     Tidak hanya itu, ia memutar tubuhnya dan mendaratkan kakinya ke tubuh pria lainnya. Tenaganya tidak main-main. Ia genggam kembali kedua balok tersebut. Tak perlu waktu lama, ia kembali memainkan balok tersebut hingga berhasil mengenai kepala mereka. Satu balok terlepas dari tangannya dikarenakan sebuah tendangan dari pria lainnya, hal itu membuat amarahnya semakin tak terkendali.

`

     Dibuangnya balok yang ada ditangannya. Ia kepalkan kedua tangannya. Pada saat itu terlintas semua yang telah ayahnya ajarkan kepadanya. Bagaikan sebuah pertandingan, ia kembali melanjutkan aksinya. Kakinya mendarat keras ke perut salah satu dari mereka, lalu ia melompat dan berputar sehingga menghasilkan tendangan ganda yang tepat mengenai dua target sasaran.

`

     Masih dikuasai akan amarah, ia mengait pria itu lalu memukul tepat mengenai ulu hati. Pria itu tersungkur lemah. Tidak ingin membuang waktu, ia terus melanjutkan serangannya. Saking cepatnya gerakan yang ia lakukan, semua pria yang ada disana tidak mampu menghindari setiap pukulan yang ia berikan. Masih begitu bersemangat, ia hendak melanjutkan serangannya, namun sebuah suara menghentikannya. Suara tembakan.

     "Appa!" ayahnya tersungkur di atas tanah. 

`

     Tubuh itu bergetar menahan sakitnya timah panas yang telah menembus jantungnya. Gumpalan darah keluar dari mulutnya, masih berusaha membuka matanya untuk melihat putrinya yang kini tengah memeluk erat tubuhnya. Air mata itu, pertama kalinya ia melihat putrinya menangis seperti itu. Yoona menangis histeris. Oh tidak! Tubuh itu tak lagi bergerak. Tak lagi menatapnya. Dan yang sangat memukulnya, ayahnya tak lagi bernafas.

     "Sudah aku katakan, percuma kau memukul semua anak buahku. Nasib ayahmu tetap berada di tanganku." ujar pria berjas hitam itu yang tengah meletakkan pistolnya di atas meja lalu melangkah mendekatinya. Memandangi wajahnya sambil tersenyum melecehkan. Yoona bangkit dan balik menatapnya tajam. Sungguh, ekspresi Yoona kini bagaikan vampir yang sudah kelaparan ratusan tahun.

     "Apa kau tahu akibat dari perbuatanmu?" suara Yoona terdengar serak.

     "Wah, kau membuatku takut. Tapi sayangnya aku tidak pernah memikirkan akibatnya." masih dengan senyumannya yang semakin membuat Yoona tidak bisa menahan amarahnya.

     "Baiklah, akan kutunjukkan padamu akibatnya." Yoona melangkahkan kakinya mendekati pria itu, semakin dekat dengan pria itu, semakin membuat pria itu merasakan aura kebencian dari tatapannya. Pria itu tampak ketakutan dan mulai berjalan mundur guna mengindar dari Yoona.

`

     Ia merasa harus meraih pistolnya--satu-satunya penyelamatnya--karena dirinya tidak bisa berkelahi. Baru saja pria itu hendak meraih pistolnya, tangan Yoona sudah menarik tubuhnya sehingga membuat pria itu tersungkur kelantai. Sebelum ia sempat bangkit, kedua tangan Yoona sudah berada di kepalanya. Hanya satu gerakan yang ada dipikiran Yoona, dan itu pun terjadi. Ia memutar kepala pria itu dengan hentakkan kuat, dan sedetik kemudian pria itu pun tersungkur. Tak lagi bernafas, sama seperti ayahnya.

-

-

-

-

Continued..

-

-

-

-

Kalau tidak ada komentar, ya saya stop ceritanya.

avataravatar
Next chapter