webnovel

RED DRESS

Beberapa saat yang lalu.

Apa aku pinjam dahulu uangnya ya? pikir Jasmine ragu-ragu, siapa tahu Rafael akan pulang dan membawa uang besok, Jasmine bisa langsung menukar jumlah uangnya.

Tiba-tiba Jasmine tersentak. Ah, Benar, aku bisa meminjamnya terlebih dahulu.

Jasmine teringat akan pakaian pemberian Leonardo. Dress midi kurang bahan yang punya harga fantastis. Jasmine belum melepaskan price tag nya, siapa tahu dia bisa mendapatkan uang dari menggadaikan pakaian itu. Ia akan meminjamnya terlebih dahulu, setelah mendapatkan gaji Jasmine akan menebus dress itu dan mengembalikkannya pada Leonardo.

Jasmine menyela antrian pada teller, ingin cepat-cepat pulang dan mencari dressnya. Tapi antrian cukup panjang dan jam sudah menunjuk pukul 2 siang, perkantoran rata-rata akan tutup pukul 3/4 sore saat hari jumat.

"Kau bisa menitipkannya padaku, Jas." Kikan membuka telapak tangannya.

"Benarkah? Terima kasih, Kak." Jasmine mengangguk penuh rasa syukur.

Cepat-cepat wanita itu meninggalkan uang setoran di atas telapak tangan koleganya itu. Tanpa menaruh rasa curiga, tanpa menaruh rasa was-was.

Kikan merasa memperoleh kesempatan untuk menyingkirkan Jasmine. Wanita itu telah mengambil semua pekerjaannya, juga termasuk hati Leonardo. Biasanya Kikan memperoleh tambahan dari melayani pria-pria kaya raya, nasabahnya itu. Tapi Leonardo berbeda, tak hanya kaya raya, ia juga sangat tampan dan menggairahkan. Kikan menyukai pria itu, ia cemburu terhadap Jasmine.

Cih, dasar bodoh! Kepolosannya membuatku muak! Pikir Kikan, wanita ini lantas mengambil tiga juta uang dari ikatan uang saat tak ada yang melihatnya. Kikan lantas duduk di samping teller, sebagai alibi bahwa ia tidak pergi ke mana pun.

"Uangnya kurang tiga juta!!" seru petugas Teller.

Kikan menyeringai, ia bangkit dari tempatnya menghenyakkan pantat. Tinggal menunggu saat-saat penghakiman bagi Jasmine. Kikan berharap Jasmine lekas hengkang setelah dipecat secara tidak hormat.

oooooOooooo

Jasmine menggeledah lemari pakaiannya, ia menemukan dress mahal pemberian Leonardo tempo hari. Masih lengkap dengan linggerie berwarna senada. Cepat-cepat Jasmine merapikan dress itu agar tidak kusut. Masih terlihat deretan angka dengan jumlah fantastis, sepuluh juta.

"Dia membeli baju semahal ini dengan mudahnya!! Hah ... harganya sama dengan uang sekolah Mera selama satu tahun penuh!!" gumam Jasmine. Tak ada waktu untuk melamun atau pun membandingkan nasib. Ia harus bergegas, tinggal setengah jam lagi tempat-tempat pegadaian barang tutup.

"Permisi, Tuan. Apa kau mau menerima gaun ini?" Itulah yang Jasmine tanyakan saat mengetuk pintu demi pintu tempat pegadaian barang.

Tak ada yang mau menerima pakaian sebagai jaminan gadai. Mereka takut pakaian yang di bawa Jasmine palsu atau bahkan barang curian.

"Sungguh aku tidak mencurinya, Tuan! Aku mendapatkannya, pemberian seseorang!" Jasmine mengiba pada pemilik toko terakhir.

"Kalau kenalanmu bisa memberimu pakaian semahal ini lebih baik kau meminta uang padanya!" ujar pria pemilik toko, seorang berdarah asia, masih cukup muda.

Jasmine menggigit bibirnya, bagaimana mungkin ia meminta uang pada sang pemberi pakaian. Jasmine saja, malah mati-matian ingin pria itu pergi dari kehidupannya saat ini.

"Tolonglah, Tuan, tiga juta saja. Kumohon Tuan, satu bulan saya akan menebusnya." Jasmine terus mengiba, ia menahan lengan pria itu agar tidak pergi dan mau menerima pakaian itu. Satu-satunya harapan Jasmine untuk membayar uang sekolah adiknya.

"Ada apa sih ribut-ribut? Katanya mau ajak kencan, kenapa masih buka toko?!" Seorang wanita cantik menyalak galak pada kekasihnya, ia merasa jengah menunggu di dalam mobil.

"Ini, ada klient yang susah ditangani!" tukasnya geram sambil menunjuk ke batang hidung Jasmine.

"Tiga juta saja!! Aku mohon!" Mata bulatnya berkaca-kaca.

"Hei!! Bukankah ini dress keluaran terbaru dari merk terkemuka itu?? Wah, bukankah ini sangat mahal!" Wanita itu terkesima dengan dress milik Jasmine, ia terus meraba dan menatapnya dengan kagum.

"Dia menggadaikannya tiga juta." Pacarnya memberi tahu.

"Tiga juta???! Tunggu aku akan membelinya, tunggu!!!" Wanita itu bergegas keluar dari toko milik lelaki itu dan mengambil uang tunai di dalam mobil.

"Aku tak menjualnya, Tuan. Aku hanya menggadaikannya." Jasmine menelan ludah, pakaian itu bukan miliknya. Itu milik Leonardo. Jasmine sudah berjanji tak akan meminta imbalan apapun pada Leonardo, termasuk dress mahal itu.

"Untung saja aku tadi mengambil uang untuk perawatan kulit. Ini, uangnya, jual padaku saja." Wanita cantik itu kembali dengan tergopoh-gopoh, ia khawatir Jasmine mengurungkan niatnya.

"Saya tidak menjualnya, Nona. Hanya menggadaikannya." Jasmine menolak.

"Aku tak mau menerimanya, kalau kau mau uang, jual saja pada kekasihku." Pria itu mulai menutup tokonya, Jasmine menurunkan bahunya lemas. Teringat pada sosok Mera yang harus mengemis kartu ujian pada kepala tata usaha di sekolahnya besok.

"Bagaimana? Tiga juta, cash!!" pinta wanita cantik itu, anting bulat besar melengkapi penampilannya yang berkelas.

"Baiklah." Jasmine mendesah pelan. Sudah menetapkan keputusan untuk menjual gaun itu. Jasmine harus merelakannya, demi biaya sekolah Ameera.

"Ini uangnya."

"Terima kasih, Nona."

Setelah menerima uang pemberian wanita itu, Jasmine bergegas menuju ke atm terdekat. Melakukan setoran dan juga transfer ke rekening ibunya yang saat ini dikelola oleh Ameera.

Bukti transfer mecuat keluar dari mesin ATM. Jasmine sukses mengirimkan tiga juta itu kepada Ameera. Ia tak pernah menyadari bahwa di tempat lain, sebuah kebetulan juga terjadi. Teller menghitung kekurangan uang sejumlah tiga juta pada tabungan nasabah yang disetorkan siang ini oleh Jasmine. Mereka bertanya-tanya, benarkah Jasmine mencuri dan mengirimkan uang itu pada ibunya di kampung? Betapa hinanya Jasmine, memberi makan keluarganya dengan uang panas hasil curian.

ooooOoooo

Jasmine menyeka keringat, dia berada tak jauh dari rumahnya. Namun hatinya enggan untuk kembali pulang. Ia tak bisa masuk ke dalam rumah tanpa peduli dengan kondisi hatinya saat ini. Ia merasa bersalah telah mengkhianati Rafael, merasa bersalah pula telah menjual dress milik Leonardo.

Pukul 3 sore, langit tampak mendung, semendung hatinya. Percuma juga kembali ke kantor, sebentar lagi bank akan tutup. Langkahnya kembali gontai, tanpa sadar Jasmine sudah berdiri di depan pintu gereja tua. Bangunan bekas kolonial ini terlihat megah setelah pemugaran oleh Romo Albert.

Tampak betul rasa bersalah yang menghimpit hati terpancar pada wajah cantiknya. Jasmine terlihat lesu, pucat, dan tak bergairah. Wanita itu duduk, menatap lamat ke arah pusat spiritual di dalam gedung gereja. Tanpa sadar air matanya meleleh turun. Kenapa hidupnya begitu menderita belakangan ini?

Tak cukup dengan masalah ekonomi yang menghimpitnya. Rundungan masalah terus berdatangan, mulai dari mengetahui kebohongan suaminya, sampai dengan kebodohan yang dilakukannya bersama dengan pria asing.

"Jasmine." Panggil Albert.

"Romo!" Jasmine tersentak, cepat-cepat ia mengusap air mata yang telah membanjiri wajah.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyanya lembut, ia mengiring Jasmine untuk masuk ke bilik pengakuan dosa.

"Jasmine ingin mengaku dosa, Romo. Rasanya sesak." Jasmine mengangguk, ia mengekor pria berbaju pastor itu masuk ke dalam bilik pengakuan dosa.

Bilik kecil, masing-masing berukuran 2x2, terpisah oleh dinding kayu dengan ukiran bunga. Satu untuk Romo, dan satu untuk jemaat yang mengaku dosa. Tujuannya agar Romo dan pendosa bisa bercakap tanpa ragu karena tak saling mengenal atau pun bertatap muka. Tapi karena Albert dan Jasmine saling mengenal dengan dekat, mereka tak mempermasalahkan hal itu. Lagi pula, hanya ada satu Romo di gereja itu saat ini.

"Jadi apa yang mau kau utarakan, Jasmine?" tanya Albert dengan nada lembut.

"Aku ... aku ...," gagap Jasmine, ia menggigit ujung jarinya. Mencoba untuk tidak panik.

ooooOoooo

Sedikit dulu Bellecious

Hayo siapa yang sudah nuduh Jasmine juga? Wkwkwkwkk

😍💋💋😍

Vote donk! Biar belle semangat

Makasih

Next chapter