64 PROTEST

(Alurnya mundur cantik beb)

Dua minggu sebelumnya ...

"Argh!! Argh!! Faster, lebih cepat lagi, Walikota." Desah kenikmatan keluar dari bibir seorang wanita cantik. Tubuhnya telanjang bulat, ia menungging sambil meremas sprei hotel seakan-akan lelaki yang menjadi lawan bermainnya itu punya rasa dan gairah yang luar biasa jantan. Padahal rancauan itu hanyalah kepalsuan, demi secerca informasi.

"Hah ... hah ... aku sudah tak tahan lagi!" erang sang Walikota, ia melepaskan cairan putih pekat ke atas tubuh wanita itu, matanya mengerjab tanda terbuai dalam kenikmatan.

"Anda luar biasa, Pak Walikota." Puji sang wanita sembari memeluk tubuh yang mulai kendor itu dengan mesra.

"Bagaimana kabar proyek Tuan Lex, Clara?" tanya Walikota pada sekretaris Lexandro itu.

"Baik, tapi ada sedikit kendala. Anda tahukan reklamasi teluk banyak menyita opini publik. Ada pro pasti ada kontra. Dan banyak dari aktifis lingkungan dan nelayan yang tidak setuju. Mereka terus berdemo di lokasi proyek. Membuat proyek tersendat." Clara memainkan jarinya pada dada Walikota.

"Itu perkara gampang, asalkan kalian singkirkan pemimpinnya, mereka pasti akan kocar-kacir, pada dasarnya mereka hanya kumpulan manusia yang tak berpendidikan tinggi," ujar si tua itu dengan senyuman.

"Maka dari itu, Tuan Lexandro penasaran dengan pembunuh yang membunuh Wakil Walikota. Bukankah Anda yang menyewanya dulu? Tuan Lex tertarik untuk memakai jasa mereka dan menyingkirkan para bedebah itu." Clara bangkit, duduk di atas tubuh sang Walikota. Menggesekkan tubuhnya dengan gerakan erotis. Merangsang pria tua itu kembali on.

"Oh, ini enak sekali, Clara! Baiklah puaskan aku dulu. Aku akan memberitahumu bagaimana cara menemukan mereka." Walikota memainkan dada Clara.

"Baiklah! Dengan senang hati."

oooooOooooo

Beberapa saat sebelum jamuan makan malam.

Hujan gremis turun semenjak siang tadi. Butirannya lembut menyentuh kulit. Angin dingin bertiup cukup kencang, kaku menerpa wajah. Namun tak ada satu pun manusia yang terusik dengan hal itu. Mereka tetap kukuh, meneriakkan isi pikiran mereka, memprotes adanya reklamasi teluk. Seorang pemimpin kelompok meneriakkan orasi, disambut teriakan yel-yel persetujuan dari para pendukungnya.

"JANGAN RUSAK EKOSISTEM LAUT!!

"BENAR!!"

"KAMI MENOLAK REKLAMASI TELUK!!"

"BENAR!!"

"NELAYAN AKAN KEHILANGAN MATA PENCAHARIAN MEREKA!!"

"BENAR!!"

"BATALKAN PROYEK!! KEMBALIKAN HAK-HAK NELAYAN KECIL!!"

"BENAR!!"

"BATALKAN PROYEK!! DASAR PERUSAK LINGKUNGAN!! MANUSIA SERAKAH!!"

Teriakan semakin sore semakin bersemangat, keadaannya semakin ricuh. Beberapa orang aktifis terlihat adu mulut dengan perwakilan dari perusahaan Wijaya. Polisi-polisi membuat brikade dengan tameng mika tebal. Beberapa kendaraan kelas berat disiagakan untuk menembak air atau gas air mata.

Demonstran tak peduli, mereka yang terdiri dari aktifis ekosistem laut, mahasiswa pecinta lingkungan hidup, nelayan yang kehilangan tempat mengais rejeki, dan beberapa warga yang terusir dari lingkungan proyek justru semakin gencar. Mereka menuntut adanya pemberhentian proyek.

Polisi semakin kualahan menghadapi terjangan dari pihak demonstran. Brikade mulai tidak kokoh. Tubuh mereka terdorong mundur sampai ke kawat-kawat besi tajam yang melingkar di sepanjang jalur proyek. Mereka terpaksa menembakkan tembakakan peringatan dan memukul para demonstran dengan pentungan. Berharap memberikan efek jera, namun yang ada justru demonstran semakin marah dan beringasan.

"KAMI MENOLAK REKLAMASI!!" Seorang pemimpin demonstran berdiri di atas balok-balok kayu sambil membawa pengeras suara. Ia berteriak lantang.

"BENAR!! KAMI MENOLAK!!" Seluruh demonstran mengepalkan tangan ke atas lalu berlari lagi menembus brikade polisi, membantu teman-teman mereka.

"TEMBAKKAN GAS AIR MATA!!!" ujar komandan polisi yang bertugas.

Gas air mata mulai ditembakkan, asap putih tebal itu membuat mata perih dan pedas. Banyak dari mereka yang berusaha menutup mata dan juga menahan napas agar tak menghirup gas itu. Banyak juga yang lari terbirit-birit agar tak terluka dalam kericuhan.

Saat kericuhan itu terjadi.

Saat semua sibuk mengamankan mata dan hidung mereka.

Saat semua mata terpejam.

Saat semua tubuh tiarap.

Saat semua fokus teralihkan.

Sebuah tembakan dari kejauhan melesat sangat cepat menembus kepala pemimpin demonstran.

Sekali lagi, sebuah tembakan tepat di kepala menembus seorang aktifis lingkungan hidup.

Sekali lagi, sebuah tembakan menembus jauh ke dalam tengkorak seorang nelayan tua.

Peluru-peluru itu melesat sangat cepat dan akurat. Sepersekian menit tembakan demi tembakan mengenai seluruh dalang para demonstran.

"Target tereliminasi." Seorang mengenakan topinya kembali, menyandang tas ransel, dan bergegas pergi.

Saat gas air mata menghilang, semua demonstran menjadi kocar kacir karena pemimpin-pemimpin mereka tewas dengan kepala tertembus peluru. Mereka ketakutan, tak ingin menjadi korban selanjutnya.

Para demonstran menyalahkan pihak aparat negara karena membunuh rekan mereka. Pihak kepolisian ikut bingung, karena mereka hanya memberikan tembakan peringatan, bukan tembakan untuk membunuh. Lagi pula, siapa yang bisa menembak dengan seakurat itu di hujan gerimis dan angin sekecang ini?!

oooooOooooo

Leonardo menonton siaran langsung sembari menunggu Jasmine bersiap-siap untuk makan malam. Breaking news kali ini menyita perhatiannya. Tentang demo terhadap perusahaan kakaknya itu. Para demonstran berjatuhan satu per satu, mereka kocar kacir karena kehilangan pemimpin.

"Ankaŭ vi povas, Lex." Leonardo mengelus dagunya. (Boleh juga kau, Lex.)

"Laporkan perkembangannya melalui ponselku, Kesya. Cari tahu tentang para aktifis mereka yang gugur. Sepertinya aku bisa memanfaatkannya untuk menjatuhkan Lexandro." Leonardo menoleh pada Kesya.

"Jes, Tuan Leon." Kesya mengangguk.

Pandangan Leonardo beralih, "Apa kau sudah menemui anak itu, Kato?" tanya Leonardo pada pengawalnya.

"Sudah, Tuan. Tapi Tuan Mike tidak mengizinkan saya mengambilnya. Dia bilang bocah itu terlalu berharga. Hanya pewaris W Diamond yang akan mendapatkan anak itu," jawab Kato.

"Tapi Ayah memberikannya padaku." Leonardo mengepalkan tangannya.

"Biarkan Tuan Mike yang melatihnya, Tuan. Anda harus mengasah berlian dengan kikir paling kuat." Kato memberi usul.

"Ah, sebenarnya aku juga malas karena dia masih terlalu kecil. Baiklah, kita tunda saja masalah ini dan serahkan anak itu pada Paman Mike." Leonardo bangkit, ia mulai tidak sabar karena Jasmine belum juga keluar dari kamar.

"Turunlah, Kato. Tunggu aku di bawah, kita berangkat sebentar lagi."

"Jes, Tuan Leon."

Leonardo masuk ke dalam kamar, ia penasaran kenapa Jasmine tak kunjung keluar dari dalam kamar. Bukankah sudah hampir jam makan malam, ia bisa terlambat.

"Apa yang membuatmu begitu lama?" Leonardo masuk, ia meninggikan suaranya.

Relia yang bertugas menjadi asisten pribadi Jasmine itu berjengit. Ia langsung mundur dan membungkuk ketakutan. Memohon agar Leonardo memaafkannya.

"Maafkan saya, Tuan Leon. Nona Jasmine terlihat tidak percaya diri memakai pakaian yang Anda berikan."

"Di mana dia sekarang?"

"Nona di ruang ganti."

Leonardo geram karena Jasmine tak kunjung keluar dari dalam kamar ganti. Dengan cepat Leonardo membuka pintu, Jasmine tersentak dengan kedatangan Leonardo.

"Apa yang membuatmu begitu la—." Leonardo hendak berteriak, namun ia langsung terbungkam begitu melihat Jasmine.

"Le—Leon. Apa menurutmu dress ini tidak terlalu terbuka?" Jasmine menatap pantulan dirinya di depan kaca. Beberapa kali ia membetulkan dress untuk mengecek kalau-kalau kain dress pada bagian dada itu melorot turun.

Dress putih model tali leher dengan bagian punggung terbuka sampai ke tulang ekor. Roknya berlipat-lipat dan terjatuh. Menimbulkan kesan yang lembut. Dengan pakaian ini, Jasmine benar-benar mirip dengan Dewi-Dewi di mithologi Yunani.

"Tidak, Dewi Aprodite bahkan akan cemburu bila melihat kecantikkanmu." Leonardo mengelus punggung Jasmine pada sepanjang garis tulang belakangnya. Punggung itu terrasa halus dan lembut.

"Tapi aku malu," jawab Jasmine. Dadanya terlihat lebih menonjol karena tekstur kain yang berlapis-lapis, begitu pula pinggul dan pantatnya.

"Kau cantik, Baby. Kau memang harus menjadi pusat perhatian malam ini. Kau harus membuktikan pada seluruh keluargaku bahwa pilihanku tidaklah salah." Leonardo mengecup punggung Jasmine, getaran pelan kembali merambat ke sekujur tubuhnya. Jantung Jasmine berdebar cepat dan tak beraturan. Jasmine menggigit bibir bagian bawah untuk menyembunyikan rasa itu.

"Preta, Baby??" Leonardo memberikan siku tangannya. (Siap, Sayang?)

Jasmine mengambil napas sepanjang mungkin sebelum melingkarkan tangannya pada siku lengan Leonardo.

"Ya."

"Bagus, ayo kita berangkat. Buat mereka tercengang dengan pesonamu, bungaku."

oooooOooooo

Ayo di vote, jangan lupa di koment.

Besok tante Melani bakalan kebakaran jenggot enggak ya?

Giveaway GORESAN WARNA PELANGI

CARANYA GAMPANG.

KALIAN CUKUP REVIEW NOVEL MI VOLAS VIN DENGAN BINTANG LIMA.

DUA REVIER TERBAIK AKAN MENDAPATKAN NOVEL AUTHOR.

Event berlaku sampai akhir bulan MARET 2021

Have a nice day baby!!!

avataravatar
Next chapter