35 MINE

Leonardo bersandar di samping pintu lobby sambil merokok. Ia mendengar semua pembicaraan yang terjadi di dalam sana. Antara Jasmine dengan atasannya. Antara Jasmine dengan nasabahnya. Antara Jasmine dengan rekan satu kantornya.

Leonardo menyeringai saat mendengar semua itu. Jasmine dengan berani melawan mereka.

"Suru sopir membawa mobilku kemari, Kesya. Aku akan mengemudi sendiri." Leonardo menginjak puntung rokoknya.

"Yang mana, Tuan?" tanya Kesya, Leonardo punya satu lusin mobil pribadi di dalam garasinya.

"Yang merah saja."

"Baik, Tuan."

"Dan kau, Kato! Kapan kau akan membunuh suaminya?" Leonardo menunjuk batang hidung pengawalnya itu.

"Mohon maaf, Tuan Leon. Baru saja orangku kehilangan jejaknya." Kato menundukkan kepala, malu karena lagi-lagi gagal.

"Di mana pria itu saat ini?"

"Di kota sebelah, perlu dua jam menaiki kereta. Tiga sampai empat jam berkendara." Kato melaporkan keberadaan Rafael.

"Ah, padahal aku sudah bertekat memberinya kebebasan sampai suaminya mati. Tapi sepertinya aku harus muncul dan memberi para bedebah itu pelajaran," tukas Leonardo, ia berjalan masuk ke dalam bank.

Semua mata terperangan dengan kedatangan Leonardo. Hanya Jasmine yang menatapnya dengan nanar. Mata Jasmine merah dan sembab. Namun ada keberanian terpancar dari bola mata bulat itu. Jasmine menyenggol bahu Leonardo dengan bahunya saat mereka berpapasan.

"JERK!!" umpat Jasmine lagi lalu keluar dari pintu utama lobby bank.

Leonardo menyeringai, ia tak keberatan bila harus mendengar umpatan keluar dari bibir tipis wanitanya itu. Dia hanya keberatan dengan kata-kata kasar yang keluar dari bibir para bedebah di depannya saat ini. Yang dengan kasar menuduh wanitanya mencuri.

"Mari kita pikirkan hukuman apa yang layak untuk kalian semua." Leonardo mengelus dagunya.

"Tuan Leon, ada apa kemari?" Mata Kikan berbinar sudah lama ia tak melihat Leonardo sedekat ini. Ia mencoba meraih tangan Leonardo tapi pria itu menepisnya dengan kasar.

Ck, wanita yang memuakkan, pikir Leonardo.

"Tuan Leon, ada yang bisa saya bantu?" Samuel mendekati Leonardo.

"Kenapa kau memecat Jasmine?" tanya Leonardo.

"Dia mencuri uang milik nasabah ini sebesar tiga juta," jawab Samuel.

"Ah, begitu. Kesya, berapa asetku di bank ini?"

"Hampir satu triliun, Tuan Leon," jawab Kesya.

"Keluarkan semuanya, Kesya."

"A—apa? Jangan, Tuan Leon!! Anda baru saja menandatangani asetnya, bila Anda mengambilnya akan terkena denda pinalty yang tidak sedikit." Samuel mencegah Leonardo, sebagai kepala departemen marketing ia tak boleh kehilangan nasabah sebesar ini.

"Ah, kau benar." Leonardo menyeringai, untuk apa dia kehilangan uang karena pria rendahan ini?

"Iya, Tuan. Tolong jangan diambil asetnya." Samuel tersenyum dengan takut-takut.

"Kesya, hubungi pemilik bank ini. Suru ia memecat seluruh manusia yang berada di sini sekarang. Aku akan memasukkan lagi dua kali lipat, ah ... tidak, lima kali lipat dari uangku saat ini bila ia bersedia." Leonardo tersenyum.

"Baik, Tuan." Kesya langsung mengangkat ponselnya.

"Tu—tuan Leon!!" Samuel Kikan dan seluruh manusia yang berdiri di sana terperangah.

"Jangan!! Saya mohon jangan, Tuan Leon. Di usia saya saat ini saya tak akan mungkin memperoleh pekerjaan dengan mudah." Samuel mengiba kepada Leonardo, ia bahkan hampir memegang lengan pria kejam itu tapi Kato langsung menahannya.

"Kalau bukan karena Jasmine aku tak akan memperpanjang asetku di bank ini. Sayang sekali kau baru saja memecatnya demi uang tiga juta rupiah. Sepertinya kau memang bodoh, atau kau sudah lupa siapa aku?" Leonardo menatap dingin pada Samuel.

"Tuan Leon, jangan lakukan ini. Kami butuh pekerjaan." Semua manusia yang berada di sana langsung memohon ampunan Leonardo. Berlutut di hadapan pria itu.

"Jawabanku sama dengan cara kalian menjawab Jasmine tadi." Leonardo beranjak ke arah wanita tua nasabah Jasmine.

"Dan kau Nenek Tua!" Leonardo menatap tajam ke arah wanita tua, —nasabah Jasmine.

"A ... ada apa denganku?" Nenek itu gelagapan, ia tak menyangka bahwa seorang yang begitu berpengaruh melindungi Jasmine.

"Jasmine adalah wanita yang baik. Harusnya kau merasa malu dengan usiamu. Bukannya semakin bijaksana malah semakin picik." Leonardo menandatangani sebuah cek yang disodorkan oleh Kesya. Merobeknya kasar dan memberikan kertas itu pada sang nenek.

"Ini ...!" Matanya terbelalak, tenggorokkannya juga tercekat saat mendapati cek dengan nominal 100x lipat dari uangnya yang hilang.

"Untuk apa dia mencuri uangmu kalau dia punya pria sepertiku?! Minta maaflah pada Jasmine! Kalau tidak, aku jamin kau akan menggunakan uang itu untuk menguburkan dirimu sendiri besok." Ancaman Leonardo membuat wanita tua itu gemetaran.

"Ni iru, Kesya, Kato!" (Ayo kita pergi.)

"Jes, Tuan Leon."

Leonardo meninggalkan semua manusia yang menangis dan memohon-mohon kebaikan hatinya. Sayangnya, kebaikan hati Leonardo hanya untuk wanita bersama Jasmine.

ooooOoooo

Jasmine berjalan dengan lesu menuju ke rumahnya. Membawa kardus berisi peralatan kantor. Akhirnya Jasmine jadi pengangguran juga. Terlebih dari itu, hatinya penuh dengan amarah karena dituduh mencuri uang milik nasabahnya.

Brengsek!!! Semua ini gara-gara Leonardo!!! umpat Jasmine dalam hatinya.

Tinggal beberapa rumah lagi dan Jasmine akan tiba di rumahnya, namun, hujan turun begitu saja. Langit ternyata sudah tak lagi sanggup menahan tampungan air. Berribu-ribu butir air turun, tercurah.

Ah, hujan!! Jasmine bergegas mempercepat langkah kaki, ia menaruh kardus di atas kepala, melindungi diri dari air hujan.

Sampai Tuhan saja tak memihak padaku! gerutu Jasmine, ia mencari kunci pagar dari dalam tasnya. Terlalu terburu-buru malah membuat kunci itu tak kunjung terraih.

GRAB!!

Sebuah tangan kokoh mencekal tangan Jasmine. Jasmine terbelalak, matanya membulat saat mengenali siapa pria yang mencekalnya.

"Mau apa kau kemari?! Bagaimana kau tahu rumahku?" Jasmine tak menyangka Leonardo telah berada di sampingnya.

"Kemari!! Masuk!!" Leonardo menyeret Jasmine, Jasmine menolaknya, mengibas-ibaskan tangan Leonardo agar terlepas. Terpaksa Leonardo membopong tubuh Jasmine pada pundaknya, memasukkan wanita itu ke dalam mobil. Jasmine memberontak, ia mencoba keluar dari mobil mewah milik Leonardo. Sekuat tenaga wanita itu mengoglak handel pintu.

"Bagaimana cara membukanya?" Jasmine merasa udik, pintu itu tak bisa terbuka. Mungkin karena pintunya terbuka ke atas tapi Jasmine membukanya seperti kebanyakan pintu mobil biasa.

Leonardo telah berada di dalam mobil. Mobil dua pintu itu hanya berisi mereka berdua.

"Kau mau apa? Lepaskan aku?!" Jasmine mencoba lagi membuka pintu.

"Percuma, aku telah menguncinya. Mobil ini memakai sensor sidik jariku." Leonardo menyeringai, membuat Jasmine bergidik ngeri. Ia mulai mereka-reka apa yang ada di dalam isi otak  pria mesum ini.

Leonardo menatap lamat penampilan wanita di sampingnya saat ini. Blousenya basah dan membuat bentuk tubuhnya melekat. Ditambah dengan bahu Jasmine yang naik turun menahan amarah. Leonardo mengendurkan dasinya, ia juga melepaskan jasnya yang basah karena air hujan. Bermain nakal dalam pikirannya untuk kembali bercinta dengan Jasmine.

"K—kau mau apa?" Suara Jasmine bergetar, Leonardo sudah melepaskan beberapa kancing kemeja.

"Membuatmu hangat, mungkin." Senyuman terkulum manis pada wajah tampannya.

"Jangan bercanda dan lepaskan aku, lelaki berengsek!!" Jasmine mengumpat, Leonardo menarik tangan Jasmine beserta tubuh wanita itu dengan mudah.

Jasmine meronta, mereka duduk pada satu kursi. Sempit dan tidak nyaman, namun Leonardo menyukainya. Tubuh mereka kembali bersentuhan, Leonardo kembali mencium aroma yang manis. Kembali merasakan dada kenyal Jasmine menyentuh dadanya.

"Aku tak bisa menahannya, Jasmine. Mi volas vin," bisik Leonardo panas dan penuh gairah. Ia menggigit lembut telinga Jasmine. Tubuh Jasmine langsung bergetar dengan hebat.

"Lepaskan, Leon! Aku sudah bersuami!!" Jasmine meronta.

"Kita punya tiga jam sebelum suamimu kembali. Yah, itu pun kalau dia kembali." Leonardo mencium tengkuk Jasmine, menjilat lembut sisa air hujan yang membasahi daerah itu.

"Leon!! Kau gila!!" Jasmine mencoba meronta tapi tetap saja kalah. "Tolong!!! TOLONG!!" teriak Jasmine.

"Teriak saja, memang ada yang mendengarmu di hujan sederas ini?" Leonardo melepaskan kain pada kancing blouse Jasmine, lalu meraba masuk untuk meremas dadanya.

"Brengsek!! Lepas!!" Jasmine memukul lengan Leonardo. Dengan mudah Leonardo mengunci kedua tangan Jasmine ke belakang tubuhnya sendiri.

"Diam, nikmati saja!! Sama seperti yang kita lakukan kemarin malam." Leonardo mengelus masuk ke dalam rok Jasmine.

"Aku punya suami!!"

"Tidak!! Kau milikku, Jasmine!! Milikku!" Leonardo membungkam mulut Jasmine dengan bibirnya. Lidah Leonardo bermain di dalam sana dengan lincah, sesekali Leonardo mengigit lembut bibir bawah Jasmine yang ranum.

"Leon , lep .... argh!!" Tubuh Jasmine mulai merespon kenikmatan yang diberikan oleh Leonardo.

"Benar, nikmati saja seperti ini. Kau tak bisa pergi begitu saja setelah membuatku kehilangan akal sehat!" Leonardo menyesap pusat dari kedua dada sintal Jasmine. Membuat Jasmine belingsatan dengan sensasi rasanya. Leonardo juga menyesap area sekitar tonjolan itu, meninggalkan noda merah tanda kepemililkannya.

"Aku tak akan membirkan pria lain menyentuhmu lagi," lirih Leonardo, Jasmine hampir menangis dibuatnya. Tubuhnya bergetar hebat, menahan kenikmatan yang bercampur dengan amarah.

Leonardo merasakan denyutan cepat yang dibarengi dengan cairan licin dan pekat. Leonardo tahu, Jasmine baru saja mencapai pucak seksual pleasure nya. Leonardo menyeringai, dengan cepat ia melucuti celana dalam Jasmine.

Jasmine menggigit bibirnya menahan air mata. Betapa hinanya dia? Tubuhnya bisa menikmati cumbuan itu, bahkan sampai terpuaskan. Jasmine merasa malu, merasa bersalah, merasa bodoh. Namun ia hanya manusia biasa, bisa apa bila diperhadapkan dengan rangsangan yang begitu dasyat seperti saat ini?

"Naik!!" Perintah Leonardo, ia menyuruh Jasmine naik ke atas pinggulnya. Menyuruh Jasmine menjadi nahkoda dalam permainan mereka. Menyuruh Jasmine melakukan gaya women on top.

"Aku tidak bisa, Leon," lirih Jasmine.

"Aku bilang naik!! Atau aku akan memaksamu!" Leonardo memaksa Jasmine memuaskannya. Adik kecilnya sudah menegang sembari tadi, jadi Jasmine harus menuntaskannya.

"Hiks ...." Jasmine menangis.

"Jangan menangis!!" bentak Leonardo.

Jasmine menurut, ia memasukkan milik Leonardo ke dalam tubuhnya. Perlahan Jasmine mulai merasakan benda tumpul itu menghujam ke dalam liang miliknya. Rasa panas dan perih mulai terasa nikmat saat gesekkan pelan berubah menjadi cepat.

"Ah ....," rancau Jasmine sambil menangis.

"Aku bilang jangan menangis!!" Leonardo menghapus air mata Jasmine dengan kedua ibu jarinya. Lalu mengulum lembut bibir wanita itu.

Masih dengan saling melekat dan bersatu, Leonardo melumat bibir Jasmine. Jasmine berpegangan erat pada pundak Leonardo agar tidak terjatuh. Leonardo menangkup pinggul Jasmine, membantunya bergerak semakin cepat, sampai pria itu juga mengerang terpuaskan.

"Bunuh saja aku, Leon. Bunuh saja aku." Jasmine terjatuh lemas di atas dada Leonardo.

"Kalau kau mati aku akan mengawetkan mayatmu dan menyetubuhinya setiap hari." Leonardo terkikih, ia mengecup pucuk kepala Jasmine.

"Kau bajingan!" tuduh Jasmine sambil memukul-mukul dada Leonardo. Tapi tenaganya sudah habis karena permainan mereka.

"Sayang sekali, ya, bajingan ini menyukaimu." Leonardo mengelus lengan Jasmine, ia tersenyum penuh kemenangan.

"Hiks ...," isak Jasmine, air matanya kembali turun.

"Jangan coba-coba bunuh diri! Karena sampai setetes darah terakhir dalam pembuluh darahmu adalah milikku." Leonardo mengangkat dagu Jasmine. Membuat pandangan mata mereka bertemu.

"Kau iblis." Jasmine menangis. Leonardo kembali memeluknya, tak peduli dengan umpatan dari bibir wanita yang dicintainya.

oooooOooooo

Nah, aku kasih micin 🤣🤣🥰🥰

Duh emang ya yang kasar, dingin, kejam, arogan tu bikin greget gimana gitu. Entah kenapa aku suka ya sedikit kasar 🤭🤭🤭🤭 mau deh jadi Jasmine.

Baca novel othor yg lain ya

Twins pet, Dinda, Goresan Warna Pelangi

avataravatar
Next chapter