41 LEONARDO VS RAFAEL

Hujan turun semakin deras, awan gelap menyelimuti angkasa raya. Leonardo menggenggam knuckle dengan erat, muncul belati pada kedua ujungnya. Rafael menghela napas panjang, mengambil pisau lipat dari dalam ranselnya.

"Satu lawan satu!" teriak Rafael, tubuhnya masih belum pulih dari luka-luka sisa meloncat dari kereta api semalam. Bila ia harus bertarung dengan seluruh orang yang ada di sana, tentu saja Rafael akan kalah telak.

"Tentu saja, aku bukan pengecut yang suka main keroyokan." Leonardo menyeringai.

"Apa tujuanmu menantangku?" Rafael mulai terguyur air hujan.

"Hanya ingin membunuhmu," jawab Leonardo, air hujan pun mulai membasahi pakaiannya.

Buncahan air yang turun mengguyur ibu kota menjadi saksi bisu pertarungan mereka saat ini.

Leonardo mengangkat lutut sedikit tinggi di depan tubuh, menaruh kepalan tinjunya di depan dada. Kuda-kudanya terlihat sempurna —bagi yang mengerti bela diri yang ditekuni Leonardo.

"Muay Thai?" Rafael memastikan bela diri milik Leonardo.

"Jes, iru supren, ni batalas!" jawab Leonardo. (Benar, majulah, ayo kita bertarung!)

Rafael ikut mengambil kuda-kuda juga, berdiri tegap dengan kaki kanan di depan, tangannya yang satu mengepal di depan dada, yang satu lagi menggenggam pisau, mengangkatnya lebih ke depan.

"Systema?"

"Kau tahu?!" Rafael mengencangkan genggaman pisaunya.

"Yah, aku pernah belajar tentang Systema cukup lama karena sekretarisku juga orang Rusia."

"Kalau begitu kau tahu betapa mematikannya systema?" Rafael menggertak, sebisa mungkin ia ingin menunda atau bahkan menghindari pertarungan ini. Seluruh tubuhnya masih berdenyut karena rasa sakit, begitu pula lengannya. Luka jahitannya masih berdenyut nyeri, apa lagi saat terkena dinginnya air hujan.

"Berhentilah mengoceh, semua bela diri punya keindahan dan kelebihannya. Systema tak lebih baik dari Muay Thai, begitu pula Muay Thai, tak juga lebih baik dari Systema. Semuanya tergantung bagaimana cara para petarung menggunakan teknik itu." Leonardo langsung memberikan jab keras ke arah wajah Rafael begitu menyelesaikan kalimatnya.

Rafael berhasil menghindar, tapi wajahnya tersayat pisau dari knuckle milik Leonardo. Rafael terkesiap, Leonardo cepat sekali hampir secepat Light. Rafael bukan tipe petarung jarak dekat seperti Light, kakaknya. Rafael hanya mempelajari seni bela diri sebagai bentuk latihan militer saja, bukan sebagai keahlian khusus.

"Tro malrapida!!" cibir Leonardo. (Terlalu lambat).

Leonardo telah mengayunkan jab keras ke arah wajah Rafael. Rafael lagi-lagi menghindar, namun tiba-tiba saja tangan kiri Leoardo mencekal bahunya dan menghantamkan lutut, sebuah straight knee strike atau kao trong menghantam langsung ke ulu hati Rafael. Membuatnya tergelepar kesakitan.

"Segitu saja kemampuanmu?" cerca Leonardo.

Rafael meludahkan darah dari mulutnya, lalu bangkit berdiri. Leonardo masih menatap lawannya dengan pandangan tajam, begitu pula Rafael. Meski kepayahan, ia berusaha mengumpulkan sisa kekutannya untuk melawan Leonardo.

Sialan, kalau saja aku tidak sedang terluka, pikir Rafael, rasa sakit pada sekujur tubuhnya membuat Rafael kehilangan kecepatan dan fokusnya.

"Sudah menyerah?" Leonardo mendekat.

Rafael menegakkan tubuhnya, kembali mengambil ancang-ancang. Systema adalah ilmu bela diri dari Rusia yang menitik beratkan pada penyerangan organ vital, mata, kepala, dada, dan selangkangan adalah target utama. Ilmu bela diri ini terbilang cukup keras dan mematikan. Rafael mempelajari Systema dari Light, kakaknya memang menguasai beberapa ilmu bela diri jarak dekat. Kini Rafael menyesal, kenapa ia tak mempelajari lebih jauh ilmu bela diri dari dulu.

"Majulah!" Rafael menggenggam erat pisaunya.

"Baiklah! Aku tak akan sungkan lagi." Leonardo mendekati Rafael, meloncat pelan dengan sebelah kaki sementara satu kakinya terakat dan bersiap untuk menendang.

Leonardo menendang Rafael, jab kaki tepat di depan wajah Rafael. Rafael mencondongkan tubuhnya ke belakang. Lusut. Leonardo menambahkan kombo serangannya dengan sebuah tendangan tumit kapak. Leonardo sekuat tenaga menebas pundak Rafael dengan tumitnya. Rafael terjatuh, berlutut di depan Leonardo. Pada saat posisi ini, paha Leonardo tak terlindungi, Rafael melihat peluang, ia memberikan upercut tepat di bawah paha Leonardo. Pisau di tangan Rafael menggores paha Leonardo.

Leonardo terpukul, ia terhuyung kebelakang. Kato berusaha menolongnya tapi Leonardo menolak. Leonardo mengibaskan kakinya yang kesakitan, darah merembes, celana kain mahal itu sobek.

Rafael bangkit, bahunya naik turun karena napasnya yang berat. Darah mulai mengucur dari jahitan di lengan Rafael. Terlalu banyak menggunakan tenaga membuat jahitan itu sobek kembali.

"Kenapa kau ingin membunuhku? Apa semua ini ada hubungannya dengan King?" Rafael kembali bertanya.

"Siapa King?" Leonardo bingung. Ia tak mengenal King, ia hanya ingin Rafael mati sehingga Jasmine menjadi miliknya.

"Kalau bukan King, lalu apa yang kau inginkan dariku?" tanya Rafael.

"Sesuatu yang berharga, yang hanya kau sia-siakan selama ini." Leonardo menepis rasa sakitnya dan kembali memasang kuda-kuda pertarungan.

"Apa maksudmu?" Rafael kebingungan.

"Trovi la respondon en infero!!" seru Leonardo. (Temukan jawabannya di neraka!)

Leonardo melancarkan serangan membabi buta pada Rafael. Mulai dari hook, jab, serangan sikut, sampai tendangan lutut. Rafael menghindari semua itu, memilih untuk bertahan karena belum menemukan celah untuk menyerang Leonardo.

"Cih," decih Leonardo. Ia kembali melayangkan pukulan ke arah Rafael, lusut, namun belatinya berhasil mengkoyak baju Rafael.

"Aku akan memberikan keinginanmu itu, apa? Sebutkan?! Tapi lepaskan aku!" Rafael menahan serangan Leonardo, mencengkram lengannya.

"Percuma, meski kau memberikannya padaku, kalau kau tidak menghilang dia juga tak akan menjadi milikku. Jadi, kau tetap harus mati," jawaban Leonardo membuat bola mata Rafael membulat.

"Jasmine?! Kau meninginkan Jasmine?"

Rafael menghantamkan tinjunya pada Leonardo, amarahnya tersulut begitu mengetahui apa motifasi Leonardo ingin menghabisi nyawanya. Tinju Rafael mengenai wajah tampan Leonardo. Rafael kembali mengangkat tinjunya, hendak memberikan satu pukulan lagi. Tapi Leonardo bisa menangkis, ia menyilangkan tangan di depan dada.

Pertarungan sengit kembali terjadi, baik Rafael maupun Leonardo belum ada yang menyerah. Keduanya masuk ke dalam amarah dan emosi mereka karena rasa cemburu. Pukulan demi pukulan, adu tinju dan juga adu pertahanan. Rafael dan Leonardo sama-sama terluka, sama-sama kelelahan, namun belum ada yang menyerah.

Sialan, dia kuat sekali, pikir Rafael.

Sialan, dia jauh lebih kuat dari perkiraanku, pikir Leonardo.

Hujan deras mengucur keduanya. Membasuh darah dan juga keringat. Tubuh Rafael merasa gemetaran, bukan karena dinginnya hujan, juga bukan karena rasa takut maupun amarah. Tubuhnya bergetar karena tak kuat menahan rasa sakit pada luka-luka lamanya.

Kumohon bertahanlah, El. Kau tak boleh mati sekarang! Kau ada janji dengan Kak Eric. Ada janji dengan Jasmine. Rafael menggenggam tangannya kuat-kuat, mencari sedikit kekuatan agar tetap berdiri kokoh. Jasmine menunggunya di rumah, King juga sudah ditemukan. Ia tak boleh mati saat ini.

"Dia istriku!" Rafael menghunuskan pisaunya ke depan, hendak menancapkan benda tajam itu ke dada Leonardo, mengakhiri pertarungan mereka.

"Istrimu?! Hahahaha!!" Leonardo menghindar dengan mudah.

"Kau menyia-yiakan wanita itu! Kau bahkan tidak tahu kalau dia telah dipecat. Kau bahkan tidak tahu dia telah difitnah!! Kau tak pernah mencukupi kebutuhan hidupnya! Kau bahkan memberinya obat penggugur kandungan setiap hari. Kau menganggap dirimu suaminya? Dia istrimu?! Yang benar saja!! Kau hanya menganggapnya sebagai budak seksmu!" Leonardo menghantamkan tinjunya pada perut Rafael, Belati di ujung bawah knuckle merobek perut Rafael. Rafael langsung menekan pendarahan pada perutnya begitu belati tercabut.

"Uhuk!!" Ia memuntahkan darah segar, hujan langsung membasuhnya. Rafael menundukkan kepalanya. Rasa pening bercampur pusing membuat Rafael tak mampu mengangkat kepalanya.

"Jasmine," lirih Rafael.

"Kalau kau sudah sadar akan kesalahanmu! Than die!" Leonardo memberikan tinju ke wajah Rafael. Dengan tangan berlapis knuckle sudah pasti wajah Rafael hancur. Darah mengalir dari hidung Rafael, darah segar itu melumuri wajah Rafael.

Rafael tergeletak, menggelepar meregang nyawa, rasanya sangat menyakitkan. Baik tubuh dan juga hatinya, begitu menyakitkan. Hujan terus turun membuncah dari angkasa raya. Rafael menatap langit-langit kelabu, sungguh sampai di sini sajakah kisah hidupnya? Sampai di sini sajakah akhir dari perjalanan cintanya yang baru saja bersemi.

Tidak, Rafael tidak boleh menyerah, tidak boleh melepaskan Jasmine.

Benar kata Leonardo, dulu ia hanya menganggap Jasmine budak seks, tak lebih. Namun akhir-akhir ini Rafael sadar, sesungguhnya ia begitu mencintai wanita itu. Rafael ingin menebusnya, ingin memenuhi apapun permintaan Jasmine. Ingin menjaga senyuman dan juga canda tawanya.

Bayangan wajah Jasmine terpatri pada langit-langit kelabu. Rafael terus mengingat senyumnya yang manis, belaian tangannya yang begitu hangat, juga canda tawanya yang selalu renyah. Rafael tak pernah menganggap semua itu spesial sampai kejadian ini terjadi.

Rafael menyesal karena telah menyia-yiakan cinta Jasmine?

Cepatlah kembali, El. Aku lapar. Aku menunggumu! ucapan Jasmine membuat Rafael memilik kekuatan untuk bangkit.

"Aku punya janji yang harus kutepati." Rafael bangkit, ia mengumpulkan segenap kesadaran dan juga tenaganya.

"Kau masih bisa bangkit berdiri?" Leonardo terkesiap, sungguh pria ini benar-benar serangga yang susah untuk dibasmi, nyawanya begitu tebal.

Rafael terseok-seok, bukannya maju, Rafael malah mundur ke belakang. Ia tenyata berusaha kabur dari Leonardo melewati bagian belakang gereja. Semua pengawal Leonardo berusaha mengejar Rafael. Rafael melingsut cepat, ia terjun ke parit-parit —bangunan kolonial punya parit yang lebar dan dalam— dan melewati saluran pembuangan air kotor menuju ke balik dinding gereja. Rafael hapal betul dengan seluk beluk gereja milik Albert ini.

"Kejar dia!!" Kato memerintahkan anak buahnya.

"Sialan!!" Leonardo berdecak, setelah semua yang ia pertaruhkan buruannya malah kabur.

"Dia di sana!!" Tunjuk para anak buah Leonardo.

Rafael berlari sekuat tenaga, tangannya terus menekan luka sayat pada perutnya yang cukup dalam. Pendarahan belum berhenti karena Rafael bergerak terus. Rafael memang harus bergerak, ia harus kabur dari kejaran Leonardo dan anak buahnya. Rafael hanya perlu menuju ke keramaian. Menuju siapa pun yang bisa menolongnya.

TIIINNNN .... CIIITTTT!!! BRUUKK!!!

Tiba-tiba Rafael tertabrak mobil saat hendak menyebrang jalan. Rafael tak melihat ada mobil yang melaju kencang menuju ke arahnya. Tanpa pertahanan tubuh Rafael yang terluka menerima benturan hebat. Tubuhnya terguling beberapa kali pada jalan raya.

Khalayak ramai mulai berkerumun, mencoba untuk menolong Rafael.

"Tuan Leon, kita harus pergi dari sini. Tak baik bila polisi memergoki Anda." Kato menyelimutkan jas pada tubuh Leonardo. Leonardo melihat kecelakaan yang menimpa Rafael, banyak orang berkerumun di sekitarnya. Sebentar lagi polisi pasti akan datang mengamankan TKP.

"Tapi ...!" Leonardo belum puas kalau Rafael belum mati di depan matanya.

"Dia pasti mati, Tuan. Tabrakkan itu sangat keras. Kalau Anda belum puas, saya akan memastikan sendiri ke rumah sakit." Kato bergegas membuka pintu mobil untuk Leonardo, menyuruh tuannya masuk.

"Baiklah!  Aku mau dia mati, Kato!! Hari ini juga!" Leonardo menatap tajam Kato sebelum beranjak pergi, Kato mengangguk paham.

Tubuh Rafael tergeletak di jalanan. Darah mengucur dari mata, hidung, dan juga telinganya. Mata Rafael masih terbuka lebar, ia tak bisa lagi merasakan rasa sakit. Tubuhnya terlalu hancur, syarafnya mungkin sudah mati rasa. Suara jeritan para manusia sayup-sayup terdengar lalu menghilang.

Rafael, aku mencintaimu. Rafael aku sayang padamu, Rafael kau tahukan betapa aku mencintaimu?

Rafael cepatlah pulang, aku merindukanmu.

Rafael, berapa anak yang ingin kau milikki? Aku ingin tiga orang anak.

Rafael kita akan selalu bersama, bukan? Sampai kakek nenek, sampai memutih seluruh rambutku aku akan tetap di sampingmu.

Menikahlah denganku, El.

Aku berjanji ...

Dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dalam susah maupun senang. Kau adalah suamiku, dan aku adalah istrimu. Selamanya Rafael, sampai maut memisahkan.

Rafael tersenyum saat teringat janji suci pernikahannya dengan Jasmine, air mata menetes dari sudut matanya. Samar-samar bayangan wajah Jasmine mulai menghilang. Kegelapan total mulai menyelimuti pelupuk matanya.

Aku mencintaimu istriku, masih banyak hal yang ingin kuungkapkan padamu. Aku ingin berbisik, memberitahukan betapa aku juga mencintaimu.

oooooOooooo

😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

avataravatar
Next chapter