webnovel

KING

Bunyi gemericik hujan masih terdengar saat Rafael membuka mata, ia menarik lengan yang menjadi bantalan istrinya tidur. Dengan perlahan Rafael memindahkan kepala Jasmine agar wanita itu merasa lebih nyaman.

Pukul 12 siang, tapi rasa-rasanya seperti pukul 4 sore karena cuaca mendung dan hujan yang turun dengan deras. Hampir tiap hari hujan membuncah, membasahai negeri ini. Banyak berita menayangkan adanya banjir dan juga tanah longsong. Beberapa ruas jalanan ibu kota juga menggenang, membuat kemacetan di mana-mana. Cuaca semakin tak bersahabat, bumi semakin sekarat, mungkin karena ulah manusia itu sendiri.

Rafael menggeliat pelan, ia lantas membetulkan selimut agar tubuh Jasmine tidak kedinginan.

Pria itu beranjak dari atas kasur, setidaknya dia harus menyiapkan sesuatu untuk makan siang mereka. Tapi pemandangannya berubah, ia melirik ke arah ponselnya yang tergeletak tak jauh dari tas ransel.

____________

ALBERT :

Aku menemukan

keberadaan KING

___________

Mata Rafael membulat, ia membaca sekali lagi pesan text yang dikirimkan Albert. Cepat-cepat Rafael mengenakan kembali pakaiannya dan bergegas menyahut tas ransel beserta ponsel. Rafael menatap wajah polos istrinya yang tertidur pulas setelah semalaman tak bisa terpejam.

"Aku pergi sebentar, Jas, tunggu aku kembali," gumam Rafael.

"El!!" Jasmine terbangun saat Rafael hendak menutup pintu.

"Kau mau kemana?"

"Hanya membeli bahan makanan untuk makan siang. Tidurlah lagi! Aku akan segera kembali." Rafael tersenyum, Jasmine juga tersenyum, pintu kamar tertutup kembali.

"Aku berharap ku segera pulang, El. Aku lapar sekali." Jasmine berteriak, El mendengarnya dan tersenyum ringan.

ooooOoooo

Di satu titik lain, Kato dan beberapa anak buahnya mengamati keberadaan Rafael. Mereka menunggu Rafael meninggalkan kediaman Jasmine.

"Ikuti dia!" Perintah Kato, mobil berjalan pelan. Mengikuti laju sepeda motor Rafael.

Motor matic bergerak cepat, menyelusuri jalanan basah ibu kota. Hujan masih mengguyur lembut, tidak lagi deras, namun curan hujannya cukup intens. Rafael melaju cepat, berkelak kelok sampai ke depan gedung gereja. Begitu pula dengan Kato dan anak buahnya, mereka ikut parkir di dekat gedung gereja.

Area depan terlihat sepi, tak ada manusia yang berdoa dihari penuh hujan seperti saat ini. Kato terlihat cukup heran, untuk apa Rafael pergi ke gereja? Benarkan untuk berdoa? Pria yang membunuh 5 orang anak buahnya itu pergi berdoa? Yang benar saja.

"Cih, mau apa dia ke gereja?" Kato sedikit frustasi, ia sudah harus membunuh Rafael sebelum matahari terbenam. Dan saat ini jam sudah bergeser pada pukul 12 siang, setengah hari telah berlalu, waktunya tinggal setengah hari lagi.

Tringg ... 🎵

Ponsel Kato berdering.

Leonardo menelephonenya. Kato mengendurkan dasinya karena tegang, entah umpatan apa yang akan didengarnya karena belum berhasil membunuh Rafael.

"Bagaimana, Kato?" Leonardo terlihat tidak sabar.

"Ia baru saja keluar dari rumah Nona Jasmine. Maaf, Tuan, saya tak mungkin membunuhnya di depan Nona Jasmine." Kato menjawabnya.

"Huft, dia benar-benar serangga." Leonardo menghela napas, tangannya mengepal penuh amarah. Pria itu pasti baru saja menyentuh wanitanya, membayangkan Rafael menikmati tubuh Jasmine, membuat Leonardo semakin dibakar rasa cemburu.

"Aku akan ke sana! Aku sendiri yang akan membunuhnya, Kato! Katakan di mana posisimu saat ini?" Leonardo bangkit dari kursi kerja, menyahut knuckle* dari laci paling atas meja. Knuckle itu bisa mengeluarkan pisau lipat kecil, setelah memastikan pisaunya tajam, Leonardo keluar dari ruangannya. (*Senjata besi yang melekat pada tinju)

"Kesya, batalkan semua jadwalku hari ini."

"Anda mau ke mana Tuan?" tanya Kesya.

"Pergi berburu," jawab Leonardo, singa itu mulai membidik mangsanya.

ooooOoooo

Di dalam rubana gereja, tempat Albert menyembunyikan rahasinya. Albert terlihat asyik dengan kegiatannya merentas beberapa cctv milik pemerintah. Asbak kayu berukiran indah dengan warna warni cantik penuh dengan puntung rokok. Sesekali Albert menambahkan abu rokok yang sedang di hisapnya ke atas asbak.

"Hei, El!" Albert mematikan bara rokoknya begitu mendapati Rafael datang.

"Apa benar kau berhasil menemukan King?" tanya Rafael.

"Benar, ini, coba kau lihat." Albert menggeser layar monitornya agar Rafael mudah melihat ke arah benda itu.

Beberapa foto-foto terlihat memenuhi layar, ada seorang pengusah sukses yang didampingi oleh bodyguard dan juga sekretarisnya.

"Aku menemukannya saat mencari kemungkinan siapa yang menginginkan nyawamu, El. Aku menilik seluruh keluarga Wijaya. Mereka memang super duper kaya raya. Alexandro punya dua orang putra, Lexandro dan Leonardo, mereka bersaing memperebutkan tambang batu bara. Kau tahu, itu bukan hanya sekedar tambang batu bara. Saat aku merentasnya, ternyata tambang itu berisikan berlian. Alexandro sengaja menyamarkannya sebagai batu bara untuk menghindari pajak negara yang besar. Kini aku tahu di mana sumber kekayaan kelurga itu," Albert bercerita panjang lebar, tapi Rafael tidak tertarik. Ia malas mendengarkan prihal keluarga Wijaya, ia hanya ingin tahu tentang King, dan siapa yang menginginkan nyawanya.

"KING!! Ceritakan saja tentang King!! Aku harus membunuhnya." Rafael menatap Albert tajam.

"Dia adalah pengawal Lexandro, ia mengikuti Lexandro 8 tahun terakhir. Coba kau lihat, meski wajahnya samar karena berada di belakang Lexandro. Tapi dari perawakan dan warna kulitnya aku yakin dia adalah King." Albert mengetuk layar monitor. Rafael menatap lamat-lamat, memang tiap kali ada Lexsandro, ada pria itu. Walaupun selalu berdiri di belakang Lexandro sehingga wajahnya tidak terlalu terlihat, namun Rafael yakin, dia adalah King.

"Apa King tahu tentang kita jadi dia menginginkan nyawaku?" Rafael menerka, Albert mengangkat bahu.

"Sialan!! Aku harus segera membunuhnya, tapi aku sudah berjanji pada Jasmine tak akan pergi lagi dalam bulan ini. Kami berencana memiliki seorang anak." Rafael menjambak rambutnya gusar.

"El, apa kau mulai mencintai Jasmine?" tanya Albert penasaran, tak biasanya Rafael mempertimbangkan perasaan Jasmine. Biasanya pria itu sangat dingin dan kaku, ia bahkan tak akan bertanya meski Jasmine menghilang.

"Entahlah, aku belum tahu. Aku hanya tak ingin melihatnya bersedih." Rafael menerawang kosong pada layar ponselnya, ada foto pernikahan mereka, Jasmine sengaja memasangnya sebagai wallpaper.

"Kau kan tahu kita tak bisa melibatkan perasaan. Pekerjaan kita berbahaya, El. Dan lebih berbahaya lagi bila musuh tahu kau punya kelemahan."

"Apa maksudmu, G?"

"Bagaimana kalau benar King yang menginginkan nyawamu? Bagaimana kalau ternyata ia mencoba menyakiti Jasmine agar kau menyerah? Kau tahukan, perasaanmu padanya bisa menjadi kelemahanmu." Albert dan Rafael saling menatap.

"Pupuskan perasaanmu pada Jasmine, El. Kita tak bisa membiarkannya terlibat." Albert menepuk pundak sahabatnya.

Rafael tercengang, benarkah ia harus memupus perasaan yang baru saja mekar itu? Benarkah ia harus merelakan Jasmine demi keselamatan wanita itu sendiri?

Sungguhkan Rafael mampu melakukannya?

"Aku akan memikirkannya, aku harus kembali sekarang. Jasmine menungguku." Rafael bangkit.

Albert terlihat bingung, apa yang terjadi? Biasanya amarah Rafael akan menggebu bila menyangkut hal tentang King?! Kenapa sekarang Rafael malah menjadi ragu? Apa benar dia mulai mencintai Jasmine?

oooooOoooo

Rafael keluar dari gereja. Hujan turun semakin deras. Menyapu seluruh halaman. Pohon-pohon rindang bergerak tertiup angin dingin. Rafael terperangah dengan pemandangan yang tersuguh begitu ia keluar dari pintu utama.

Leonardo menggulung lengan panjang kemejanya, ia telah bersiap untuk menghabisi sendiri nyawa Rafael. Beberapa kancing teratasnya juga terbuka agar mudah bergerak. Kato berdiri di samping Leonardo, memberikan payung untuknya. Beberapa anak buah Leonardo menjaga gerbang gereja agar tidak ada satu pun manusia yang masuk dan menginterupsi pertandingan Leonardo dan Rafael.

"Siapa kau?" tanya Rafael.

"Malaikat pencabut nyawamu." Leonardo maju, mulai memasang kuda-kudanya.

Rafael menatap tajam pada Leonardo, ia merasa tak mengenali pria ini? Apa dia Lexandro? Wajahnya mirip, tapi jauh terlihat lebih muda. Mungkinkah pria ini Leonardo?

Rafael melepaskan helm. Entah apa yang menjadi kesalahannya. Kenapa pria di depannya begitu membenci dan bahkan ingin membunuhnya. Namun satu hal yang Rafael tahu, ia harus bertarung saat ini.

Hujan turun semakin deras, awan gelap menyelimuti angkasa raya. Leonardo menggenggam knuckle dengan erat, muncul belati pada kedua ujungnya. Rafael menghela napas panjang, mengambil pisau lipat dari dalam ranselnya.

"Satu lawan satu!" teriak Rafael.

"Tentu saja, aku bukan pengecut yang suka main keroyokan." Leonardo menyeringai.

"Apa tujuanmu menantangku?" Rafael mulai terguyur air hujan.

"Hanya ingin membunuhmu," jawab Leonardo, air hujan mulai membasahi pakaiannya.

Buncahan air yang turun mengguyur ibu kota menjadi saksi bisu pertarungan mereka saat ini.

oooooOooooo

Yeah, next, Leonardo VS Rafael

Siapa yang menang?

💋💋💋💋💋

Vote please 💋💋💋

Next chapter