webnovel

FAMILY

Leonardo mengetuk-kutuk meja kerja dengan buku tangan saat membolak-balik laporan tentang Rafael yang disodorkan Kesya pagi ini. Tak ada yang spesial dari Rafael, pekerjaan hanya seniman jalanan, penghasilannya tidak tentu.

"Kafo, Tuan." Kesya meletakkan secangkir kopi v6 drip di atas meja Leonardo.

"Apa hanya ini laporannya?" Leonardo meletakkan dua lembar laporan yang diberikan Kesya. Hanya berisi nama, alamat, pekerjaan, dan beberapa foto Rafael, suami Jasmine.

"Benar, Tuan Leon. Ada yang aneh dengan orang ini. Tak punya akun perbankkan apapun, selalu membayar segala tagihan dalam bentuk cash, lalu yang lebih aneh lagi ...." tutur Kesya.

"Heung?" Leonardo mengeryit ingin tahu.

"Tak ada yang mengenal dia Tuan, masa lalunya tidak ada. Seakan-akan dia adalah hantu yang bangkit dari kematian. Tak hanya itu, orang yang mengikutinya selalu kehilangan jejak, seakan-akan dia tahu kehadiran orang-orang kita," jelas Kesya.

"Pria misterius huh?" Leonardo menatap foto Rafael, pria itu memakai jaket dan masker untuk menutupi wajahnya.

"Oh, iya, Tuan. Tuan besar meminta Anda makan malam dirumahnya malam ini." Kesya kembali melapor.

"Baiklah. Kosongkan jadwalku sore ini. Aku akan menemuinya. Sudah lama aku tidak menyapa mereka, ibu dan kakakku pasti sangat merindukanku." Leonardo menyeringai.

ooooOoooo

Sore hari di kediaman keluarga besar Wijaya. Tempat tinggal Alexandro Wijaya dan istrinya Melani Wijaya. Di sana tengah diadakan jamuan makan malam bersama dengan seluruh anggota keluarga inti. Lexandro Wijaya beserta istri dan kedua orang anaknya. Serta Alexiana Wijaya, adik perempuan Lexandro dari ibu yang sama.

Mereka duduk berjajar pada meja besar panjang nan mewah dengan permukaan batu pualam indah. Lampu kristal gantung berpendar cantik tepat di atas pusat meja makan. Semua anggota keluarga berjajar rapi sambil menikmati makan malam yang tersuguh. Pelayan-pelayan hilir mudik menghidangkan sajian. Mereka bekerja dengan cekatan.

Tak lama, Leonardo datang. Dengan seulas senyuman hangat pria itu menghampiri Ayahnya dan mencium pipi kanan kiri. Mengucapkan salam.

"Malam Ayah, bagaimana kabarmu? Sehatkan?"

"Sehat, Leon. Duduklah!" Alexandro menepuk lengan Leonardo, menyuruh putra bungsunya itu duduk. Melani terlihat menatap Leonardo dengan pandangan sebal.

"Hai Ibu, Kak Lex dan Kakak ipar." Leonardo menyapa para manusia yang berada di sana sebelum duduk. Leonardo sempat mengerling pada istri Lexandro, wanita itu terlihat menyembunyikan rasa kikuk dengan menyuapi anak gadisnya.

"Duduk dan makanlah, Leon." Lexandro dengan tenang menyuruh adiknya bergabung.

"Halo, Ana," sapa Leonardo sambil mengecup pipi kakak perempuannya. Wanita itu hanya terpaut 3 tahun dari Leonardo, jadi mereka saling memanggil nama.

"Duduklah disebelahku." Alexiana menepuk kursi di dekatnya.

"Oke."

Suasana makan malam berubah dingin saat Leonardo datang. Leonardo memang anak Alexandro beda ibu, dia adalah anak dari seorang wanita simpanan. Melani membungkam wanita itu dengan uang dan menyuruhnya pergi dari sisi Alexandro. Melani juga berjanji akan mengurus Leonardo seperti anaknya sendiri.

Sejak kecil Leonardo hidup tersiksa dalam kekangan sang ibu tiri. Melani juga tak mungkin membiarkan Leonardo mengambil hak waris dari Alexandro. Namun berbeda dengan pemikiran Melani, Alexandro suaminya justru sangat menyayangi Leonardo. Sejak SMA bakat dan kepandaian Leonardo mengelola bisnis telah terlihat. Begitu lulus kuliah, ia menyerahkan separuh perusahaannya pada Leonardo.

Melani dan Lexandro geram, tapi mereka tak bisa berbuat apapun karena keputusan Alexandro adalah hal yang mutlak. Alexandro menyerahkan separuh lagi perusahaannya pada Lexandro. Namun ada sebuah tambang batu bara besar yang masih dikelola oleh Alexandro. Perusahaan pertamanya. Baik Lexandro maupun Leonardo menginginkan perusahaan tambang itu.

"Tak baik membuat kami menunggu, Leon. Lain kali jangan terlambat." Melani mengusap mulut dengan lap makan.

"Maaf tadi ada pekerjaan yang harus aku lakukan, Bu." Senyum Leonardo tenang, ia tahu betul bahwa Melani ingin membuatnya jatuh di depan sang ayah.

"Apa pekerjaanmu jauh lebih penting dari keluarga?" sergah Melani.

"Sudahlah, Melani, Leonardo pasti sangat sibuk belakangan ini:" Alexandro menepuk punggung tangan istrinya. Wanita itu semakin mengumpat geram di dalam hati.

"Bagaimana bisnismu, Leon?" Lexandro bertanya.

"Ah, masih ta ksehebat perusahaanmu, Kak Lex. Dan yah, aku baru saja menyingkirkan seekor tikus yang mencoba untuk mengkhianatiku." Leon tersenyum. Wajah Lexandor terlihat mengeryit sedangkan Melani cukup tegang.

"Apa maksudmu? Kau menuduh kami memata-mataimu?" Melani mengerutkan dahinya, membentak Leon.

"Wah .... Aku bahkan tak menyebutkan nama, kenapa Ibu merasa tertuduh?" Leonardo menyuapkan makanan masuk ke dalam mulut.

"Kau ...." Melani kehabisan kata-kata.

"Aku sudah selesai. Terima kasih atas makan malamnya." Leonardo mengusap mulut dan bangkit berdiri.

"Temani Ayah bermain go*, Leon." Pinta Alexandro, dengan bantuan tongkat mengkilat pria tua itu ikut bangkit, menuju ke dalam kamar pribadinya.

(Catur jepang)

"Baik, Ayah." Leonardo mengekor di belakang.

Papan catur persegi dengan garis-garis telah siap. Bidak-bidak catur berwarna hitam putih ada di dalam mangkuk masing-masing sisi. Alexandro dan Leonardo duduk berhadapan, memulai permainan catur mereka.

"Sudah lama kau tak menemani Ayah bermain. Bagaimana kabarmu, Leon? Kau sekarang tinggal seorang diri di mansion lama." Alexandro memulai langkahnya.

"Mension lama itu lebih baik daripada tinggal di sini." Leonardo melangkah, menaruh bidak warna hitam.

"Kapan kau memutuskan akan menikah? Ada beberapa kenalan Ayah punya putri yang cantik. Kau mau mencoba mengenal mereka?" tanya Alexandro, ia menaruh lagi bidak catur yang lain.

Leonardo terdiam, teringat lagi wajah Jasmine. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu mengingat wajah cantiknya. Menghantui Leonardo dengan rasa penasaran dan hasrat yang tak tersalurkan.

"Siapa tahu salah satu dari wanita itu bisa membantu mengembangkan bisnismu, Leon." Pria tua itu menaruh lagi bidak pada papan catur.

"Akan kuingat nasehat Ayah dan mencoba mengenal mereka." Leonardo menaruh bidaknya. Biji hitam mulai merajai papan catur.

"Benar, lihatlah Kakakmu, Lex. Istrinya adalah anak dari pemilik perusahaan minyak industri. Dia banyak membantu Lex dalam penyediaan bahan bakar untuk pabriknya." Biji putih mulai memutar keadaan.

"Benar, Ayah. Tapi pernikahan bisnis sangatlah rapuh."

"Walaupun rapuh mereka tak akan bercerai. Karena pernikahan bisnis akan selamanya saling menguntungkan."

"Ayah benar. Saling menguntungkan." Leonardo menyeringai. Kini biji hitam kembali melahap biji putih.

"Ayah kalah!! Hah ... kenapa kau tak mengalah pada pria tua ini?" Kekehnya.

"Tak ada kata mengalah dalam kamusku, Ayah." Leonardo mengangguk.

"Kau memang hebat, Leon!"

"Kalau begitu Leon permisi. Mau mencari angin sebentar."

"Ah, ya, menginaplah. Ayah sudah mempersiapkan kamar."

"Baik, Ayah."

Leonardo masuk ke dalam kamarnya. Sebuah kamar mewah bernuansa minimalis dan modern. Menyulut api rokok dan bersandar pada balkon. Mengamati taman outdoor dari rumah mewah nan megah itu. Lampu belum menyala, hanya sinar bulan yang menelisik melalui pintu balkon remang-remang.

Krriiit .... pintu kamar terbuka. Leonardo menoleh untuk melihat siapa yang datang. Ternyata kakak iparnya. Leonardo kembali menghisap rokok, menikmati uap nikotin yang membuatnya relax.

Wanita cantik bertubuh ramping itu menutup kembali pintu kamar pelan-pelan. Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai, ia mengenakan blouse hijau tua dan rok hitam. Dengan segera ia melepaskan heels tinggi agar tak bersuara.

"Leon!" Panggilnya lirih.

Leonardo menoleh, ia menyeringai dan masuk ke dalam kamar. Menutup pintu dan gorden balkon. Kini ruangan itu sempurna gelap, cahayanya hanya berasal dari indirect biru pada langit-langit ruangan.

"Memang rapuh." Leon berbisik pada telinga kakak iparnya.

"Apa maksdumu Leon?" tanyanya bingung.

"Tidak penting." Leon mencium bibir wanita itu, melumatnya dengan kasar dan tak beraturan. Setelah puas berciuman, cumbuannya berpindah pada cerukan leher, sampai ke area di depan dada.

"Waktu kita tidak banyak, Lex akan membunuhku bila tahu aku bersamamu." Wanita itu menghentikan cumbuan dan melepaskan kait pada celana Leonardo. Mengusik benda lonjong itu agar segera tegang dan memberinya kepuasan.

Leonardo menyeringai, ia mengangkat tubuh Perempuan bernama Karina yang tak lain adalah kakak iparnya dan melemparkannya ke atas ranjang. Tanpa menunggu lagi Leonardo menyingkapkan rok dan mulai melucuti celana dalamnya. Tanpa diperintah pun Leonardo segera menyatukan milik mereka. Tak ada pria yang menyia-yiakan hidangan yang tersuguh di depannya.

"Yes, baby!! More!! Please more!!" rancau Karina pelan, tak ingin semua orang mendengar permainan mereka.

"Baiklah, Kak." Leonardo kembali menggesekkan miliknya, semakin kasar dan dalam masuk ke dalam milik kakak iparnya.

"Aku benar-benar merindukanmu, Leon. Kenapa lama sekali tidak pulang?" tanyanya.

Leonardo tak menjawabnya, malah membayangkan Karina sebagai Jasmine. Sepanjang permainan hanya wajah Jasmine yang muncul. Leonardo benar-benar menginginkan Jasmine. Bahkan kini bercinta dengan wanita lain pun seakan terasa menyebalkan.

"Argh, Leon!! Argh!!"

Setelah bermain cukup kasar dan panas. Leon bergegas merapikan pakaiannya, begitu pula Karina. Wanita itu mengelap sisa keringat dan cairan lengket dari tubuhnya.

"Apa yang kakakku lakukan belakangan ini?" tanya Leonardo.

"Lex akan mendirikan sebuah resort besar, kasino, dan pusat perbelanjaan pada teluk. One stop entertainment place, seperti Palm Island Dubai. Mereklamasi lautan menjadi surga bagi para orang kaya."

"Ah, bukankah itu ilegal? Dulu pemerintah pernah menolaknya karena merusak ekosistem teluk." Leon menyulut kembali sebatang rokok, duduk pada kursi malas.

"Entahlah, yang pasti proyek itu akan segera dimulai," jawab Karina, wanita yang terpaut lima tahun lebih tua dari Leonardo itu bergelayut manja, memeluk Leonardo dari belakang.

"Jangan bermanja-manja, Kak. Keluarlah, kau tak takut Lex mencarimu?"

"Ck, dasar kasar. Tapi entah kenapa aku begitu mencintaimu." Karina mengecup tengkuk Leonardo beranjak untuk keluar dari kamar. Bertingkah seakan-akan tak pernah terjadi apapun di antara keduanya.

Wanita murahan. Dan kenapa juga bayangan Jasmine tak mau hilang?! Brengsek. umpat Leonardo dalam hati.

ooooOoooo

Haya Bellecious jangan lupa VOTE nya! 💋💋💋

Next chapter