34 A JERK

Angin basah mulai bertiup kencang. Dingin. Hujan tak kunjung turun, hanya menyisakan langit mendung di angkasa. Awan-awan kelabu bergerak perlahan tertiup angin. Gemuruh petir mengglegar, didahului dengan kilatan cahaya terang benderang membelah langit. Jasmine mencoba untuk tetap tenang, walaupun nyatanya hati Jasmine sama bergemuruhnya dengan langit mendung saat ini.

"Jadi apa yang ingin kau utarakan, Jasmine?" tanya Albert dengan nada lembut.

"Aku ... aku ...," gagap Jasmine, ia menggigit ujung jarinya. Mencoba untuk tidak panik.

"Bicaralah pelan-pelan, aku akan mendengarkanmu," sahut Albert begitu mendapati getaran pada suara Jasmine.

"Romo, aku menemukan obat pencegah kehamilan pada vitamin yang diberikan Rafael padaku. Aku tak tahu apa alasannya dia menukar isi vitamin dengan obat itu." Jasmine memainkan jemari di pangkuannya.

"Apa? Kau menemukan apa?" Albert tersentak, ia tahu kelakuan Rafael, tapi tak pernah menyangka Jasmine akan menemukannya.

"Obat pencegah kehamilan. Saat itu duniaku langsung runtuh Romo, hatiku sakit dan menderita. Kenapa pria yang begitu kucintai bisa membohongiku. Aku emosi karena El bahkan tak mau memberiku jawaban, saat itu aku yakin dia tak pernah mencintaiku, aku ... aku kehilangan arah, Romo. Aku ... aku mengkh...." Jasmine terdiam, mengambil napas panjang sebelum mengatakan dosanya yang mengkhianati Rafael dengan tidur bersama Leonardo.

"Kau apa? Apa yang kau lakukan, Jasmine?" tanya Albert sabar, ia menunggu Jasmine kembali berkata-kata.

"Aku, meng—"

Tringgg!!!

Bunyi ponsel Jasmine membuat keduanya terdiam. Jasmine gugup, ia bergegas mengambil ponsel di dalam tasnya. Hendak mematikan panggilan, tapi ternyata dari kantornya. Lebih tepatnya, dari atasannya yang terkenal tak sabaran itu.

"Romo, bisa saya izin mengangkat panggilan ini sebentar?" tanya Jasmine.

"Silahkan." Albert mempersilahkan Jasmine mengangkat panggilan itu karena sepertinya penting.

"Halo, Pak Sam, ada apa?" sapa Jasmine lirih.

"DI MANA KAMU SEKARANG, HAH?!" Bentak Samuel di ujung telephon, membuat Jasmine harus menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Sa ... saya ada di gereja, Pak," jawab Jasmine takut-takut.

"Ngapain?? Ngaku dosa??!" Nada suara tinggi membuat Jasmine berjengit.

"Ba—bagaimana Anda tahu, Pak?" Jasmine terperangah.

"Jadi benar??! DASAR PENCURI!! Kembali ke kantor sekarang!! Atau aku pecat!" Ada Nada Amarah dalam intonasi Samuel.

Tut ....

"Hallo, hallo, Pak ... Hallo!!" Wajah Jasmine mengeryit kebingungan. Kenapa tiba-tiba atasannya berteriak padanya? Pencuri?! Memangnya Jasmine mencuri apa?

Ya Tuhan, apa yang terjadi?! Jasmine bergegas membereskan barang-barangnya.

"Ma ... maafkan saya, Romo. Ada hal mendesak yang harus saya selesaikan di kantor. Terima kasih atas waktunya. Tuhan memberkati." Jasmine bergegas, ia bahkan tak sempat mendengar jawaban salam balik dari Albert.

Tukang ojek yang baru saja mangkal dikejutkan dengan kedatangan Jasmine. Tanpa banyak bicara wanita itu membonceng di belakang ojek.

"Pak, tolong antar saya ke bank."

"Baik, Neng."

"Cepat ya, Bang!" Jasmine menepuk-nepuk pundak abang ojek. Pria tua itu mengangguk dan semakin cepat melajukan motornya. Motor ojek pun menyelip-yelip di antara kendaraan yang terjebak macet.

"Tuan Leon, bukankah itu Nona Jasmine." Kesya menunjuk keberadaan Jasmine dari kaca jendela mobil mereka. Leonardo mengikuti arah jari telunjuk Kesya, benar saja, Jasmine terlihat gusar menunggu lampu merah berakhir.

Lampu hijau menyala, abang ojek langsung kembali tancap gas. Ia tak mau mengecewakan penumpangnya.

"Ini, Bang ongkosnya." Jasmine memberikan uang pada tukang ojek itu. Lalu bergegas pergi ke arah bank.

"Kembaliannya, Neng!"

"Buat Abang saja." Jasmine terus berlari.

Jam transaksi keuangan telah berakhir, namun lobby terlihat riuh. Suara paling keras terdengar dari mulut seorang wanita tua. Jasmine mengenalinya, ia adalah wanita yang ia jumpai siang tadi. Nasabah yang mempercayakan uang kepada Jasmine. Di sekeliling wanita itu ada beberapa kolega Jasmine, Pak Sam dan Kikan yang paling terlihat sebal dalam situasi ini.

"Tenang dulu, Bu! Kita bicara baik-baik, ya!!" Kikan mencoba menenangkan hati wanita tua itu.

"Bagaimana aku bisa tenang?! Aku memberikan uangku ke bank supaya aman, kenapa malah bisa hilang tepat di depan mata?!" Protesnya.

"Saya pasti akan mengurusnya, Bu." Samuel ikut campur tangan, matanya langsung berubah nanar saat mendapati kedatangan Jasmine.

"A—ada apa? Apanya yang hilang?" tanya Jasmine kebingungan.

"Ini dia wanita pencuri!! Kurang ajar!! Aku percaya padamu kau malah mencuri uangku!!" Wanita itu mendekati Jasmine, ia menggoncangkan tubuh Jasmine, membuat Jasmine semakin kebingungan. Siapa yang mencuri uangnya? Jasmine tak menyentuh satu sen pun uang milik nasabah itu.

"Ini, Pasti salah paham, Bu. Saya tidak mencuri uang Ibu." Jasmine memelas, ia benar-benar memberikan tiga puluh juta secara genap ke tangan Kikan.

"Benarkah? Lalu kenapa di dapati ada setoran bank senilai tiga juta dari rekeningmu ke rekening ibumu? Jumlahnya sama dengan nominal milik nasabah ini yang hilang!" Samuel melemparkan print out rekening Jasmine ke depan wajahnya. Jasmine terperangah, ia mendapatkan uang itu dari penjualan gaun milik Leonardo, bukan dari hasil pencurian.

"Kak Kikan tolong aku, bukankah kau yang menerima uang dari tanganku?!" Jasmine memohon kepada Kikan untuk menolongnya.

"Kau menuduhku? Aku dari tadi duduk di samping teller. Aku langsung menaruh uangnya di samping meja!! Benarkan?" Kikan bertanya pada teller penerima uang.

"Benar," jawabnya.

Air mata Jasmine mengalir deras, ia tak tahu bagaimana lagi cara menjelaskan hal ini. Sungguh ia tidak mencuri uang nasabah itu. Tapi seluruh manusia yang berada di dalam ruangan ini seakan sedang menuduhnya, merundungnya sebagai seorang pencuri.

"Dasar Pencuri!! Aku akan melaporkanmu ke polisi!!" Tuding wanita tua itu.

"Ibu, jangan!! Jasmine mohon!! Bukan Jasmine yang mencurinya. Bukan!!" Jasmine bergeleng, ia mencekal tangan nasabahnya itu, memohon kebijaksanaan wanita tua itu sekali lagi.

"Kita bicarakan baik-baik, Bu! Jangan bawa-bawa polisi, ya!" Samuel berusaha menenangkan wanita tua itu, kalau ada pencurian di dalam banknya terdengar, sudah pasti semua nasabah akan was was menaruh uang mereka di bank ini.

"Hatiku tidak tenang kalau tidak menghukum wanita hina ini." Ia mendorong Jasmine yang masih menangis di bawah kakinya, Jasmine terjungkal ke belakang. Kikan menyeringai saat melihat Jasmine.

"Saya akan memecatnya, Bu! Saya akan memecatnya!" Samuel berusaha memberikan hukuman bagi Jasmine, menunjukkan pada nasabah dan memperoleh kepercayaannya kembali.

"Pak!! Saya tidak bersalah!! Saya tidak mencurinya!!" Jasmine menatap sayu pada atasannya itu, mata Jasmine merah nanar karena air matanya terus tumpah keluar.

"DIAM!! DASAR PENCURI!! Bereskan barang-barangmu sekarang!! KAU AKU PECAT!"

"Dia memberi ibu dan adiknya makan dengan uang panas, tak kusangka." Cibir teman-teman Jasmine yang menonton kejadian itu.

Jasmine menelan ludahnya berat. Dengan perlahan ia bangkit, mengepalkan tangan dan bertekat untuk tidak menyerah. Bukan dia yang mencuri uang nasabah itu, Jasmine memang miskin, tapi ia tak pernah mencuri. Apa lagi memberi keluarganya makan uang hasil curian.

"Aku tidak pernah mencuri!!" jerit Jasmine, namun yang ada mereka tambah mencibirnya.

Jasmine berlalu, ia membereskan semua barang-barangnya masuk ke dalam kardus bekas air mineral. Jasmine mengusap air mata, ia harus tegar, harus kuat. Kalau memang tak bersalah, tak ada yang perlu di tangisi.

Jasmine kembali ke lobby, ia menatap tajam ke arah para koleganya dan berhenti di depan Samuel.

"Aku bukan pencuri!!"

"Dan kau ...!" Jasmine menunjuk ke arah Kikan.

"Aku kenapa?" Kikan melipat tangannya di depan dada.

"Kau pasti irikan padaku!! Jadi melakukan semua ini!" Jasmine menuding Kikan.

"Jaga mulutmu!! Atas dasar apa kau menuduhku? Mana buktinya, aku punya saksi di sini!!" Kikan menantang Jasmine, ia menyodorkan sang petugas Teller.

Ucapan Kikan membungkam Jasmine, tapi ia sangat yakin bahwa wanita itu pasti ingin menyingkirkannya saat teringat ucapan Sisca tempo hari. Jasmine merebut tempatnya, merebut posisinya di hadapan Leonardo.

"Dasar pencuri! Bukannya mengakui salah dan meminta maaf malah menuduh orang lain!" teriak nasabahnya.

"Aku tak pernah mencuri!! Dan aku tak akan meminta maaf atas apa yang tidak pernah aku lakukan." Jasmine menatap nanar pada wanita tua itu.

Plok Plok Plok !!

Suara tepukkan tangan terdengar. Sontak semua mata memandang ke arah sumber suara. Alangkah terperanjatnya mereka mendapati siapa yang datang.

Yah, dia memang wanitaku! Harus kuat sepertiku! Leonardo melangkah masuk, ia melihat Jasmine menenteng kardus berisi barang-barangnya.

"Tuan Leon?!" Semuanya keheranan dengan kedatangan Leonardo.

"Mau apa kau kemari?!" cerca Jasmine dengan galak.

"Menolongmu!"

"Aku tak butuh pertolonganmu!!! Semua ini terjadi karena aku mengenalmu, Pria Brengsek!!" Jasmine melotot galak ke arah Leonardo. Tanpa ragu wanita itu melangkah keluar dari gedung bank, sudah kepalang dipecat, mau apa lagi ia di sana, tak ada gunanya juga. Semua tak akan mendengar suaranya, tak akan mendengar alasannya. Jasmine menyenggol kasar bahu Leonardo dengan bahunya sebelum pergi. Merasa sebal pada pria arogan itu, hidupnya kacau semenjak mengenal Leonardo. Tak ada yang berjalan dengan baik, tak ada yang berjalan dengan mulus.

"JERK!!" umpat Jamine lagi lalu keluar dari pintu utama lobby bank.

Leonardo menyeringai, ia tak keberatan bila harus mendengar umpatan keluar dari bibir tipis wanitanya itu. Dia hanya keberatan dengan kata-kata kasar yang keluar dari bibir para bedebah di depannya saat ini. Yang dengan kasar menuduh wanitanya mencuri.

"Mari kita pikirkan hukuman apa yang layak untuk kalian semua." Leonardo mengelus dagunya.

ooooOoooo

Ea ... Ea .... Ea ....!!

Leonku datang.. huis, bikin gemash

😍💋💋😍

Vote donk! Biar belle semangat

Makasih

😌

avataravatar
Next chapter