webnovel

8

Aku mendapati Daniel duduk sendirian diperpustakaan. Dia tampak serius membaca buku yang ada didepannya. Aku menghampirinya karena jarak antara dia duduk tidak jauh dari tempatku berdiri.

"Hai Daniel?" Sapaku

Dia menoleh ke arahku, lalu tersenyum setelah tau siapa yang memanggilnya.

"Sedang mencari buku untuk tugas?" Kata Daniel sambil menunjuk buku buku yang kubawa.

"Ya, ini tugas kimia. Ada beberapa hal yang tidak kumengerti." Jawabku

Aku memang tidak begitu pintar dalam kimia. Tapi setidaknya pelajaran kimia lebih mudah dibanding kalkulus.

"Mau kubantu mengerjakan tugasmu itu?" Tanya Daniel lagi

"Aku akan senang jika kau membantuku. Tapi aku takut menganggu belajarmu." Aku mengarahkan pandanganku ke buku2 yang dibuka Daniel dan beberapa catatan miliknya juga.

"Tenang saja, aku hampir selesai. Kau bisa membuka tugasmu itu sambil menunggu aku selesai."

"Baiklah, aku akan menunggu."

Daniel kembali serius mengerjakan tugasnya. Aku hanya meletakkan buku yang kubawa dimeja dan mengamati tugas yang dikerjakan Daniel. Aku terkejut dengan pandangan tak percaya. Itu pelajaran Kalkulus! Aku bahkan belum pernah melihat rumus2 yang dia kerjakan. Dia mengerjakan soal2 itu dengan jelas dan rapi. Dia pasti pintar sekali di bidang kalkulus.

Aku masih takjub mengamati tulisan Daniel sampai menggeser tempat dudukku lebih dekat dengannya hanya untuk melihat soal2 yg dikerjakan Daniel. Bahkan aku tak menyadari dia sudah selesai.

"Jennie?" Panggil Erick

"Oh maaf aku hanya takjub dengan jawaban2 yang kau kerjakan itu. Bagaimana kau bisa melakukannya?" Tanyaku penasaran

"Aku hanya melihat rumus dibuku dan mengerjakannya."

"Kau benar2 jenius Daniel. Tak mudah mempelajari kalkulus hanya dengan membaca rumusnya saja. Aku lebih memilih tidur daripada harus membacanya saja."

Sebenarnya aku ingin protes kepada orang yang menciptakan kalkulus ini. Tapi sayangnya orang tersebut sudaj beristirahat dengan tenang di surga.

"Kalkulus itu mudah jika kau mengerti kata kuncinya."

Daniel menunjukkan beberapa rumua kalkulus yanh sudah diajarkan oleh Ms. Kimberly minggu lalu. Daniel menjelaskan trik2 yang mudah agar aku tak kesulitan mengerjakannya. Aku merasa lebih paham dijelaskan Daniel daripada Ms.Kimberly.

"Jadi apa kau masih berpikir kalau kalkulus itu sulit?"

Aku menggelengkan kepala sambil berkata." Sekarang aku sudah paham semuanya. Aku berterima kasih padamu. Oh ya tugas kimiaku. "

Aku menanyakan beberapa bagian yang tak kumengerti. Dia menjelaskan semuanya dengan jelas dari awal. Aku menuliskan apapun yang diajari Daniel kepadaku. Sekarang tugasku sudah selesai semuanya dan tinggal mengumpulkan saja. Aku menghela napas lega dan meletakkan kepalaku diatas meja.

"Cute." Kata Daniel sambil menatapku

"Apa maksudmu?" Tanyaku masih dengan posisi kepalaku dimeja

"Kau sering dibicarakan oleh tim sepak bola kami. Kamu populer Jennie."

Aku populer di tim sepak bola? Lelucon yang tidak masuk akal. Aku bahkan tidak mengenal mereka, kecuali Erick dan Daniel.

"Bercandamu tidak lucu Daniel." Jawabku

"Aku serius Jennie. Mereka mengatakan kalau kau itu cantik dan lucu. Mereka jarang melihat gadis kecil sepertimu."

Aku memang terlihat pendek disini. Tinggiku hanya 160 cm. Diantara Bianca,Sharon dan Melanie, aku termasuk yang terpendek juga. Rata2 tinggi wanita disini 160 cm keatas bahkan 170 cm itu hal biasa untuk seorang perempuan.

"Aku bisa melihat tidak banyak gadis pendek sepertiku disini. Aku bahkan harus menatap ke atas untuk menatap mereka."

"Kau sebaiknya memakai sepatu yang ada hak tinggi."

"Aku tidak bisa memakai sepatu seperti itu. Kakiku pernah terkilir saat memakai sepatu tinggi. Aku tidak ingin mengulanginya lagi."

Aku masih ingat saat aku pergi ke pesta dengan Mom dan Daddy, saat aku berumur 15 tahun. Aku memakai dress panjang dan high hells 7 cm. Aku tetap memaksa memakai sepatunya hingga aku terjatuh sendiri saat berjalan menuju parkir mobil. Untung saja tidak ada orang yang melihatku jatuh. Kecuali Mom dan Daddy. Sejak saat itu aku tidak berani mencoba sepatu high hells.

"Suatu saat kau pasti akan memakai sepatu high hells juga. Jangan menyerah untuk belajar. "

"Ya tapi tidak untuk sekarang. "

"Maaf Jennie. Aku harus kembali sekarang. Sampai jumpa nanti lagi."

"Terima kasih Daniel. Aku berharap bisa membalas budi kepadamu."

"Anggap saja kau berhutang padaku. Dan suatu saat aku akan memintanya kembali." Kata Daniel sambil membereskan buku2nya,

Hari ini aku cukup beruntung karena ada Daniel yang membantuku mengerjakan tugas. Aku berjalan menuju lokerku untuk mengambil beberapa buku. Masih ada 2 pelajaran lagi. Aku kurang sedikit semangat hari ini. Ya aku tidak ditemani oleh Bianca Sharon atau Melanie. Bianca beda kelas denganku. Sharon dan Melanie sekelas tpi tidak denganku juga.

Masih ada waktu sebentar sebelum masuk kelas. Aku akan mengirim pesan pada Mom. Aku ingin mengabari kalau aku baik baik saja disini. Aku ingin menelpon Mom, tapi waktu di Indonesia masih malam. Aku sebenarnya sudah rindu dengan Mom, Daddy dan juga adikku yang berumur 5 tahun. Aku rindu bermain bersama Mike. Dia adik laki2 ku yang menggemaskan.

Aku melihat foto mereka yang kusimpan di handphoneku. Setiap malam sebelum tidur, aku selalu memandangi foto kami sekeluarga. Aku juga tidak bisa mengunjungi keluargaku setiap saat. Ini sudah lintas benua dan bukan antar kota lagi. Masih 5 tahun lagi aku bisa pulang ke Indonesia.

Aku masih berdiri menghadap lokerku yang terbuka sampai seseorang memanggilku dari sampingku.

"Hey Minnie." Sapa seorang laki2 kepadaku, aku sudah bisa menebak siapa yang memanggilky, karena habya ada satu orang yang memanggilku Minnie. Aku melihat Oliver tersenyum ke arahku.

"Mickey, Apa yang kamu lakukan disini?" Tanyaku kaget

"Aku baru akan menuju ke kelasku. Dan aku melihatmu. Kau sedang apa? "

"Oh aku hanya sedang mengambil beberapa buku untuk kelas selanjutnya." Aku segera menutup pintu lokerku

"Kau masuk kelas apa?" Tnyaku lagi

"Kalkulus. Kau sendiri?"

"Sejarah. Oh ya, kudengar kau punya pacar baru." Kataku

"Maafkan aku Minnie. Aku tak bermaksud mengkhianatimu, tapi dia terlalu sulit untuk kutolak."

"Ya, aku tahu. Semoga saja kali ini kau bisa berpacaran serius. Maaf aku harus pergi duluan, bye Oliver." Kataku

"Oke. Sampai ketemu nanti." Jawab Oliver

Aku segera berjalan menuju kelasku sebelum mr. Johnny. Aku melihat Clara dan genk sudah duduk dikursi paling belakang. Tempat duduk itu sudah menjadi tempat khusus bagi mereka. Jadi tak ada satupun yang menenmpatinya.

Walaupun aku menduga kalau Clara akan membully ku tetapi ternyata tidak. Semoga saja selamanya tetap seperti ini. Tentu saja ada resiko aku akan dikeluarkan sekolah kalau aku jadi anak bandel.

Aku memilih tempat duduk agak depan, aku hanya tidak ingin dekat dengan mereka. Selain berisik, mereka juga bersikap tidak sopan dengan guru.

Pelajaran sejarah dimana pun itu membosankan. Aku hanya berharap pelajaran ini cepat selesai. Mendengarkan cerita mr. Johnny seperti mendengarkan lagu pengantar tidur.

"Jennie?" Samar2 aku mendengar suara seseorang memanggil namaku

"Jennie!"

Secara refleks aku menoleh ke belakang dan menatap Lucy. Aku memberinya isyarat ada apa. Dia membenahi kacamatanya sambil mengarahkan pandangannya ke arah depan. Aku bisa melihat sekilas Clara dan genknya menertawakanku.

Aku bisa merasakan kehadiran seseorang disamping kananku. Bagus Jennie, kau mendapat masalah. Demi Jenggot Merlin! Aku tertidur dikelas! Siapapun disini yang ketahuan tertidur akan mendapat hukuman.

"Apakah kau sudah bermimpi jalan2 ke pantai Miss Jennie?" Sindir Mr.Johnny. Seluruh kelas menertawakanku. Sedangkan aku menahan malu dengan tersenyum getir.

"Aku ingin kau keluar dari kelasku sekarang." Kata Mr.Johnny lagi

"Baik, Mr. Johnny." Jawabku sambil memberesi bukuku dimeja. Aku segera keluar dari kelas sebelum aku diperintah dua kali. Ini rekor pertama sejak aku masuk di Kingsley High School mendapatkan usiran dari guru. Aku merasa ini adalah kesempatanku untuk mendapat waktu tambahan bebas sebelum jam istirahat dimulai. Didalam kepalaku muncul ide untuk jalan - jalan di koridor sekolah.

Sekolah ini menurutku terlalu luas. Selain ruangan kelas, sekolah ini punya semua fasilitas yang dibutuhkan. Untuk ruang klub juga punya ruangan sendiri sendiri. Aku berjalan jalan menyusuri koridor lalu mataku tak sengaja melihat Erick sedang dikelas. Dia duduk dikursi pojok belakang dengan Daniel dan Peter. Mereka terlihat serius mendengarkan penjelasan seorang guru wanita berambut pirang, aku tidak tahu siapa namanya dan belum pernah melihat guru itu.

Aku menemukan fakta yang tak terduga tentang mereka. Kukira mereka hanya seorang yang terkenal saja tanpa punya sikap. Seperti Clara dan genknya. Bahkan Daniel sendiri juga kelihatan pintar. Aku merasa kadang hidup ini tidak adil. Kenapa ada orang yang tampan, pintar dan baik seperti Daniel. Sedangkan aku semuanya rata - rata. Paling tidak aku ingin IQ ku bertambah.

Cukup lama aku mengamati mereka, sampai Peter tak sengaja menoleh ke arah jendela keluar. Dia tampak terkejut melihatku yang tiba tiba ada diluar. Aku hanya tersenyum kepadanya. Sedangkan Erick dan Daniel juga ikut melihat ke luar jendela karena melihat peter tersenyum ke arahku. Mereka juga kaget melihatku berdiri diluar kelas.

Aku hanya menyeringai kepada mereka lalu mengatakan 'sampai nanti' tanpa suara. Aku segera pergi dari tempat itu sebelum guru menyadari keberadaanku. Kurang 5 menit lagi jam makan siang. Akhirnya, aku tidak harus menahan lapar lebih lama lagi.

Lagi - lagi namaku dipanggil orang, tapi kali ini aku bisa menebak siapa yang memanggilku barusan. Aku berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang. Daniel mendekatiku setengah berlari.

"Kenapa kau tadi ada di luar kelasku?" Tanya Daniel penasaran

"Oh, aku tadi keluar dari kelas dan iseng jalan - jalan lalu tak sengaja melihat kalian dikelas." Jelasku

"Kau tidak apa- apa?"

"Ya, aku baik baik saja. Lagipula ini kesalahanku karena tertidur di kelas. Dimana yang lain?"

"Mereka masih dibelakang. Kau lapar kan? Ikutlah denganku." Kata Daniel sambil menggandeng tangan kananku. Kami berjalan melewati koridor dan tempat loker. Bukannya aku keberatan dengan ajakannya. Tapi ini adalah jam istirahat dan anak- anak lain melihatku bergandengan tangan dengan Daniel. Perlu aku ingatkan lagi, Daniel bukan sekedar laki - laki biasa, dia adalah The Boys. Terutama para gadis yang menatapku seperti singa yang bersiap menerkam pemburu.

Daniel membawaku ke tempat parkir mobil. Aku melepas gandengan tangannya dan bertanya," Kita mau kemana?"

"Percayalah padaku. Kau pasti akan suka."