1 Semua di awal

Seorang gadis kecil memandangi rintik -rintik hujan dari balik dangau di tengah-tengah persawahan, sawah itu terletak di sebuah perkampungan yang jauh dari jalan poros desa, memasuki jalan setapak perkebunan milik warga, kampung itu bernama dusun Berdikari terletak di kelurahan Mendayun Oku Timur sumatera Selatan.

Hujan yang seakan tiada tanda tanda untuk mereda seolah mengamuk pada sang bumi menerjang membabi-buta penuh amarah menimpa garang pada atap rumbian dangau itu, bahkan tetesnya membuat pematang sawah semula lembab kini bertambah basah dirangkul lumpur walau ritme butiran nya teratur tetap menggoyah benteng keberanian gadis kecil belum lagi sangat hujan digandeng angin yang cukup ganas bertiup penuh nafsu sehingga membuat dangau empat kaki itu sedikit bergoyang satu dua orang petani berhamburan meninggalkan area persawahan bahkan ada yang sampai tunggang langgang tergelincir bermandikan lumpur, mendung semakin tebal, nun dari jauh nampak simbok petani terseok-seok berjalan di atas pematang sawah mendatangi dangau, di tengok nya gadis kecil itu serayan berujar

'run, belum dijemput bapakmu? dilihatnya nampak menggigil si gadis kecil didalam, ada rasa iba dihatinya karena anak seusia runi sepatutnya bermain bersama teman sebayanya ini tidak, malah sudah dipaksa bekerja menunggu burung disawah, menuju maghrib biasanya baru dijemput

'belum mbok, nanti biar Rurun pulang jalan kaki, tunggu hujan reda, kalau Run pulang sekarang sampe rumah bisa dicambuk nyai' jawabnya menghiba. simbok menangis tertutup, meratapi nasip gadis kecil 7th itu.

'yawiss, simbok duluan ya... ' pamitnya iba

'iya mbok, ' sahut runi sembari mengangguk kan kepala

Tubuh simbok perlahan beranjak menjauh dari dangau, tenggelam bersama derasnya hujan

petir dan kilat sambar menyambar makin membuat takut setinggi gunung dempo dihati runi, komat kamit bibir tipis mungil itu mengucapkan kalimat namun berkali-kali di ucap, seperti sebaris do'a

"Bismillahirrahmannirrahiim, Allahumma la taqtulna bi ghadhobika wala tuhlikna bi a'zabika wa a'fina qobla zalika....

artinya :

"Ya Allah, jangan bunuh kami dengan murka-Mu, dan jangan binasakan kami dengan azab-Mu, dan maafkanlah kami sebelum itu."

tiada henti mulut kecil nya melafazkan dengan bibir yang bergetar menggigil menahan dingin, mungkin pemilik alam iba pula melihat gadis tersebut ditandai dengan melemahnya amukan semesta petir, guntur dan kilat guruh gemuruh bersamaan memahami perlahan mereda diikuti angin yang melembut merangkul hujan dan menyeka bulur-bulirnya dengan kehadiran matahari.

Seruni, begitu dirinya disebut mulai membuka tas nyaman nipah berbungkus kantong kresek didalamnya ada arloji saku vintage pocket watch jam peninggalan Almarhum buyutnya, benda yang diniatkan setelah hujan akan ditengok nya.

jarum mungil menunjukkan pukul 15:15 wib, perut nya mulai terasa keroncongan, perlahan tubuhnya beringsut turun sepasang kaki mungil menjejak tanah licin kepala memutar seperti ada yg dicari

kemudian netra bening itu menemukan benda tajam, untuk kemudian dahan mulai bergoyang

"brelll.... " sedompol ubi kayu berhasil dicabutnya dengan bantuan benda tajam tadi yang tak lain adalah cangkul

setelah umbi dibersihkan seruni mulai mengumpulkan kayu, namun untuk mendapatkan kayu kering pastilah sulit apalagi hujan cukup besar tadi dedaunan kering pun hampir mustahil didapat, namun cuaca sekarang cukup mendukung matahari masih bersinar cukup untuk mengeringkan ranting-ranting pohon

dia mulai memilah-milah kayu mana yg mudah kering dan mudah menyala tanpa bantuan korek api, meskipun dia membawa pematik, selain kayu dia juga mengumpulkan dedaunan yg mudah kering

setelah semua bahan bakar terkumpul, mulailah tangan mungil itu menata ditempat yang bnyak terkena sinar matahari...

Beberapa saat kemudian api mulai menyala, potongan-potongan umbi mulai dimasukkan dalam bara api, meliuk melambai merah nya terasa panas

Angin pun ikut memainkan putaran kecil disekitar api.

seruni menunduk memain-mainkan ranting disekitar api matanya awas harap cemas dengan perut yang mulai merintih perih, entah kenapa dia cepat sekali lapar apa karena hujan deras tadi...

tak menunggu waktu lama, umbi pun matang terlihat dari tangan mungil tengah mengais bara menggunakan ranting yang sedikit lembab

cepat-cepat dibawanya naik ke danau bambu asap mengepul dari umbi yang dibelah nya, isinya putih terasa harum menggugah cacing diperut mulai meronta-ronta, seruni membuka tas karung gandum jahitan ibunya didalam situ ada banyak ramuan rahasia yang diam-diam diambilnya dari dapur

'garam' kresek kecil berisikan butiran-butiran putih dan kresek satunya berisikan 'cabai'

asin dan pedas ditabur diatas umbi kayu yang masih berasap tadi, lalu mulailah dicomot nya si umbi kemudian dicocol pada garam dan cabai yang sebelumnya sudah di giles asal-asalan agar tercampur menjadi satu tak lupa penyedap rasa ukuran mini dibawanya pula, 'miwon' begitu merk dari penyedap rasa tersebut...

Selang berapa menit, tandaslah sang ubi kayu, perut terasa lega hilang sudah perih yang disebabkan oleh lapar,

kembali dilirik nya Arloji saku tua, jam sudah menunjukkan pukul 16.35

'biasanya ayah jemput jam 5, setengah jam lagi' gumannya berseri-seri, ia ingin segera pulang dan mandi, lalu belajar bersama ketiga saudara/saudarinya

seruni adalah anak terakhir dari empat bersaudara, biasanya mereka memang membagi tugas jaga burung di sawah karena sebentar lagi akan panen, selepas pulang sekolah pasti semua anak memiliki porsi masing-masing, misalnya kakak perempuan pertama yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas 3 akan menjaga burung hari senin, kakak perempuan kedua akan menjaga burung pada hari selasa, kemudian hari rabu adalah kakak laki-laki nya, dan terakhir hari Kamis tugasnya lalu bagaimana hari Jum'at, sabtu dan minggu apakah tidak ada yang datang ke sawah? tentu ada yaitu kedua orang tua mereka. saat ini pun saudara/saudari nya pun tengah bekerja gembala sapi, cari lauk, dan menjaga rumah bersama nenek yang mereka panggil 'Nyai' si penguasa rumah, pemilik rumah dimana kami semua numpang berteduh dirumahnya, ibu seruni pasti saat ini tengah bekerja di kebun orang menjadi buruh tanam, buruh rumput Tuan tanah di kampung sebelah, ayah seruni pun dini hari pukul 03:00 WIB mencari ikan untuk dijajakkan, lalu pulang pukul 07:30 WIB, pukul 08:00 WIB berangkat mengantarkan beras ke daerah trans dengan menunggangi motor honda CGN 110 biasanya pulang pukul 11:00 WIB, beliau membuka bengkel dirumah sampai pukul 14.30, dan berangkat ke pangkalan ojek dipinggiran sungai komering pukul 14:35 WIB, saat akan pulang barulah beliau menjemput anaknya disawah. anehnya tidak ada yang protes ataupun merengek, apalagi seruni kecil bahkan tidak ambil pusing dengan ejekan teman sebayanya menurutnya selagi tidak minta makan dari mereka, itu bukan hal yang penting.

keadaan sekitar sunyi lengang, tiada kicau atau pun burung melayang, hening seolah para mahluk ciptaan Allah SWT tengah masuk ke sarang nya, menarik selimut rumput dan menutup daun pintu ranting mereka, sesekali burung seriti dan manyar berkelebat di udara membelah keheningan, tk lama suara deru lembut kendaraan roda adua memecah heningnya persawahan, nampak laki-laki hampir paruh baya namun terlihat gagah berwibawa dengan wajah penuh karisma turun dari tunggangannya...

'Ayah..... ' sambut seruni kecil, tersenyum menunjukkan giginya yang berbaris rapi

'ayok pulang, " ujar laki-laki yang disebut seruni Ayah

'kita bawa kelapa yah, tadi kan hujan runi dapat banyak kelapa... " Rupanya kebun didekat sawah itu milik mereka, tak luas namun banyak tumbuhan bermanfaat didalamnya, ada juga pokok cabai dan terong, ayah seruni mengangguk dan tersenyum sumringah, sungguh hatinya sangat bersyukur memiliki anak yang luar biasa berbakti padahal tak sebanding dengan usia nya yang masih sangat dini

kompak mereka menyusun kelapa dan di buka sedikit kulitnya untuk dijalin dengan kulit kelapa yang lain

tak lama berselang Honda CGN 110 itu sudah melaju membelah jalan dusun Berdikari...

avataravatar
Next chapter