webnovel

Bab 1 : bebaskan sandera

Disebuah hutan yang gelap, hujan membasahi setiap mahluk yang berada didalam hutan. Air mengalir dengan deras, petir menyambar dimana-mana, dan banjir. Dua orang dengan tinggi sama sedang berlari melewati medan dalam hutan, wajah mereka dipenuhi dengan loreng hitam dan penuh dengan basah. Mereka membawa sebuah tas besar, senjata api, dan peralatan lainnya. Mereka berlari dengan cepat, melompati setiap pohon yang tumbang, lumpur yang tergenang, dan bebatuan.

Keduanya berhenti berlindung dibalik pohon, lalu salah satu dari mereka memberikan aba-aba dan waspada. Didepan mereka ada sebuah rumah tua, gelap, bahkan sebagiannya sudah mulai runtuh. Mereka berdua mulai bergerak menuju rumah tersebut. Dengan gerakan perlahan, senjata mengarah kedepan, mereka bergerak senyap menuju pintu dan masuk.

Mereka menjaga satu sama lain, bergerak menuju sebuah lorong-lorong kecil, membuka pintu satu-satu. Setelah semuanya mereka pastikan kosong, mereka duduk disebuah ruangan yang ada bekas bangku dan meja yang patah.

Kedua pria ini adalah tentara yang sedang menjalani tugas, tetapi mereka terputus kontak dengan markas karena sebuah cuaca.

Orang pertama

Nama : Beno

Umur : 32

Keahlian : Bela diri, ahli spionase, Taktik Militer, Penembak Runduk.

Ciri-ciri : memiliki sebuah luka pada pipi kanan, mempunyai badan berotot, dan tinggi 187cm.

Orang kedua

Nama : Giro

Umur : 27

Keahlian : Bela diri, ahli spionase, penembak runduk, ahli dalam mencari informasi, dan mudah berteman.

Ciri-ciri : tubuh berotot, memiliki penampilan muda, memiliki tinggi 188cm.

"Kapten, menurut peta, kita harusnya sudah dekat dengan tujuan. Tetapi mengapa medannya agak berbeda dengan yang dibahas sebelumnya?" Giro sedang melihat sebuah peta yang dia keluarkan dari kantong bajunya.

"Mungkin karena badai. Baiklah, beristirahat sebentar dan ketika sudah teduh kita lanjutkan." Beno menjawab dengan santai dan melihat peta juga, dia menyandarkan tubuhnya didinding.

"Waktu kita terjun tadi, aku melihat beberapa petir aneh. Apa kamu juga melihatnya kapten?"

"Tidak pasti. Aku saat itu sedang memejamkan mataku, rasanya nikmat sekali terjun pada malam hari."

"Sayang sekali kapten, padahal pemandangan tadi sangat keren. Tetapi mengapa tubuhku tadi seperti terkena gelombang, seperti saat menyetel lagu kencang dengan bass" Giro membersihkan senjatanya, juga mengecek peralatan elektronik lainnya.

"Aku juga merasakan itu, dan saat itu kita hampir tiba didarat."

"Benar, rasanya agak aneh kapten."

"Giro, kita bergantian istirahat setiap 20 menit, atau bila hujan reda kita segera bergerak."

"Baik kapten, serahkan saja padaku."

Beno mulai duduk tenang dan menikmati istirahatnya, sedangkan giro mulai berjaga dan memperhatikan sekitar. Sepanjang malam hujan tidak ada tanda-tanda akan reda hingga subuh tiba. Dengan itu, beno dan giro bergerak lagi keluar dari rumah. Udara pagi hari membuat mereka penuh energi bergerak melalui pepohonan, hewan kecil juga terlihat berkeliaran didalam hutan.

Siang hari, beno dan giro berhenti dipinggir sungai, mereka beristirahat sejenak sekaligus membenarkan arah kompas.

"Seharusnya kita sudah tiba di titik ini, tetapi kenapa dipinggir sungai?" Beno duduk mencocokkan arah kompas dan peta, sedangkan giro sedang minum air sungai.

"Apa karena kesalahan tim satelit?" Giro menghampiri beno membawakan air minum. "Aku mencoba menghubungi markas lagi kapten."

"Baiklah." Beno menerima air minum dan meminumnya.

"Markas pusat, disini tim serigala." Giro mengeluarkan sebuah telepon satelit untuk menghubungi markas mereka.

"...."

"Serigala pada markas pusat?"

"...." Tidak ada jawaban dari telepon, dan giro terus mencoba selama 5 menit.

"Jika seperti ini, kita dianggap serigala hilang" beno sedang duduk santai sambil melihat giro yang masih mencoba menghubungi markas.

"Kita benar-benar hilang kontak dengan markas. Bagaimana selanjutnya kapten?" Giro memandang kearah beno yang bersandar dipohon dan mencatat sesuatu pada sebuah kertas.

"Sementara kita mencari tempat untuk ditinggali, lalu mencari beberapa informasi mengenai wilayah ini."

"Apa kita mencari pemukiman?"

"Tidak, terlalu berisiko dengan pakaian kita sekarang. Apalagi kita tidak mengetahui, apakah ini negara yang kita tuju. Jadi, sebaiknya kita mencari penyamaran dulu."

"Baik, dimengerti kapten."

Giro duduk kembali seraya mengecek beberapa perlengkapan yang dia bawa, selain itu juga memastikan kondisi peralatan elektronik.

"TOLONG!!!" Sebuah teriakan terdengar dengan jelas oleh Beno dan Giro, mereka refleks menengok kearah sumber suara.

Mereka berdua berdiri lalu mengangkat senjata menuju arah suara. Mereka berlari dengan cepat menuju sebuah tempat didalam hutan, dimana ada pemandangan yang tidak baik.

Seorang wanita yang dikepung oleh empat pria berbadan besar, wanita ini terlihat sangat ketakutan dan menangis. Salah satu dari keempat pria itu memegang kedua pergelangan tangan perempuan, lalu yang lain berusaha menelanjanginya.

Beno dan Giro melihat kejadian itu langsung bertindak, mereka mendekati secara senyap dan mulai memukul dan mematahkan leher dari ketiga pria. Gerakan mereka begitu cepat, bahkan ketiga pria itu tidak menyadari mereka mati karena kenapa?

Kini, hanya tersisa satu pria yang sedang memegang perempuan tersebut. Pria itu mengancam dengan sebuah pisau kecil dileher sang wanita, lalu berbicara dengan bahasa yang tidak dipahami oleh beno dan giro.

Sang perempuan menjadi semakin takut melihat pisau tajam berada dilehernya. Beno tidak ingin berlama-lama, dia memberikan aba-aba kepada giro dengan gerakan tangan dileher. Giro mengarahkan senjatanya menuju kepala pria yang menyandera wanita tersebut, dor! Suara terendam seperti letusan angin keluar, saat itu pula pria dengan pisau jatuh lemas.

Wanita itu terjatuh duduk, matanya terbelalak menunjukkan keterkejutan sesaat. Lalu dia melihat kearah beno dan giro yang sedang mengecek denyut nadi para pria tersebut. Wanita ini memiliki rambut panjang, mata biru, dan berpakaian gaun coklat layaknya perempuan abad pertengahan. 

"T-TOLONG KELUARGAKU!!" Wanita ini merangkak menuju kaki beno, dia terlihat sangat sedih dan terus menangis memeluk kaki beno.

"Nona tenanglah, ceritakan perlahan." Giro berjongkok disampingnya mencoba untuk menenangkan sang wanita.

"T-tolong ayah dan ibuku! M-mereka sedang serang oleh bandit!"

"Nona tenanglah! Tenangkan diri, berbicaralah secara jelas. Berapa orang yang di tawan, dan berapa orang yang menyerang kalian?" Ucap giro yang akhirnya membuat wanita itu sedikit lebih tenang, lalu napasnya mulai teratur.

"Ada delapan orang termasuk ayah dan ibuku, sisanya warga desa yang tertangkap."

"Dimana lokasinya? Berapa jumlah bandit yang kamu tahu?" Beno berjongkok juga setelah wanita ini agak tenang.

"Disana! M-Mereka banyak!" Wanita ini menunjukkan arah pepohonan.

"Minumlah sebentar, kamu sepertinya kelelahan." Beno memberikan botol minumnya dan perempuan itu agak ragu untuk meminum. Namun, dia benar-benar lelah dan haus, dan meminum semua air di botol beno hingga habis.

"Siapa namamu?" Giro bertanya setelah melihat wanita ini agak tenang.

"Namaku hilis, aku tinggal disebuah desa dengan kedua orang tuaku, tetapi hari ini bandit menyerang desa kami dan merampas semua harta warga desa!"

"Bagaimana ciri-ciri bandit ini?" Beno memastikan beberapa hal, seperti senjata yang dipakai para bandit.

"Mereka memakai pedang dan kapak, lalu ada juga yang menggunakan panah, dan ada pengguna sihir."

"Sihir?" Beno dan Giro serentak saling memandang satu sama lain.

"Bagaimana dengan sihir?"

"Salah satu dari bandit mengeluarkan api dan membakar rumah-rumah warga."

Sihir yang mereka yakini hanyalah sebuah fantasi, sebuah hal yang tidak nyata dan tentu saja mereka hanya menganggap wanita ini hanya salah lihat. Mungkin saja hanya sebuah panah yang dibaluti api dan dia salah lihat mengira itu sihir.

"Baiklah, bawa kami kesana, tetapi ketika mau sampai segera bilang."

Mereka akhirnya berjalan menuju sebuah arah yang dituju hilis menuju kedalam hutan dengan terburu-buru. Meski begitu, beno dan giro mengikutinya dengan kecepatan sama dengan hilis. Hilis masih terlihat panik dan menunjukkan ekspresi khawatir.

"Itu! Disana!" Hilis menunjukkan sebuah tempat yang sudah hangus terbakar, juga ada beberapa orang berkeliaran. Mereka bertiga melihat dari perbukitan dan berlindung dibalik semak-semak.

"Kapten, ada sekitar 10 orang lebih." Giro meneropong kearah  beberapa rumah yang terbakar, dan banyak orang berkeliaran ditengah-tengah lapangan.

"Status?"

"Tidak ada senjata api."

"Baiklah, yang perlu di waspadai para pemanah. Kita turun dan menyelamatkan sandera." Beno menguarkan senjata dan pistol, ia mengecek semua pelurunya.

"Siap, dan hilis tunggu disini."

"Tidak! Aku ingin ikut! Aku ingin melihat ibu dan ayah." Hilis memandang kearah Giro yang juga melihatnya.

"Hei! Tunggu dan diam! Kau ikut hanya menghambat kami." Beno tidak ingin melakukan hal konyol, dia tidak ingin terhambat oleh orang yang keras kepala.

Hilis hanya diam setelah dibentak beno yang mulai menuruni bukit.

"Tunggu kami disini, dan tenang saja, orang tua dan warga desa akan kami selamatkan. Jadi, tunggu disini." Giro mengikuti beno yang sudah mulai turun cepat, mereka bergerak dengan cepat seperti terbiasa melakukan pergerakan dihutan.

Hilis, dia bukannya menunggu malah ikut menuruni hutan dan menuju kearah yang sama dengan beno dan giro. Perempuan ini benar-benar keras kepala, dia tidak tahu akan menyusahkan saja.

Beno dan giro sudah mendekati sebuah rumah, mereka bergerak dengan hati-hati serta senyap, bahkan sering beberapa orang lalu-lalang.

Beno memberikan aba-aba kepada giro yang dibelakangnya, mereka berpisah, giro bergerak menyusuri setiap rumah yang tidak ada orangnya. Giro bergerak lagi rumah kedua, dia menemukan ada dua orang yang sedang berjaga dipintu depan. Giro dengan senyap membunuh mereka menggunakan pisau dengan cara menggorok leher keduanya. Ia menemukan beberapa orang yang berada didalam rumah yang terlihat ketakutan ketika giro membuka pintu. Giro membawa menjelaskan kepada mereka secara singkat dan untungnya mereka paham dengan cepat, segera dia bawa keluar rumah dan menuju hutan.

Beno mendekati beberapa orang yang sedang mengobrol disebuah rumah, ia mendengarkan pembicaraan orang-orang ini. Awalnya Beno tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tetapi semakin lama dia mendengarkan, beno dapat mengerti beberapa hal.

"Ahahaha! desa ini mempunyai banyak harta! Kita akan berpesta malam ini!" Terdengar seseorang didalam rumah berbicara dengan bahagia.

"Benar! Sayang sekali kita kehilangan beberapa barang bagus, padahal bisa memuaskan nafsu ini, hahaha!"

"Ngomong-ngomong, kemana mereka berempat? Mereka belum kembali?"

"Ah mungkin mereka sedang berpesta dengan gadis itu, biarkan saja, nanti juga kembali."

"Kurasa benar, ahaha! nikmati minumannya!"

Rumah yang disusuri oleh giro hanya sisa tiga, sedangkan sisanya telah terbakar hangus. Sedangkan beno mendengarkan pembicaraan orang-orang ini disebuah rumah yang agak jauh dari dua rumah lainnya. Giro datang menghampiri beno yang sedang fokus, setelah itu mereka menjauh karena semua sandera sudah dibawa ke hutan.

"Lepaskan! Lepaskan! Lepaskan!"

Baru saja mau pergi, mereka berdua mendengar seseorang berteriak kencang, dan suara itu seperti tidak asing. Mereka mengintip, dan benar saja hilis sedang dibawa paksa oleh dua orang pria.

"Wanita itu, dia tahu bagaiman cara menyusahkan orang." Beno merasa ini akan terjadi, jadi dia hanya bisa pasrah dengan orang keras kepala.

"Hahahaha! Ketua aku menemukan wanita yang lari tadi!" Pria yang membawa hilis berteriak kedalam rumah, lalu beberapa orang keluar agak sempoyongan.

"Hah?! Dimana mereka berempat?" Seorang pria dengan luka di wajahnya terlihat agak mabuk.

"Aku tidak tahu, aku menemukannya sedang bersembunyi disebuah gentong sendirian. Hehehe, ketua bolehkah aku bermain dengannya?"

"Ya ya, ingat sebentar lagi kita harus pergi" sekelompok orang ini kembali masuk kedalam rumah.

"Lepaskan aku bandit sialan!" Hilis memberontak dengan keras, namun sayang dia kalah kuat dengan pria itu.

"Tenanglah nona, jangan agresif kau membuatku semakin bernafsu hahaha!"

Pria itu membawa hilis semak-semak dan memaksa untuk menelanjanginya, tetapi sebelum bisa melakukan itu tiba-tiba pria ini terjatuh dengan kepala dan tubuh yang terpisah.

"Lepaskan! Lepaskan aku!"

"Hei! Hei! Ini aku, kami sudah mengamankan keluargamu!" Giro terlihat menenangkan hilis yang menutupi matanya, lalu setelah mendengar suara giro i berhenti dan langsung menangis serta memeluknya.

"Tenanglah, kau aman" giro menggendongnya menuju sebuah hutan dimana para warga lain yang sudah dia bebaskan.

Sementara itu, Beno berjalan menuju pintu dan melihat sekumpulan manusia hina tertidur pulas. Ia menghitung sekitar sepuluh orang didalam, yang artinya masih ada yang berkeliaran.

Beno lalu masuk dan melenyapkan mereka satu-persatu dengan cara mematahkan leher. Bahkan, tidak ada ekspresi tertentu, ia hanya menunjukkan sebuah ekspresi jijik dengan sekumpulan orang ini.

Beno berjalan keluar rumah lalu menuju ketempat giro berada.

"Whooosh!"

Beno merasakan hawa panas menujunya, ia melompat kesamping untuk menghindari hal tersebut. DUAR! Sebuah ledakan hebat hampir mengenainya. Setelah debu berhenti bertebaran, beno melihat dua orang menggunakan jubah yang juga melihatnya.