webnovel

EPISODE PERTAMA: KEHIDUPAN MENJADI KELINCI PERCOBAAN DIMULAI

Perlahan kubuka kelopak mata ini. Sebuah cahaya yang cukup terang langsung menyerang mataku, sehingga aku tidak bisa langsung membukanya. Setelah mataku menyesuaikan pencahayaannya, aku pun dapat melihat di manakah diriku.

Langit biru yang dihiasi beberapa awan, hamparan rumput yang tidak terlalu tinggi, ada jalan setapak yang panjang sekali. Itulah yang kulihat, sehingga dapat kusimpulkan kalau aku bukan di sebuah kota atau bahkan di duniaku.

Berarti, sekarang, saat ini, aku memulai kehidupan baru. Hidup menjadi kelinci percobaan dari Dewi sadis, di dunia lain.

Entah aku harus sedih atau senang dengan takdir yang kudapatkan ini. Aku benar-benar bingung menentukannya. Aku bisa saja senang, karena dengan begini aku bisa memulai kehidupan baruku di dunia lain seperti cerita-cerita yang kubaca. Sedih pun bisa, karena aku menjadi kelinci percobaan yang entah apa percobaannya.

Aku punya perkiraan. Mengingat Dewi itu adalah dewi yang sadis, maka pasti aku menjadi percobaan hal yang buruk. Seperti memiliki kesialan yang tinggi, dapat menarik perhatian monster, menarik orang-orang jahat agar selalu menyerangku, atau mendapatkan kepekaan rasa yang tinggi sehingga luka goresan kecil terasa seperti luka sobekan besar.

Ah, entahlah, aku tidak mau terlalu memikirkannya. Untuk sekarang, aku nikmati saja. Kalau memang ternyata aku bakal sial sekali, paling-paling aku mati. Lalu, aku bisa terbebas dari status kelinci percobaan.

Tunggu dulu…

Aku kan sebelumnya pernah mati, karena tertusuk oleh perampok yang melarikan diri. Terus, aku dihidupkan kembali dan menjadi kelinci percobaan dewi. Itu berarti, walau aku mati lagi, bisa saja sang dewi menghidupkan kembali diriku dan menjadi kelinci percobaannya sampai beliau puas.

Ah, sepertinya aku tidak boleh menyerah dengan kehidupan baruku ini dan berusaha agar tetap hidup. Agar aku tidak bertemu lagi dengan dewi itu, apalagi sampai mendapatkan siksaannya.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku pun memutuskan untuk memulai perjalanan. Pertama-tama aku ingin menemukan sebuah kota atau desa kecil.

Berjalan di pinggir jalan setapak, karena kalau aku berjalan di sana bisa saja itu adalah jalur untuk kendaraan dan aku berakhir tertabrak. Kalau memang ini dunia lain yang seperti cerita kubaca, maka kendaraannya kereta roda yang ditarik oleh kuda.

Aku memang belum pernah tertabrak oleh kuda, tapi aku bisa yakin hal itu akan menyakitkan. Kalau pun tidak tertabrak, mungkin aku bisa jadi karpet injak kuda.

*truk truk truk

Mendengar suara itu, aku pun berbalik. Dapat kulihat ada seseorang sedang duduk sambil mengendarai dua kuda yang menarik sebuah kereta roda kayu cukup besar dan terlihat mewah. Mungkin saja di dalamnya adalah orang-orang yang kaya.

Kereta roda itu pun melewatiku yang sedang diam sambil memperhatikan. Namun, belum terlalu jauh dariku, kereta kuda itu berhenti. Lalu, pintu kereta rodanya terbuka. Kemudian, meloncatlah seorang pria gemuk pendek bersetelan pakaian mewah dengan rambut coklat hitam mengkilap dengan gaya menurutku aneh.

Pria itu dengan cepat berlari ke arahku. Aku hanya diam saja, karena aku rasa pria itu tidak ada maksud buruk kepadaku.

"Siapa namamu, wahai pemuda?" tanya pria itu dengan terburu-buru, setelah sampai di depanku.

"Ki-Kiki. Namaku Kiki," jawabku.

"Kamu berasal dari mana?"

"Itu… di tempat yang cukup jauh dari sini."

"Apakah kamu mau membuka bajumu?!"

"Hah?!"

"Maafkan atas ketidak sopanan Tuanku, Tuan Kiki."

Perhatianku langsung tertuju kepada orang yang meminta maaf tadi, berdiri di samping pria gendut di depanku. Dia adalah seorang pria berpakaian pelayan laki-laki atau kuketahui namanya butler. Pria itu terlihat sudah tua, terlihat dari rambut putihnya dan wajah cukup berkerut. Walau begitu, kurasa kondisi tubuhnya masih fit, terlihat dari ketegakannya setelah selesai membungkuk untuk meminta maaf.

"Sepertinya Tuan Saya sangat tertarik dengan pakaian yang Anda kenakan, Tuan Kiki," ujar pelayan itu. "Beliau ingin untuk memilikinya agar dijadikan contoh desain pakaian buatan beliau."

"Ah, benar! Benar begitu! Kamu mengerti diriku, Bastian!" ujar pria gemuk itu.

"Suatu kerhomatan disanjung oleh Anda, Tuan Besar."

"Begitu… Tapi, maaf, aku tidak bisa memberikannya."

Kalau aku memberikannya, aku akan berakhir dengan telanjang. Saat nanti malam dan aku masih ada di sini, aku akan masuk angin.

"Aku akan membayarnya seharga se- dua puluh koin emas!"

Oh, jadi dia bermaksud untuk membelinya. Baguslah, kupikir dia akan merebut paksa seragam sekolahku ini.

"Baiklah, aku akan menjualnya. Tapi, aku punya dua permintaan. Pertama, aku ingin pakaian untuk dikenakkan, karena aku tidak punya lagi pakaian. Kedua, antarkan aku ke kota terdekat. Bagaimana?"

"Setuju!" ujarnya cepat, sambil menarik tanganku dan menjabatnya dengan penuh semangat.

Aku pun diantar oleh pria gemuk itu agar masuk ke dalam kereta rodanya. Kemudian, perjalanan pertamaku menaiki kereta roda bernuansa mewah abad pertengahan pun dimulai. Selama di perjalanan, pria gemuk itu berbicara kepadaku dengan ramah. Berkat itu, aku pun membalasnya dengan ramah juga.

Aku memberitahukan kalau aku hanyalah seorang pengelana yang sedang sial karena semua barangku dirampas oleh perampok atau dikoreksi oleh pria gemuk itu sebagai bandit.

Setelah beberapa lama kami bercakap, akhirnya kami sampai di tujuan. Aku pun turun dari kereta roda setelah pria gemuk itu dan mendapati diri di depan sebuah toko yang cukup besar.

"Nah, mari silahkan masuk," ujar pria gemuk itu.

Aku pun masuk dan melihat toko ini dipenuhi banyak sekali berbagai jenis pakaian. Pakaian pria, wanita, anak-anak, terlihat mewah, biasa, dan banyak lagi. Selain itu, di sini juga cukup banyak pelanggan.

"Selamat datang, Tuan Boss," sapa seorang pria berseragam coklat dengan celana hitam panjang kepada pria gemuk itu. "Apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Suruh salah satu anak buahmu untuk menemai Tuan Muda ini untuk memilih pakaian yang diinginkannya. Lalu, kamu datang ke kantorku."

"Baiklah, Tuan Boss. Saya akan menyuruh dulu salah satu anak buahku untuk menemani Tuan Muda itu. Lalu, saya akan ke ruangan Anda."

Pria pegawai itu pun pergi, setelah memberikan bungkukkan hormat kepada pria gemuk itu. Kemudian, pria gemuk itu dan sang pelayan pergi. Namun, sebelumnya dia memberikan sebuah kalimat kepadaku.

"Nah, Tuan Kiki, nanti akan ada pegawaiku yang menemanimu untuk memilih pakaian yang kamu suka. Jadi, tunggu dulu di sini."

"Baik."

Mereka berdua pun pergi. Sedangkan aku, seperti perintahnya diam di sini menunggu salah satu pegawai yang akan menemaniku memilih pakaian.

Tidak lama kemudian, datanglah seorang perempuan berseragam coklat dengan rok abu-abu selutut dan rambutnya coklat panjang. Perempuan pegawai ini terlihat baik, kalau dinilai dari ekpresi senyumannya yang ditunjukkan kepadaku.

"Selamat siang, Tuan. Saya salah satu pegawai yang dipercayai oleh ketua untuk menemani Anda memilih pakaian yang Anda inginkan," ujar pegawai perempuan itu dengan ramah.

"Aku mencari pakaian yang biasa, tidak terlalu mencolok warnanya, nyaman digerakkan, tidak terlalu panas."

"Baiklah. Kalau begitu, silahkan ikuti saya."

Aku pun mengikuti pegawai perempuan itu. Kami berjalan cukup ke dalam toko, dan sampailah kami di tempat yang sekililingnya terpajang pakaian-pakaian yang memang terlihat biasa.

"Silahkan Tuan untuk melihat-lihat dulu. Apabila masih bingung, maka saya akan memberikan rekomendasi."

Aku pun melihat-lihat pakaian yang tergantung ini. Terlihat, semuanya hampir sama saja, yang membedakan hanya memiliki hiasan atau tidak. Benar-benar sesuai yang kupikirkan.

Setelah mempertimbangkan, aku pun memilih pakaian atasnya berwarna putih berlengan pendek dengan rompi tipis coklat muda dan celana coklat tua panjang. Kemudian, pegawai perempuan itu mengantarku ke tempat ganti.

Aku pun keluar dari tempat ganti setelah memakai pakaian yang kupilih. Rasanya memang nyaman, karena tidak terasa panas. Tidak ketat juga, sehingga aku bisa leluasa menggerakkan tubuhku.

"Oh, Anda sudah memilihnya."

Mendengar kalimat itu, perhatianku yang awalnya melihat diriku yang memakai pakaian baru menjadi ke orang itu. Dia adalah pegawai yang diketahui adalah ketua pegawai.

"Apakah Anda yakin memilih pakaian seperti itu? Tuan Boss tidak keberatan bila Anda memilih pakaian yang lebih mewah dan bagus lagi."

"Tidak apa-apa. Aku tidak biasa dengan pakaian yang mewah."

"Baiklah, bila itu yang Anda inginkan. Ini dia bayaran untuk pakaian yang Tuan Boss beli. Jumlahnya dua puluh koin emas, dengan lima koin emas dipecahkan menjadi koin perak, perunggu, dan batu."

Ketua pegawai itu pun menyodorkan dua kantong kecil dan cukup besar kain dengan ada tali untuk menutup lubangnya. Dapat dilihat, isinya ada beberapa koin dengan warna berbeda. Kantong kecil berisi koin emas, sedangkan yang cukup besar berisi perak, perunggu, dan ada yang warnanya seperti perak hanya saja lebih terlihat pucat.

"Ah, benar. Ini pakaiannya."

Aku pun menyodorkan lipatan seragamku dan celanannya. Lalu, pegawai perempuan itu yang menerimanya. Kemudian, aku pun mengambil kedua kantong berisi koin itu.

"Oh iya, apa di sini ada sesuatu yang bisa kugunakan agar aku membawa dua kantong koin ini dengan nyaman?"

"Maaf, tapi di sini tidak disediakan tas selendang. Tapi, aku punya saran agar Anda bisa membawa dua kantong koin itu dengan nyaman."

Ketua pegawai itu pun mengambil kembali dua kantong koinku, lalu mengikatkan talinya di kedua sisi celanaku, di bagian untuk belt.

"Dengan begini, Anda bisa dengan mudah mengambil koin untuk membayar apa yang Anda beli. Walau begitu, saya sarankan Anda untuk beli tas selendang agar lebih aman."

"Baiklah, terima kasih atas sarannya. Ini, aku berikan tip untuk kalian."

Aku memberikan koin perak kepada ketua pegawai dan perempuan yang sudah menemaniku memilih pakaian, masing-masing dua.

"Maaf, Tuan, tapi ka-"

"Sudah, terima saja. Lagipula koinku masih banyak."

"Baiklah, kami menerima kemurahan hati Anda, Tuan."

Mereka berdua pun membungkukkan badan untuk memberikan hormat kepadaku, atas kebaikanku.

"Yah, kurasa ini sudah cukup. Apakah Pak Ginial sedang sibuk?" tanyaku.

"Beliau sedang ada keperluan di kantor."

"Begitu. Kalau begitu, nanti sampaikan rasa terima kasihku kepadanya."

"Baiklah, Tuan Kiki."

Aku pun berjalan menuju pintu keluar toko ini. Namun saat hampir sampai pintu, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Refleks aku berhenti dan memutar badan untuk melihat siapa yang menepukku.

Seorang pria berambut hitam pendek, memakai pakaian berwarna coklat terlihat unik bagiku, dan celana coklat muda panjang. Dialah orang yang berada di belakangku.

"Maaf atas ketidak sopanan saya, Tuan," ujar pria itu. "Kalau boleh tahu, sepatu yang Anda kenakan Anda beli di mana?"

Sepatu yang kugunakan adalah sepatu yang dibeli dari koperasi sekolah. Mana mungkin aku bilang begitu. Tapi, aku harus menjawab pertanyaannya itu. Kalau tidak, mungkin pria ini akan mengikutiku terus sampai mendapatkan jawabannya.

"Aku tidak tahu di mana dibelinya, karena ini adalah pemberian hadiah ulang tahun dari ibuku. Karena hadiah ulang tahun adalah sebuah kejutan, jadi aku tidak diberi tahu di mana dibelinya."

"Begitu…" gumam pria itu, sambil fokus ke bawah kakiku, tepatnya sepatuku. "Apakah Anda mau menjualnya?" tanyanya, setelah puas melihat sepatuku dan melihat ke arahku.

"Maaf, tapi kalau boleh tahu. Anda siapa? Kenapa Anda tertarik dengan sepatuku?"

"Ah, maaf atas kelancanganku, Tuan," ujar pria itu, lalu memberikan bungkukkan badan. "Namaku Albero, pemilik salah satu toko sepatu di kota ini. Saya tertarik dengan sepatu Anda karena desainnya begitu bagus dan belum pernah aku lihat."

"Namaku Kiki," balasku. "Baiklah, aku akan menjual sepatu ini."

"Terima kasih banyak, Tuan. Mari, saya antarkan ke toko saya untuk transaksinya."

***

Sepuluh koin emas ditambah sepasang sepatu kulit berwarna coklat, itulah yang kudapatkan setelah menjual sepatu sekolahku yang berwarna hitam dengan tali putih. Sepatu yang kugunakan terasa nyaman sekali, walau dalam golongan sepatu biasa.

Aku bersyukur karena masalah keuangan untuk hidup di dunia ini bisa teratasi. Padahal kupikir aku akan kesulitan, sampai-sampai ingin menyerah untuk hidup. Selain itu, untungnya lagi bahasa yang mereka gunakan dapat kupahami.

Sepertinya dewi sadis itu tidak sepenuhnya sadis dan kejam.

*krukk

Perutku pun berbunyi, pertanda ingin diisi. Kalau saja aku kesulitan mendapatkan uang, maka aku pilih untuk menahannya. Tapi, karena aku punya uang yang banyak, maka aku pilih untuk mengabulkan keinginan perutku ini.

Sekarang aku sedang di tengah kota. Kota ini benar-benar terlihat seperti kota yang kulihat di cerita bergenre fantasy dengan setting abad pertengahan. Bahkan orang-orang yang berada di sekitarku bukan manusia saja, ada ras lain. Ini benar-benar dunia lain.

Tiba-tiba ada seseorang yang menabrakku dari samping. Orang itu tidak meminta maaf kepadaku, yang ada dia langsung pergi begitu saja. Orang itu memakai pakaian yang sangat tertutup, saking tertutupnya aku tidak bisa melihat wajahnya saat dia sempat melihatku sehabis menabrak.

Entah kenapa, aku merasakan hal yang tidak beres.

Ah, benar juga. Rasanya bagian kiriku tidak ada yang berat. Padahal sebelumnya aku merasa cukup berada di kedua sisi. Itu pasti karena berat kantong koin yang menggantung di celanaku.

Aku pun melihat pinggang kiriku, untuk melihat kantong koinku. Namun, tidak ada kantong koin di sana. Kantong itu adalah kantong yang berisi koin pecahan koin emas dari Pak Ginial dan Pak Albero.

Aku pun langsung berlari mengejar orang yang tadi menabrakku, karena aku yakin dialah yang mencuri kantong koinku.

Entah karena menyadari aku mengejarnya atau hanya ingin saja, orang itu tiba-tiba berlari dengan cepat. Aku pun ikutan mempercepat lari untuk mengejarnya.

Belum aku berhasil mengejarnya, tiba-tiba orang itu jatuh ke depan seolah tersandung sesuatu. Kemudian, ada seorang pria memakai armor kulit di bagian tertentu mendekati orang itu. Lalu, pria itu menarik orang itu agar bangun.

Entah apa yang mereka debatkan, karena aku tidak terlalu jelas mendengarnya. Tapi, yang jelas tiba-tiba pencuri itu menyerahkan kantong koinku kepada pria itu. Lalu, pria itu pun melepaskannya. Pencuri itu pun pergi dengan cepat.

Pria berarmor kulit itu pun menghampiriku. Lalu, dengan ramahnya dia menyerahkan kantong koinku dan memberikan sebuah peringatan.

"Di sini cukup banyak pencuri. Aku sarankan, jangan gantung kantong koinmu seperti itu. Belilah sebuah tas agar lebih aman."

"Terima kasih," balasku sambil mengambil kantong koinku. "Ah, ini, koin untukmu." Aku mengambil tiga koin emas kepada pria itu, dari kantong koin di pinggang kanan.

"Tidak perlu. Aku memang ingin membantumu saja."

"Sudah, terima saja. Ini belum seberapa dibanding kehilangan semua koinku."

"Baiklah, aku akan menerimanya. Terima kasih."

"Akulah yang harusnya mengucapkan itu. Sekali lagi, terima kasih."

Setelah menerima tiga koin emas dariku, pria itu pun pamit untuk pergi.

"Sepertinya Tuan membutuhkan sebuah bantuan."

Mendengar kalimat itu, refleks aku berbalik badan dan melihat seorang pria. Pria itu berpakaian sangat rapih dan terlihat elegan, rambut emas pendeknya ditata rapih, berbadan tinggi, dan berwajah ramah.

"Maksud Anda?" tanyaku.

"Tadi saya melihat Anda hampir kehilangan uang Anda, karena dicuri oleh pencuri. Maka dari itu, saya bisa membantu Anda."

"Membantu bagaimana?"

Pria itu pun tersenyum lebar. Lalu, memberikan jawaban yang singkat.

"Budak."