webnovel

Aku berhenti di Sini

Akhirnya genap seminggu Mumut tidak masuk kantor, sejak ibu kecelakaan yang membuatnya kemudian menikah dengan Bian, hari ini Mumut berniat untuk kembali bekerja dan tentunya dengan seijin Bian. Sebenarnya Bian keberatan Mumut kembali bekerja sebagai cleaning service di kantor tapi dia juga tak mungkin memindahkan Mumut langsung sebagai staf karena itu akan menimbulkan rasa iri dari karyawan meski sebenarnya Bian bisa saja melakukan hal itu. Lagipula Mumut lebih suka dengan posisinya sebagai cleaning service karena dia bisa dengan bebas keluar masuk ke ruangan Bian. Bian nyengir mendengar alasan Mumut yang satu ini.

Mumut mengecek isi tas ranselnya dan memastikan macbooknya dan flashdisk yang berisi proposal skripsinya sudah ada di sana. Rencananya nanti kalau ada waktu luang dia akan mengoreksi lagi dan mencetak proposal skripsinya.

Mumut bersyukur Bian banyak membimbing dan membantunya membuat proposal skripsinya. meski Mumut harus lembur untuk menyelesaikannya.

Setelah sarapan, keduanya begegas menuju mobil, hari ini Bian menyetir mobilnya sendiri. dia membantu Mumut memakai sabuk pengamannya sebelum menghidupkan mesinnya dan mulai meluncur di jalan.

Mumut memandangi Bian dengan penuh rasa haru, Mumut merasa dia mulai jatuh cinta pada lelaki tampan yang duduk di sebelahnya. Dulu Mumut tak pernah merasakan perasaan yang lain selain rasa hormat kepada atasannya tapi beberapa hari ini, Bian mulai mengaduk-aduk perasaannya. Setiap bersentuhan dengan Bian dia merasakan sensasi itu dan tak bisa menolaknya.

Awalnya Mumut merasa aneh saat Bian justru mengajaknya menikah dan dia meminta pertolongan darinya. Meski ragu Mumut tentu tak bisa menolak permintaan Bian tersebut. Mumut bersyukur karena Bian tidak memintanya hanya menyerahkan keperawanannya saja kemudian membayar sejumlah uang itu tetapi lelaki itu justru menyerahkan hidup padanya. Mumut sering mendengar tentang beberapa artis atau beberapa orang yang rela menjadi simpanan seorang Bos atau menjual keperawanannya demi mendapatkan harta dan kesenangan.

Mumut merasa senang karena Bian bukanlah seperti mereka. Bian bahkan membantunya lebih banyak dari yang diharapkannya. Bian tidak hanya membayar biaya ibu selama di rumah sakit tapi juga memberikan tempat yang terbaik untuk merawat ibu. Dia juga memberikan dokter bedah terbaik dan beberapa perawat untuk merawat ibu.

Merasa Mumut memperhatikannya, Bian menoleh dan menatapnya balik. Dia tersenyum sambil meletakkan tangannya di kepala Mumut. kalau saja Mumut tak memakai jilbab tentu Bian akan mengacak-acak rambutnya.

Mumut tersipu, dia mengalihkan tatapannya ke jalan di depannya. Mumut merasa bahkan Bian terlihat lebih tampan dari yang dia lihat sebelumnya.

Ponselnya bergetar, sebuah panggilan dari Harti. Mumut mengangkatnya.

(Mut, hari ini kamu mulai masuk, ya?) tanya Harti.

(Iya, ini sudah di jalan.)

(Oh, syukurlah.)

Harti kemudian bertanya tentang kondisi ibu dan Mumut menjawab kalau kondisi ibunya sudah baik dan besok sudah boleh pulang pulang. Harti ikut senang mendengar kondisi ibu, dia juga mengatakan sudah kangen pada Mumut dan banyak yang ingin diceritakan padanya. Mumut tertawa.

(Lebay!) tukas Mumut.

Tawa Harti berderai. tak la kemudian dia mengakhiri panggilannya.

"Siapa?" tanya Bian setelah Mumut menutup panggilannya.

"Kak Harti."

"Harti?" Bian menyipitkan matanya.

"Koordinator OB," jawab Mumut sambil tertawa.

Mumut merasa Bian tak begitu tahu siapa Harti. Dia yakin kalau saja Bian tak menikahinya tentu Bian tak akan pernah tahu siapa dirinya.

"Iya, aku buruk dalam hal mengenali orang," kata Bian seperti tahu apa yang dipikirkan Mumut.

Mumut kembali menatap jalanan, tinggal dua halte lagi untuk sampai di kantor. Mumut berkata pada Bian kalau dia akan turun di halte depan kemudian akan dia akan melanjutkan dengan angkutan kota ke halte berikutnya yang ada di depan kantornya. Bian menolaknya mentah- mentah dan meminta Mumut tetap bersamanya.

Akhirnya Mumut hanya bisa menurut, dia tetap bersama Bian hingga mobil itu berhenti di area parkir Bian. Mumut Celingak-celinguk memperhatikan sekitar sebelum akhirnya keluar dari mobil. Bian tertawa melihat tingkah Mumut.

Bian mencium kening Mumut sebelum memasuki gedung membuat dan menuju lift khusus untuknya sementara Mumut terlihat syok dengan ulah Bian tadi.

Dengan linglung dia melangkah memasuki gedung dan menuju ke lift.

"Sudah masuk, Mut? Gimana kabar ibu kamu?" tanya Yeni saat di dalam lift.

"Alhamdulillah sudah baikan, kak"

"Syukurlah, tempo hari aku bersama beberapa teman datang menjenguk ibu kamu tapi ibu kamu sudah tidak ada di sama. pindah kemana? Aku cari di bangsal yang lain juga gak ada."

"Iya, kak. Kami memindahkan ibu dari ruangan itu."

"Ke bangsal mana? Di Kelas tiga, ya?" tanya Yeni dengan antusias.

Matanya berbinar karena menemukan gosip untuk di sebarkan.

Pintu lift terbuka, Mumut segera melesat ke ruang pantry dan menemukan Harti sudah duduk di sana.

Harti tersenyum cerah melihat Mumut memasuki ruangan itu. Harti memeluk Mumut seakan sudah tak berabad-abad tak bertemu.

***

Selamat malam readers..

Maaf ya, updatenya hari ini telat banget.

Mohon maaf kalo banyak typo karena author sudah sangat mengantuk.

Mohon terus dukung cerita kesayangan readers ini dengan memberikan batu kuasa, star dan komennya. Terima kasih buat kalian semua...

Next chapter