1 Pengganggu

"Ahh!" suara itu keluar begitu saja dari mulut Kinn Narendra ketika ia sudah selesai dengan puncak kenikmatan yang baru saja ia raih. Ia pun membaringkan diri pada sisi tempat tidur yang kosong, ia memejamkan matanya dengan perasaan ringan, seolah beban pada pundaknya terlepas. Padahal, ia tidak memiliki beban sama sekali.

Napas Kinn masih terengah-engah, ia masih menikmati sensasi yang tidak akan pernah membuatnya bosan walaupun ia telah melakukannya berkali-kali.

Dengan mata yang masih tertutup, Kinn merasakan kembali sentuhan hangat lawan mainnya pada dada bidangnya itu, wajar saja, ia tidak memakai sehelai benang pun sekarang.

"Bagaimana permainan tadi? Menyenangkan?"

Suara wanita itu terdengar lembut dan seksi, suara berat tapi feminin, Kinn sangat menyukainya.

Kinn perlahan membuka matanya, ia pun menatap lekat wanita yang terlihat tengah memperhatikannya itu. "Nona Leona, permainan tadi sangat istimewa."

Kinn meraih pipi Leona, ia memandang wanita ini dengan tatapan yang tidak bisa ditebak walau terlihat senyum terukir pada sudut bibir Kinn. Lalu, Kinn mengarahkan ibu jarinya menyentuh bibir ranum Leona dan mengusap bibir itu dengan lembut membuatnya kembali merasakan deru napas wanita itu yang memburu. Tapi sayang sekali, Kinn sudah malas untuk melakukan hubungan itu lagi.

"Amplop putih yang berada diatas meja itu, sudah resmi menjadi milikmu, ambil lalu pergilah," ucap Kinn dengan suara lembut, ia pun menurunkan tangannya dan memilih untuk menatap langit-langit kamar hotel yang berwarna putih itu.

"Baiklah, Tuan Kinn, jika anda butuh teman untuk bermalam lagi, Tuan Kinn bisa menghubungi saya kapan saja," ucap Leona, siapa yang tidak suka bermalam dengan pria kaya yang memberikan bayaran mahal, ditambah tampang pria ini benar-benar mempesona, sangat tampan dengan kulit putih dan bertubuh tinggi tegap, perutnya pun sixpack tidak seperti om-om berperut buncit, pria ini bisa dikatakan layaknya seorang model, sangat luar biasa.

"Tentu, Nona," kata Kinn, ia melempar senyum pada Leona, wanita yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu.

Leona mendekatkan wajahnya kearah Kinn, ia memberi kecupan pada kening pria ini sebelum akhirnya memilih untuk beranjak, ia memungut pakaian sexynya yang teronggok diatas lantai lalu kembali memakainya, Leona pun mengambil amplop putih yang terasa tebal ditangan kemudian berlalu dari kamar hotel itu.

Kinn menghela napas berat, "Aku lelah sekali malam ini," ucap Kinn, ia pun mulai memejamkan mata karena kelelahan.

BRAKK!

"Ck!" Kinn berdecak saat terdengar pintu kamar hotel yang ia pesan dibuka secara paksa, tidak cuma sekali, hal ini sudah terjadi berkali-kali.

"Tuan Kinn."

Kinn kembali menghela napas berat, dengan malas ia membuka matanya lalu menatap sengit pria berusia empat puluh lima tahunan itu bersama dua bawahannya.

"Apa anda suka sekali melihat tubuhku yang polos ini, Pak Rendi?" tanya Kinn dengan mimik wajah setengah mengejek, ia menunjukan ketidaksukaannya pada pria itu dengan menampilkan sorot mata tajam.

"Bukan seperti itu, Pak." Rendi berusaha untuk menjelaskan, ia sebenarnya merasa malu harus bertindak seperti ini. Akan tetapi, ia harus melakukannya karena semua ini adalah perintah dari majikannya, Nyonya Nourin yang sangat Rendi hormati. Menurut wanita itu, ia harus menyusup masuk agar Kinn merasa malu. Namun pada kenyataannya, pria ini tidak terlihat malu sama sekali dan ia hanya mempermalukan dirinya sendiri. "Hari ini ada pertemuan dengan keluarga Rajendra dan anda harus menghadirinya, ditambah Nona Sera juga sudah pulang dari Paris."

Dengan tubuh yang masih polos itu, Kinn mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk, ia pun menguap serta menggaruk bagian leher yang tidak gatal itu, "Jadi aku harus pergi ke acara makan malam itu hanya untuk menyambut si wanita idiot?! Sudah bagus tinggal di luar negeri, kenapa sekarang malah balik lagi?!"

"Sepertinya Nyonya Nourin juga ingin membicarakan sesuatu yang penting." Rendi tetap berusaha untuk membujuk putra tunggal keluarga Narendra ini, ia pun menunduk agar dirinya tidak melihat jelas tubuh kekar Tuannya yang terekspos.

"Membicarakan sesuatu? Pasti soal perjodohan, aku malas untuk mendengarkan nasehat yang sama untuk kesekian kalinya."

Kinn kemudian menyandarkan punggung pada kepala ranjang, ia pun mengambil bungkusan rokok yang berada diatas nakas kemudian meraih salah satu batang rokok dari dalam sana. Selanjutnya, Kinn membuang bungkus rokok itu kesembarang arah, Tak lupa ia pun lalu mengambil korek dan menyulut rokok tersebut kemudian menikmatinya.

"Tuan Kinn." sebagai seorang bodyguard yang ditugaskan untuk menjaga Kinn, tentu Rendi akan bersikap sebaik mungkin pada Kinn yang memang sudah ia kenal sejak kecil. Wajar saja, ia sudah mengabdi pada keluarga Narendra sejak dua puluh tahun yang lalu. "Saya harap anda mengerti dan tidak lagi membuat Nyonya Nourin cemas."

Kinn menghembuskan kepulan asap putih ke udara, ia pun mengalihkan pandangannya pada Rendi dan dua bodyguard lainnya dengan tatapan tajam, mereka bertiga hanya pengganggu kesenangannya saja, "Baiklah, cepat kalian keluar dari kamar ini, Aku mau ganti baju."

Rendi tampak berpikir, ia takut Kinn akan kabur seperti biasanya. Lagipula, untuk menemui Nona Sera, tentu Kinn tidak akan menyukainya karena ia paham bahwa Kinn sangat membenci gadis itu.

"Tidak perlu khawatir aku kabur, saat ini aku berada dilantai dua puluh, tidak ada jalan lain selain tangga dan lift. Aku masih punya akal sehat untuk tidak lompat dari jendela kamar ini dan terjun bebas ke lantai satu!" Kinn memberikan penjelasan dengan sedikit berteriak.

"Baik, Tuan," ucap Rendi dengan seluruh kerendahannya. "Kami akan menunggu didepan pintu."

"Mau didepan pintu atau dimana pun itu, aku tidak peduli!" gerutu Kinn saat melihat para bodyguardnya berjalan keluar dari kamar.

Ia pun beranjak dan turun dari tempat tidurnya, senyum smirk tidak lepas dari sudut bibir pria tampan itu, "Aku penasaran bagaimana wajah si Idiot sekarang? Wanita murahan yang tak pantas bersanding denganku. Heran sekali kenapa mendiang ibu menjodohkanku dengan wanita itu. Pasti ibu hanya salah pilih saja, kan?!"

Kinn mengacak rambutnya kasar, ia seperti merasa kewarasannya menurun karena suka berbicara sendiri sekarang.

Kinn pun memungut pakaiannya yang teronggok dilantai kemudian mengenakannya satu per satu.

Setelah selesai dengan acara berpakaiannya itu, Kinn kemudian melangkah menuju standing miror yang berada di sudut ruangan, ia menatap baik-baik pantulan dirinya yang berada dalam cermin tersebut.

"Mari kita lihat, Sera, bagaimana menjijikannya dirimu yang sekarang." Kinn menarik sudut bibirnya, ia tersenyum tipis. Kinn akan memastikan wanita itu tidak akan pernah bisa menyentuhnya, ia akan melakukan segala cara untuk memutuskan perjodohan ini. Tentu saja, anak haram seperti Sera tidak akan pantas bersanding dengan pria terhormat seperti dirinya.

avataravatar
Next chapter