1 Menemui Tunangan

"Akhirnya aku sampai juga di Ibu Kota!" seru Olivia Azzemir sambil kegirangan. Seorang wanita cantik nan ayu berusia pertengahan 20-an. Berasal dari kampung yang dijuluki kembang desa oleh warga sekitar.

Senyumnya merekah ketika menengadahkan wajah menatap gedung apartement elit yang menjulang tinggi di hadapan matanya dengan cahaya lampu yang begitu bersinar di malam hari. Sesuai alamat yang dia dapatkan dari salah satu teman tunangannya.

Dia segera menyeret koper serta tas besar miliknya karena malam semakin gelap. Namun, ketika melewati pos penjagaan, dia dihentikan oleh dua orang petugas keamanan.

Para petugas keamanan melihat penampilan Olivia dari ujung kaki hingga kepala. Rambutnya hitam panjang sepinggang, wajahnya tergolong cantik, tapi pakaiannya sangat kampungan. Hanya mengenakan kaos kuning polos dengan celana levis dan sepatu lusuh.

"Tunjukkan kartu member Anda, Nona," ucap salah satu petugas keamanan yang berbadan gemuk.

"K-kartu member?" gumam Olivia dengan kening mengernyit.

"Ya, kartu member. Apa Anda tidak memilikinya?" Mata petugas keamanan gemuk ini menyipit, seakan menaruh curiga pada Olivia.

"O-Oh, kartu member, ya. Tentu saja ada!" ucap Olivia sambil merogoh tasnya dan mengambil dompet. Dia mencari sesuatu, lalu memberikan sebuah kartu pada petugas keamanan itu dengan penuh percaya diri.

Kedua petugas keamanan mengernyitkan keningnya tajam ketika apa yang Olivia berikan bukan kartu member penghuni apartemen elit, melainkan kartu keanggotaan sebuah organisasi di kampus.

"Bukan kartu anggota BEM, Nona, tetapi kartu member penghuni apartemen!" seru petugas keamanan yang bertubuh tinggi sambil mengembalikan kartu tersebut pada Olivia.

"Ah, begitu, ya. Kalau itu aku tidak punya karena yang tinggal di apartemen ini adalah tunanganku. Aku ke sini ingin menemuinya karena sudah satu tahun dia menghilang tanpa kabar," jelas Olivia sambil memasang wajah melas.

"Kami tidak menerima alasan apapun. Jika tidak ada kartu member, sesuai aturan kami tidak bisa membiarkan Anda masuk. Silakan Anda pergi, ada mobil yang akan masuk, Anda telah menghalangi jalannya," ujar petugas keamanan sambil mendorong paksa tubuh Olivia.

"E-eh, sebentar! Aku bukan penjahat, kalian bisa cek apa di salah satu apartemen ini ada penghuni yang bernama Erfan Prasetya. Jika ada, hubungi dia dan sebut namaku. Aku akan pergi setelah kalian memastikannya dengan benar!" geram Olivia sambil meloloskan diri dari genggaman kedua petugas keamanan itu.

Seorang pria tampan berjas dengan bola mata amber yang menyala terang diam-diam sedang memperhatikan dengan sorot mata tajamnya dari dalam mobil. Dia menyipitkan mata ketika mendengar nama Erfan Prasetya disebut, salah satu ketua divisi di perusahaannya.

"Wanita berisik dari mana yang berani membuat keributan malam-malam?! Saya akan segera menanganinya, Tuan," ucap sang supir sambil melepas sabuk pengamannya.

"Tidak perlu, biarkan saja. Ada sesuatu yang ingin aku dengar," ujar Petra Rhanandra. Tuan Muda pertama keluarga Rhanandra yang dijuluki pria paling tampan se-Ibu Kota. Incaran para gadis muda. Usianya di akhir 20-an.

Garis wajahnya begitu sempurna dengan bibir keriting yang tipis serta hidung mancung yang tampak tegas. Ekspresinya sangat terbatas, tatapannya dingin, gerakannya pun kaku bak seorang raja yang gagah dengan mahkota berharga di atas kepalanya.

Salah satu petugas keamanan mengecek daftar nama penghuni apartemen dan ternyata memang ada yang bernama Erfan Prasetya. Dia merupakan penghuni baru di sana.

Dengan segera, petugas keamanan menghubungi Erfan, tapi sayangnya Erfan tidak mengangkat teleponnya.

"Orang yang bersangkutan tidak menjawab telepon. Kami akan memastikannya lagi nanti, sebaiknya Anda pergi. Jangan menghambat pekerjaan kami."

"Kalian bisa coba menghubunginya lagi, kan?! Aku datang jauh-jauh dari kampung untuk menemui tunanganku. Memastikan apa dia baik-baik saja atau tidak!" kata Olivia bersikeras.

Para petugas keamanan tidak mau mendengar. Salah satu dari mereka segera menyeret Olivia beserta kopernya untuk menjauh dan petugas keamanan lain menyambut kedatangan Tuan Muda Petra dengan begitu hangat dan membiarkan mobilnya meluncur masuk begitu saja.

Ketika Olivia yang sedang mencoba menghubungi Erfan melihat perlakuan tidak adil dari petugas keamanan itu, tentu dia kesal dan tidak terima. Bagaimana bisa kedua petugas keamanan itu membiarkan mobil mewah itu masuk begitu saja tanpa memintainya kartu member?

"Hey, apa itu adil?! Kalian bahkan tidak meminta kartu member dan membiarkan mobil itu masuk begitu saja!" teriaknya kesal setengah mati.

"Abaikan saja wanita itu. Sudah tidak aneh ada wanita yang membuat keributan di sini. Mereka memainkan segala macam trik pasti untuk bertemu Tuan Muda Petra. Cih, wanita muda sekarang banyak yang murahan," bisik salah satu petugas keamanan. Mereka mengabaikan Olivia.

Olivia menggertakkan giginya hingga rahangnya mengeras. Matanya berapi-api, emosinya memuncak. Dia memutar otak agar bisa masuk bagaimana pun caranya. Erfan pun di hubungi tidak diangkat-angkat, membuatnya semakin kesal.

"Apa Jerry tidak salah memberikan nomor baru Erfan padaku? Dia sulit sekali dihubungi," gerutu Olivia.

Kebetulan sekali ada seorang wanita yang berteriak maling saat akan melewati pos penjagaan. Tentu saja kedua petugas keamanan segera beraksi untuk mengejar maling yang berusaha melarikan diri.

Melihat ada kesempatan, Olivia diam-diam masuk ke dalam sambil menyeret koper serta tas besarnya. Dia berlari sekuat tenaga dan ketika melihat pintu lift terbuka, dia menyeruduk masuk begitu saja sampai tidak sadar sudah menyenggol seorang pria bertubuh tinggi yang sangat berpengaruh yang sedang berdiri di depan pintu lift.

Petra mengernyitkan kening sambil menaikkan dagu, menatap heran pada seorang wanita yang baru saja membuat keributan di depan gedung, sekarang malah sudah berada di depan matanya dengan keringat mengucur di kening.

"Tidak masuk?" tanya Olivia sambil terengah-engah dan menyapu keringatnya.

Petra hanya diam sambil menatapnya tajam.

"Kenapa menatapku begitu? Apa dia jatuh cinta pada pandangan pertama?" gumam Olivia. "Kalau tidak mau masuk tidak apa, tapi beritahu aku bagaimana caranya mengoperasikan lift ini? Apa kamu tahu Erfan Prasetya? Di lantai berapa apartemennya?"

Sambil menghela napas, Petra pun masuk dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana. Tanpa basa-basi dia menekan tombol lift dan pintu pun tertutup.

Dia ini tahu atau tidak? Kenapa diam saja? Apa mungkin dia tuna rungu? Ah, itu artinya aku sudah menyinggungnya. (Batin Olivia)

Pintu lift terbuka, Petra berjalan ke luar begitu saja. Sedangkan Olivia bingung harus bagaimana karena tidak tahu apartemen Erfan di mana.

Tanpa sadar Olivia mengikuti Petra dari belakang sambil celingak-celinguk ke sana kemari. Siapa tahu tidak sengaja bertemu Erfan di lorong.

Mendadak Petra menghentikan langkah kakinya, hingga membuat wajah Olivia tak sengaja menabrak punggungnya dari belakang.

"Ugh!" rintih Olivia sambil mengusap hidungnya.

Dia melihat tangan pria berjas di hadapannya ini menunjuk salah satu pintu apartemen dengan wajah tanpa ekspresi.

"Apartemen tunanganmu," katanya sambil berlalu meninggalkan Olivia tanpa basa-basi lagi.

"Eh? Dia ... bukan tuna rungu?" gumam Olivia sambil melamun. "Tapi, dari mana dia tahu kalau Erfan tunanganku? Ah, sudahlah. Akhirnya aku menemukanmu, kita lihat apa kamu terkejut melihat kedatanganku Erfan, hihi."

"Erfan...!!" panggil Olivia sambil mengetuk pintu apartemen dengan koper serta tas yang diletakkan disampingnya. "Erfan...!!"

Tidak lama menunggu, pintu pun terbuka. Olivia sudah mempersiapkan senyum indahnya yang begitu merekah, tapi perlahan senyumnya menyusut hilang saat mengetahui bahwa bukan Erfan yang membuka pintu, melainkan seorang wanita seksi dengan lingerie putih yang terlihat transparan.

....

BERSAMBUNG!!

"Aku janji lanjut baca bab 2!" ucap pembaca dalam hatinya.

avataravatar
Next chapter