webnovel

Jebakan Nadine

Nadine tersenyum senang dengan awal kemenangannya. Dia tak menyangka Andrew bisa begitu mudah untuk dibodohi. Dengan wajah yang berbinar, Nadine mendatangi kantor Ferdinand. Nancy yang menyadari kedatangan Nadine, menunjukkan ekspresi yang tidak suka dan bersikap acuh. Nadine pun tak menggubris sikap acuh Nancy. Dia masuk ke ruangan Ferdinand yang kebetulan sedikit terbuka.

"Om Ferdinand sedang sibuk?" tanya Nadine yang datang sedikit membuat pria itu terkejut.

"Ada apa Nadine?" tanya Ferdinand yang masih sibuk dengan dokumen di mejanya.

Nadine menghampiri pria itu dan duduk di meja tepat di hadapannya. "Aku sudah mulai memprovokasi Andrew agar semakin membenci istrinya. Sepertinya rencanaku cukup membuat Andrew mengamuk di kantornya," jelas Nadine.

"Benarkah?" Ekspresi Ferdinand mendadak berubah dan tertarik dengan pembicaraan wanita itu.

Ferdinand pun melepaskan kacamatanya, dan beralih memandang Nadine yang duduk di meja. Lelaki itu kemudian berdiri, lalu membelai lembut rambut Nadine. Kemudian melayangkan ciuman di bibir wanita yang selalu saja menggodanya itu. Nadine langsung membalas ciuman pria yang membuatnya menjadi semakin menggila.

Ferdinand berucap lirih di telinga Nadine. "Untuk langkah selanjutnya, apa kamu sudah siap?" bisik lelaki itu.

"Sepertinya aku sudah bersiap untuk segala kemungkinan yang terjadi," balas Nadine.

Ferdinand kembali menciumi Nadine dengan sangat rakus, sambil tangannya terus meremas bulatan di dada wanita itu. Setelah puas dengan ciuman yang diberikan Ferdinand, wanita itu beralih pergi ke apartemennya. Baru sampai apartemen, Nadine langsung menghubungi Andrew. Dia menawarkan diri untuk menghibur kegalauan hatinya. Namun dengan tegas Andrew langsung menolak Nadine.

Lagi-lagi Nadine mendapatkan penolakan dari mantan kekasihnya itu. Dia tak langsung putus asa, malah kembali memikirkan cara lainnya. Semalaman dia memikirkan berbagai cara agar berhasil menjebak Andrew.

Hingga pagi harinya, Nadine mengunjungi Andrew ke apartemennya. Namun apartemennya terlihat kosong. Kemudian iseng-iseng Nadine mendatangi kantornya, walaupun kantornya libur. Nadine beralasan pada satpam yang berjaga, bahwa dia mengantar sarapan untuk Andrew. Sampai di dalam kantor suasana masih sepi, Andrew sedang duduk termenung sambil menikmati kopinya.

Nadine datang dan langsung duduk di sampingnya, "Pagi Andrew, aku sengaja datang membawakan sarapan untukmu. Kita bisa memakannya bersama," ujarnya.

"Tak perlu repot-repot membawa sarapan untukku," balas Andrew dingin.

Nadine terlihat kesal sekaligus kecewa di waktu yang bersamaan. "Kalau kamu tak mau, aku akan memakannya sendiri," ujarnya sambil membuka makanan yang sudah dibawanya.

Nadine benar-benar memakan sarapan yang sudah dibawanya. Ditengah menikmati sarapannya, tiba-tiba saja Nadine batuk-batuk seperti tersedak makanannya. "Andrew tolong ambilkan aku air, tadi aku lupa tak membelinya," pinta Nadine sambil terus batuk-batuk.

Merasakan kasihan melihat wanita itu, Andrew segera berlari mengambil air ke pantry. Dia mengambilkan segelas air putih, dan memberikannya pada Nadine. "Minumlah!" kata Andrew.

Wanita itu akhirnya berhenti terbatuk-batuk setelah meminum segelas air tadi. "Terimakasih Andrew," ucapnya singkat.

Andrew hanya tersenyum, lalu kembali meminum kopi yang ada di atas mejanya. Beberapa menit kemudian, Andrew tampak memegangi kepalanya. Nadine mendekatinya dan membantunya tiduran di atas sofa.

"Andrew! Apa kamu baik-baik saja?" tanya Nadine sambil menggoyangkan badannya.

"Panas sekali, rasanya panas sekali," desah Andrew antara sadar dan tidak.

Andrew langsung melepaskan pakaiannya karena merasa kepanasan. Tubuhnya menjadi sangat gerah, Andrew mendekati Nadine tanpa sadar lalu menciumi wanita itu dengan kasar. Ketika Nadine sedang menikmati ciuman dari Andrew, tiba-tiba saja lelaki itu jatuh menimpa tubuhnya. Nadine tersenyum puas melihat Andrew yang sudah tak sadarkan diri.

"Dasar lelaki lemah, hanya diberi sedikit obat perangsang saja sudah pingsan," gerutu Nadine.

Nadine membaringkan Andrew ke atas sofa dan membuka seluruh pakaiannya. Lalu Nadine juga menanggalkan pakaiannya sendiri. Setelah mereka berdua sudah telanjang, Nadine memasang tripod di kameranya. Wanita itu berakting seolah-olah melakukan hubungan seks dengan Andrew. Kamera itu juga sudah disetting otomatis untuk memotret sendiri. Nadine tersenyum melihat hasil potret dari kameranya. Seluruh foto begitu terlihat sangat nyata, karena sudut pengambilannya sangat pas.

Setelah Nadine menyimpan kameranya, lalu mengirim beberapa foto ke ponselnya, wanita itu pura-pura tertidur di pelukan Andrew. Seolah-olah mereka berdua telah melewati permainan panas yang sangat menggairahkan.

Beberapa jam kemudian, Andrew terbangun dan mendapati Nadine tidur dipelukannya. Lelaki itu terlalu terkejut, melihat dirinya telanjang tanpa sehelai benangpun. Dia pun menarik rambutnya sendiri. Andrew mencoba mengingat apa yang sudah dilakukannya terhadap Nadine. Dia tak mendapati apapun dalam ingatannya.

Nadine yang berlagak baru terbangun dari tidurnya, langsung memeluk erat lelaki disampingnya. "Kamu sudah bangun Honey," ucapnya dengan nada menggoda.

"Lepaskan tanganmu dari tubuhku." Andrew berdiri menjauhi Nadine dan kembali memakai pakaiannya.

Nadine kembali memeluk Andrew dari belakang. "Jangan campakkan aku, setelah kamu merayu dan meniduri ku," protes Nadine sambil berpura-pura menangis.

Andrew masih tak mengingat apa yang sudah terjadi di antara mereka berdua. Dia tak merasa melakukan apapun dengan wanita itu.

"Mana mungkin aku merayu wanita murahan itu," gumamnya.

"Pasti kamu meragukan aku? Aku bisa membuktikan apa yang sudah kita lakukan tadi." Nadine mengambil ponselnya dari tas.

Terlihat beberapa foto yang menunjukkan hubungan panas diantara mereka.

"Untung saja sebelum kamu memaksaku tadi, aku sudah menyiapkan ponselku untuk mengabadikan momen romantis kita," jelas Nadine berbohong.

"Kamu tak bisa membohongi dirimu sendiri, kalau kamu sangat menginginkan aku," seru Nadine.

Ingin rasanya Andrew menyangkal semua perkataan Nadine. Namun seluruh foto itu seolah memaksanya, untuk mempercayai segala perkataan wanita itu. Nadine pun terduduk dan menahan isak tangisnya. Seolah-olah Nadine adalah korban dari kelalaian Andrew. Dalam rasa bersalahnya, Andrew memeluk wanita itu. "Tenanglah! Hentikan tangismu!" seru Andrew.

Dalam hatinya, Nadine tersenyum senang. Dia merasa rencananya telah berjalan sangat lancar. Nadine semakin memeluk lelaki di hadapannya. Andrew berbalik memandang Nadine dan memakaikan pakaiannya yang masih berserakan di lantai. Lalu mengajaknya duduk di sofa, kemudian Andrew menyiapkan secangkir green tea untuk Nadine.

"Apa kamu merasa lebih baik?" tanya Andrew.

Nadine hanya mengangguk, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat respon Nadine, Andrew semakin dikuasai oleh perasaan bersalah. Dia tak menyangka dirinya akan segila itu, memaksa Nadine untuk melayani hasratnya untuk bercinta.

"Aku akan mengantarmu pulang," ajak Andrew sambil menggenggam tangannya.

"Biar aku pulang sendiri. Aku ingin menenangkan diriku," jawab Nadine yang berlagak seperti korban.

Nadine pun mendadak bersemangat meninggalkan ruangan Andrew. Wajahnya berbinar cerah, karena semua rencananya berjalan sangat lancar. Dia langsung menghubungi Ferdinand dan menceritakan semuanya. Nadine juga mengirimkan hasil foto rekayasanya, kepada pria yang membuatnya semakin gila itu. Ferdinand yang mendapatkan salinan foto itu, senyum-senyum di dalam ruang kerjanya. Dia tak menyangka, Nadine melakukan rencananya secepat itu.

Happy Reading đŸ„°đŸ„°

Next chapter