16 Sebuah Keputusan

Alessia merasa amat malu mendengar penghinaan yang keluar dari bibir Christian.

Apakah ia begitu murahan ketika tanpa sadar bibir dan tubuhnya merespon apa yang pria itu lakukan padanya?

Rasanya Alessia ingin membenturkan kepalanya ke tembok mahal di sekitarnya. Ia merasa kehilangan harga diri di hadapan sang pewaris tersebut.

Perlahan-lahan Alessia beranjak dari tubuh Christian disertai perasaan canggung.

"Pergilah sebelum aku melakukan hal yang lebih jauh dari ini padamu! Aku tahu kau belum siap, percuma juga aku memaksamu.

Toh, kenyataannya aku juga tidak bisa melakukan hal yang seharusnya. Aku tidak bisa berdiri ataupun bergerak bebas. Bagaimana aku bisa bercinta denganmu?" usir Christian sambil tersenyum getir. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan.

Christian merasa konyol dan tiba-tiba terselip sebuah rasa yang bernama rendah diri untuk pertama kalinya. Hanya karena adik kecilnya bisa berdiri, bukan berarti seluruh tubuhnya juga telah sembuh, bukan?

Lebih baik baginya ia segera memeriksakan kondisinya pada dr. Kyle, dokter pribadinya. Itu akan menjawab seluruh pertanyaan yang membludak di kepalanya.

Alessia masih kebingungan. Ia terduduk bimbang di tepi ranjang. Mendengar pengusiran itu tak juga membuatnya pergi menjauh dari suaminya. Ia merasa amat berdosa karena menolak permintaan Christian. Perempuan muda itu merasa telah mengecewakan pria tampan tersebut.

"Tunggu apa lagi? Pergilah! Seharusnya aku sadar, aku tidak bisa memaksakan kehendakku pada anak kecil sepertimu. Ah, pusing kepalaku! Cepat pergi!" Tanpa melihat wajah istrinya, pria itu kini sibuk memijat pelipisnya.

"Baik, Tuan. Maafkan saya," ujar Alessia sebelum meninggalkan pria itu ke kamar mandi.

Sepeninggal Alessia, Christian memukul ranjang yang menjadi alasnya berbaring.

"Sialan," desis Christian dengan amarah meledak-ledak.

Pandangannya kini tertuju pada ponsel mahal yang ia letakkan di atas nakas. Tanpa membuang waktu, ia pun menekan nomor khusus yang paling sering ia hubungi sepanjang hari.

Raymond.

Panggilan terhubung.

"Cepat datang ke kamarku dalam lima menit!" titah Christian tanpa menunggu jawaban dari pihak seberang.

Panggilan dimatikan secara sepihak. Dan pelakunya adalah Christian Allen. Entah kenapa ia merasa kesal. Tatapannya kosong dan pikirannya tak tentu arah.

***

Di dalam kamar mandi yang begitu indah dengan tatanan yang sangat memukau dan berkelas, Alessia melabuhkan pandangannya selama beberapa saat.

Pandangannya benar ke arah sana tapi aslinya itu hanyalah kamuflase semata. Ia memikirkan hal lain selain mengenai Christian Allen tentunya.

Usai pernikahan mendadaknya tadi pagi, sang ayah tiba-tiba mengalami sakit dan terus menerus memegangi perutnya. Hingga tak sampai hitungan detik, Matthew Falco tak sadarkan diri tepat saat dirinya baru saja selesai mengucap janji suci pernikahan.

Karena ia tak bisa meninggalkan suaminya begitu saja, ia hanya bisa menyaksikan sang ayah dibawa pergi oleh beberapa pengawal Christian Allen. Teringat betul bagaimana cara Raymond mencegah dirinya pergi dari acara pernikahan itu.

Tak berlangsung lama, Alessia mendapat kabar bahwa sang ayah harus segera dioperasi saat itu juga. Bukan dirinya penentu sang ayah mendapat penanganan secepat kilat, melainkan Christian Allen. Pria itu yang melakukannya. Melakukan sesuai wewenangnya demi kebaikan sang mertua. Ia merasa semakin berhutang budi pada pria tampan tersebut.

"Papa, apakah ini yang kau inginkan? Sekarang, hutang budi kita telah terbayar dengan pernikahan ini. Aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi antara aku dan tuan Christian.

Haruskah aku menyerahkan milikku yang paling berharga padanya? Haruskah?" tanya Alessia seorang diri di dalam kamar mandi. Ia masih berada di dalam sana walau ia telah selesai membersihkan diri.

Alessia tak menyangka keputusannya berada di dalam kamar mandi justru memantik rasa sedih dan bayangan wajah kedua orang tuanya tiba-tiba melintas di pikirannya. Tak hanya itu, semua hal terngiang jelas dalam ingatan.

Teringat semua kebaikan yang pernah dilakukan Christian Allen pada keluarganya. Tak hanya Christian, kakek Hamish berperan penting mengangkat derajat mereka dari yang bukan siapa-siapa menjadi pribadi yang jauh terhormat karena bisa bekerja di bawah naungan kuasanya.

Dahulu, Matthew Falco hanyalah seorang karyawan biasa yang baru saja dipecat dari pekerjaan sebelumnya di Allen Group. Lebih tepatnya, seorang office boy. Ayahnya mendapat fitnah dari sesama rekan kerja saat bekerja di sana.

Fitnah yang sangat keji sehingga semua orang mengira bahwa fitnah itu nyata adanya. Tak ada satu pun yang memercayai semua ucapannya. Dan tepat saat itu sang ayah bertemu dengan kakek Hamish, pria tua itu justru melihat Matthew Falco hanyalah sebagai korban, bukan pelaku sebenarnya. Lantas pria tua itu memberikan penawaran untuk sang ayah. Penawaran sebagai kepala pelayan di rumah besar miliknya.

Tanpa ragu, Matthew Falco menerima tawaran tersebut. Sebuah kepercayaan yang tak main-main dari seorang pemilik Allen Group memegang kendali atas rumah besarnya. Sehingga sejak saat itu Matthew Falco mendedikasikan diri dan hidupnya dengan penuh ketulusan di kediaman Allen.

Tapi semua kehidupan berubah sejak Christian Allen memutuskan keluar dari singgasana mewah Hamish Allen. Pria muda itu memilih hidup mandiri dan jauh dari kekangan kuasa sang kakek.

Sehingga, tepatnya sejak enam bulan lalu, kakek Hamish memberikan perintah untuk Matthew bekerja mengurus Christian Allen.

Awalnya, Christian Allen menolak karena merasa dirinya sedang diawasi oleh kakek Hamish. Namun, Matthew menunjukkan ketulusannya sehingga meluluhkan hati Christian.

Ternyata benar, keputusan pindahnya Christian dari rumah kakek Hamish didasari oleh permintaan Isabella Crews. Wanita itulah yang berusaha menjauhkan Christian dari keluarganya dengan banyak alasan. Kini, setelah pria itu memutuskan untuk mandiri dan jauh dari sang kakek, Isabella pergi tanpa pamit pada Christian.

Benar-benar wanita yang licik dan banyak pemikiran! Cih!

Mengingat wajah cantik mantan kekasih suaminya membuat Alessia geram. Bukan karena cemburu karena wanita itu pernah ada atau memang masih ada di dalam hati Christian, bukan itu. Namun, ingatannya melambung tinggi dengan perbuatan jahat wanita itu yang sudah tega meninggalkan Christian di hari pernikahan mereka.

"Wanita yang sangat jahat! Hal apa yang nanti akan kau temui? Pria yang sudah baik dan sayang padamu malah kau tinggalkan. Sungguh wanita tak berhati. Di mana pikiranmu, hah?" maki Alessia pada bayangan wajah Isabella.

Alessia tak merasa iri sama sekali pada Isabella. Sama sekali tak pernah terselip rasa itu di dalam hatinya. Ia tahu siapa Isabella Crews bukanlah wanita biasa. Isabella adalah artis dan juga model bertaraf internasional, tak seperti dirinya yang hanya seorang anak dari kepala pelayan dan masih berstatus sebagai mahasiswi salah satu universitas terbaik di negeri ini.

"Papa, sekarang aku telah memutuskan apa yang akan kulakukan dalam hidupku dengan pernikahan penebus hutang ini! Semoga ini tidak akan kusesali dalam hidupku ke depan," yakin Alessia sambil berjalan menuju pintu kamar mandi. Tangannya sudah menggapai gagang pintu, namun, sekelebat bayangan akan sesuatu menyerang pikirannya.

Mendadak, Alessia menghentikan langkahnya dan memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya lalu berusaha mengatur napasnya dengan baik.

Exhale

Inhale

"Oh tidak, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" gerutunya secara tiba-tiba.

To be continue…

***

avataravatar
Next chapter