webnovel

Perselisihan dalam Tarian

Radit sedang duduk di ruang kerjanya. Menatap layar laptop sejak beberapa jam lalu. Dia sedang mengecek beberapa laporan perusahaan yang belum sempat ia lihat di kantor tadi siang.

Seorang asisten pribadi Radit bernama Kenny masuk ke ruang tengah membawa makanan dan minuman untuk Tuannya dan segera meletakkannya di atas meja.

"Tuan, sejak tadi Nona Redita menghubungi Anda. Apa Anda tidak ingin menghubunginya kembali?"

"Ya, nanti saya akan balik menghubunginya. Minestone Corporation sedang butuh banyak perhatian," jawab Radit tanpa menoleh Kenny sedikit pun.

"Baik, Tuan." Kenny mengangguk hendak kembali, tapi tiba-tiba saja dia menoleh. "Oh iya, Tuan. Ada undangan pesta aktris Nancy. Apa Anda tidak akan pergi ke sana?"

Radit langsung meraih ponselnya yang sejak beberapa jam lalu belum ia tengok. Radit lupa sama sekali kalau ia memiliki janji menelepon Redita malam ini. Kesibukannya sebagai direktur utama akhir-akhir ini cukup menyita waktu.

Beberapa notifikasi pesan dan telepon Redita tertera di sana. Dia membaca pesan wanita itu yang mengabarkan akan pergi ke pesta Mama Silvia—Nancy. Pria itu sontak menepuk dahinya.

"Saya hampir lupa. Jam berapa sekarang?" Radit melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Segera, ia membalas pesan Redita.

Radit : Aku akan menyusulmu.

Terkirim!

"Kenny, siapkan mobil!" perintahnya kemudian.

Kenny mengangguk patuh. Radit segera mengganti pakaiannya dengan tuksedo mewah berwarna hitam. Dia segera berjalan keluar mansion mewah peninggalan keluarga Syailendra.

Radit masuk ke dalam sebuah mobil yang sudah terparkir di halaman mansion. Tidak lama kemudian Kenny melajukan mobilnya meninggalkan halaman mansion.

***

Semakin malam, suasana pesta semakin ramai. Rachel menari dengan lincah di depan Antony yang sedikit malas mengiringi gerakan wanita itu. Rachel melirik ke arah Redita kemudian mengalihkan pandangannya lagi kepada Antony.

"Apa kamu malas bergerak karena Redita memantaumu menari bersamaku?" tanya Rachel dengan seringai senyuman setengah meledek sang mantan kekasih.

"Bisa tidak jika kamu diam saja, Rach?!" ketusnya.

"Wow! Antony marah kepada seorang Rachel. Astaga! Seumur-umur kamu menjadi kekasihku, tidak pernah sekali pun kamu ketus padaku, An. Apa ini gara-gara kekasih barumu yang sedang duduk di sana?" Rachel menoleh menatap Redita yang sedang mengobrol dengan Silvia.

"Bukan urusanmu, Rachel. Aku harap kamu menjaga sikap. Suamimu ada di sebelah sana memperhatikan kita." Antony mengerling ke segala arah. Sorot matanya yang tajam segera mengetahui kalau Watson memang menari tapi matanya berkeliling mengamati gerak-gerik mereka.

"Sepertinya, dia bukan orang sembarangan," ucap Antony dalam hati.

Rachel yang mendengar perkataan Antony sontak terkekeh geli lalu berkata, "Dia tidak akan peduli pada hal-hal remeh seperti ini."

"Watson mungkin saja mengamati tingkahmu yang seperti ini kepada pria lain." Antony memperingatkan wanita itu tapi Rachel hanya menggeleng pelan.

"Aku tidak peduli." Rachel tertawa kecil. Dia meraih tangan Antony, meneruskan gerakan tarinya mengikuti irama lagu yang terus bermain sepanjang acara.

Tidak lama setelahnya, tiba-tiba saja musik berirama riang itu berubah mendayu. Waktu yang sangat tepat untuk berdansa dengan pasangan masing-masing.

Tanpa ragu, Rachel mengubah posisinya. Meraih tangan Antony dan menggenggamnya. Dia meletakkan tangan di punggung pria itu. Begitupun Antony melakukan hal yang sama. Posisi Rachel begitu dekat dalam lingkaran lengan kekar Antony. Rachel menaikkan kedua sudut bibirnya. Sebuah senyuman hangat untuk sang mantan kekasih. Gerakan dansa pun mulai dilakukan.

Debaran jantung itu makin terasa menjadi. Membuat Antony sedikit tersiksa berada di dekat Rachel. Pria itu melirik ke arah Redita yang belum juga beranjak dari meja khusus Nancy. Bertopang dagu sambil menikmati birnya. Silvia sudah tidak berada di sana. Wanita itu telah pergi entah ke mana.

"Kamu terlihat sangat khawatir dengan Redita. Dia masih di sana sedang merenung, terlihat tidak bersemangat datang ke pesta ibu dari temannya. Apa kalian bertengkar? Begitu mudahnya meminjamkanmu untukku," ucap Rachel dengan senyuman menyeringai.

Antony menghela napas kasar, tidak ingin berdebat dengan Rachel. Dia mempercepat gerakannya hingga membuat Rachel kewalahan mengikutinya.

"Hei, kamu terlalu cepat bergerak, An. Tidak seirama dengan nada yang ada," protes Rachel.

"Aku akan menyelesaikan dansa ini secepatnya." Antony menatap dingin Rachel.

"Aih, dari dulu kamu sangat suka terburu-buru. Bahkan, saat kita melakukannya." Rachel tersenyum kembali, mengingatkan memori Antony bersamanya.

"Diamlah, Rach!"

Namun, Rachel tidak menggubris larangan Antony. Dia terus saja berbicara mengenai masa lalu mereka. Namun, pria itu hanya diam tidak menanggapi.

Watson menghentikan tariannya ketika Nancy mengajak Edwin berdansa di tengah aula. Suami dari Rachel itu melirik ke arah Rachel dan Antony yang tengah menikmati dansa mereka. Dia hanya diam, tampak tidak memedulikan istrinya itu.

Watson mengalihkan pandangan, lalu berjalan menuju meja khusus Nancy dan menikmati one shot vodkanya. Dia melirik Redita yang terlihat tidak bersemangat menikmati birnya. Wajah cantik itu sedikit memerah karena mabuk.

"Nona Redita sepertinya Anda sedang tidak bersemangat. Mau berdansa?" tawarnya seraya mengulurkan tangan. Seulas senyuman terlihat dari wajahnya.

Wanita cantik bergaun seksi itu menoleh ke arah Watson dan mengangguk pelan. Pandangannya sayu, terlihat tidak fokus karena mabuk akibat minuman beralkohol. Segera, ia membuka jas Antony dan menyandarkannya di kursi. Kemudian menyambut tangan pria itu. Mereka pun berjalan ke tengah aula, mulai berdansa.

Alunan lagu lembut yang keluar dari mulut penyanyi profesional itu menghipnotis siapa pun yang mendengarnya. Redita berdansa pelan mengikuti gerakan Watson.

Tangan kekar Watson menggenggam erat tangan kurus Redita. Sesekali matanya melirik belahan dada yang terlihat menggoda. Siapa pun laki-laki yang melihat Redita, pasti akan sangat terpancing menyentuh tubuh gitar spanyolnya.

Antony melirik ke arah meja tadi, tapi Redita sudah tidak ada di sana. Hanya terlihat jas tuksedonya yang bersandar pada sebuah kursi. Antony melotot, kemudian berkelebat mencari di mana Nona Mudanya. Matanya lalu menangkap sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang berdansa begitu intens tidak jauh dari mereka.

"Mengapa Nona bisa berdansa dengan pria itu? Ck .... Mengapa juga ia melepas jasku?" batinnya geram.

Antony menghentikan dansanya. Rachel sontak terkejut tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Antony buru-buru berjalan meraih jasnya dan menghampiri Redita.

"Maaf, Tuan Blight. Kekasih saya sepertinya sedang mabuk. Saya akan mengantarnya pulang," ucap Antony tegas.

Watson menoleh ke arah Redita, bertanya, "Apa kamu sedang mabuk, Nona?"

"Aku tidak mabuk. Ayo teruskan saja dansanya," sahut Redita. Suaranya mulai terdengar parau. Bau alkohol pun tercium kuat.

"Lihat, dia masih ingin menari, Tuan Antony!" timpal Watson seraya tersenyum menyeringai.

Antony menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya kasar. Tanpa kata-kata, Antony menarik bahu Redita. Merebutnya dari rengkuhan Watson. Rachel yang melihat ada sedikit perselisihan di antara mereka segera berjalan menghampiri.

"Ada apa ini?!" teriak Rachel, menatap tajam ketiga manusia di depannya.

Baik Watson maupun Antony tidak menjawab. Hanya menoleh dan beralih lagi saling menatap geram di antara mereka. Alunan musik dansa masih terdengar mendayu. Semuanya masih terhanyut dalam melodinya walau terlihat ada perselisihan dalam suasana gelap aula pesta.

"Hei! Kami sedang berdansa dan kau sungguh tidak sopan mengganggu kami!" seru Watson jengkel. Mata Rachel membulat, tidak bisa berkata-kata. Ia tahu kalau sang suami sedang menunjukkan rasa marahnya.

"Tidak sopan katamu?!" seru Antony geram. Tanpa aba-aba, Antony meninju wajah Watson dengan kuat hingga ia terjajar hampir terjatuh.

"Aarrgghh!" teriak Rachel terkejut.

Next chapter