webnovel

Senjata Makan Tuan

"Melihatmu seperti saat ini membuatku khilaf," sambung Dokter Rizal tersenyum tipis.

"Huh, dasar perjaka tua tak tau diri," umpat Marvel kesal.

"Hey berani sekali kau mengataiku perjaka tua? Coba lihat dirimu itu. Umurmu dengan umurku sama. Dan sampai detik ini pun kau masih lajang juga," balas Dokter Rizal tak mau kalah.

"Yah, setidaknya di luaran sana masih banyak wanita yang mengidolakanku tak seperti dirimu. Jangankan disukai wanita, melihatmu saja mereka tak sudi. Kalau aku mau, aku tinggal tunjuk saja. Bahkan aku bisa menikahi mereka secara bersamaan. Jelas mereka tak akan ada yang menolakku," balas Marvel sombong.

"Seyakin itu dirimu berucap. Jangan banyak bicara. Buktikan dulu baru aku akan percaya," tantang Dokter Rizal tersenyum licik.

"Ck, kau!" tunjuk Marvel kesal. Ingin sekali dia melayangkan kepalan tangannya ke bibir Dokter Rizal. Namun, sekuat tenaga dia menahannya karena hal itu tidak penting. Yang terpenting baginya saat ini adalah kesembuhan Riri semata.

"Sudah tak usah banyak bicara. Buruan kerjakan tugasmu!" ucap Marvel kesal.

"Baiklah, tak usah naik darah seperti itu takutnya nanti kau terkena stroke mendadak," ledek Dokter Rizal tersenyum.

"Kau!" teriak Marvel dengan mata yang merah padam.

"Sudah-sudah. Aku hanya bercanda saja! Jangan diambil hati gitu dong," balas Dokter Rizal sambil memainkan matanya.

"Hemmm." Marvel cemberut.

"Huh, kalau bukan karena jasanya mungkin sudah aku pecat dia dari dulu. Dasar Doktet menyebalkan," batin Marvel kesal.

Kini Dokter Rizal tengah memeriksa Riri, Marvel tetap setia menemani di dalam ruangan. Sementara, Andra di luar masih duduk frustrasi. Dan Rafi tampak santai jari-jari manisnya tengah sibuk memainkan ponselnya.

"Gadis ini pingsan karena begitu ketakutan, pasti kamu sudah berbuat yang tidak-tidak terhadapnya?" selidik Dokter Rizal sambil tersenyum.

"Hey, apa urusanmu bertanya demikian? Ingat tugasmu hanya memeriksanya lalu memberinya obat sudah itu saja!" celetuk Marvel kesal.

"Untung saja ibumu jarang pulang ke Indonesia. Andai beliau tahu ... pasti beliau tidak segan-segan menjewer telingamu karena sering menyiksa para gadis seperti ini," jelas Dokter Rizal tersenyum.

"Seyakin itu kamu dengan ucapanmu? Ibuku tak akan pernah melakukan hal itu padaku. Aku ini anak semata wayangnya, hey! Jadi, dia sangat menyayangiku dan memanjakanku," jawab Marvel membusungkan dadanya.

"Oh begitu." Dokter Rizal tersenyum.

"Kita lihat saja nanti bosku. Kalau begitu saya pamit dulu," balas Dokter Rizal sambil memasukkan peralatannya ke dalam tas.

"Hey, kenapa kamu pulang secepat itu? Dia kan belum sembuh atau sadarkan diri?" tanya Marvel kesal.

"Kamu tenang saja, bentar lagi dia akan siuman. Kalau dia sudah siuman tolong kamu berikan dia obat ini." Dokter Rizal memberi obat pada Marvel.

Marvelpun menerimanya.

"Assalamualaikum," salam Dokter Rizal tersenyum lalu segera keluar.

"Oh." Hanya itu yang keluar dari mulut Marvel. Dia tidak menjawab salam Dokter Rizal.

Kini Dokter Rizal tengah melangkahkan kakinya untuk pulang. Matanya tertuju pada pria yang tengah duduk bersandarkan dinding itu. Ia memperlambat langkahnya sambil terus memperhatikan Andra.

"Siapa pria itu, apa dia kekasih wanita yang ada di dalam atau dia kakaknya? Dia terlihat begitu frustrasi. Tapi, kenapa dia bisa dengan mudahnya memberikan adiknya pada Marvel si pria brengsek itu. Pasti pria itu sudah terkena jebakan licik Marvel. Ingin sekali aku bertanya tapi tak mungkin di sana juga ada si cicunguk Rafi," batin Dokter Rizal.

"Hey, apa yang tengah kau lihat Dokter? Apa kau tertarik dengannya?" tanya Rafi tersenyum genit sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Hey, kau pikir aku ini pria apaan? Bisa-bisanya kau mengataiku seperti itu," balas Dokter Rizal kesal.

"Hahaha, kau pikir aku tak tahu alasan kenapa sampai saat ini kau masih melajang," ucap Rafi tersenyum.

"Tahumu apa tentang diriku? Jangan-jangan kamu tengah mengatai dirimu sendiri," balas Dokter Rizal tak kalah sengit.

"Tidak mungkin aku mengatai diriku sendiri. Jelas-jelas aku ini pria tulen tak seperti dirimu, hahaha!" balas Rafi lalu tertawa.

"Kalau kau benar-benar pria tulen, kenapa sampai saat ini kau masih menjomblo juga? Padahal kalau dipikir-pikir kau sangat tampan, gagah dan cool," ledek Dokter Rizal tersenyum sengit.

"Karena aku tak sembarangan memilih wanita," balas Rafi tersenyum santai.

"Memang tipe apa yang tengah kau cari?" tanya Dokter Rizal tersenyum mengejek.

"Tentu aku mencari gadis yang masih virgin, cantik, baik dan feminin," jawab Rafi puas.

"Apa kau yakin dengan ucapanmu barusan?" tanya Dokter Rizal tersenyum selidik.

"Tentu!" balas Rafi serius.

"Hahaha, lalu kenapa kau suka mengoleksi foto pria dengan tubuh kekar, maco dan sexy yang seharusnya kaum hawa yang mengoleksi itu?" tanya Dokter Rizal tersenyum mengejek.

"Hey, itu hanya hobiku saja," jelas Rafi kesal.

"Sudahlah. Aku ingin segera pulang ke rumah, terlalu lama berdebat denganmu tak akan ada untungnya. Lagi pula kasihan dengan wanitaku yang tengah menungguku di rumah," ucap Dokter Rizal tersenyum puas bisa membalikkan ucapan Rafi.

"Ck, aku yang berniat mengerjainya malah aku yang kena. Dasar dokter licik, ada saja caranya untuk menang dalam berdebat!" umpat Rafi kesal.

Dokter Rizal segera melanjutkan langkah kakinya melewati Andra. Melihat ada langkah kaki yang melintasinya membuat pandangan Andra mendongak. Ia yang baru sadar kalau yang lewat itu adalah seorang pria dengan jas putih kebanggaannya segera mengejarnya untuk menanyakan bagaimana keadaan adiknya di dalam.

"Tunggu sebentar Dok, saya ingin bertanya tentang keadaan adik saya?" teriak Andra sambil melangkah mengikuti sang dokter.

"Ternyata kamu kakaknya toh, kenapa kamu bisa memberikan adikmu padanya?" selidik Dokter Rizal ambil menghentikan langkahnya.

"Aku sudah salah besar mengikuti kompetisi balap liar yang diadakan oleh Marvel. Aku asal menandatangani surat perjanjian itu tanpa membaca seluruhnya sangsinya kalau aku kalah," jelas Andra kecewa.

"Oh begitu. Untuk lain waktu, lebih berhati-hatilah." Dokter Rizal mengusap bahu Andra untuk menguatkannya.

"Oh ya, kalau soal adikmu dia hanya pingsan karena terlalu takut saja. Bentar lagi dia akan sadar kok. Aku juga sudah memberikan obat agar adikmu tidak pingsan lagi. Jadi, kamu tenang saja," balas Dokter Rizal sambil menepuk pundak Andra pelan.

"Baguslah, terima kasih banyak Dok atas bantuannya," ucap Andra sedikit senang.

"Sama-sama. Kalau begitu saya pamit dulu karena masih banyak yang harus saya kerjakan. Assalamualaikum," Balas Dokter Rizal tersenyum ramah lalu melanjutkan langkahnya.

"Iya Dok. Wa,alaikummussalam," balas Andra.

***

Di dalam kamar Marvel tengah duduk di atas kasur sambil terus mengusap lembut pucuk kepala Riri.

"Sorry laddy, gara-gara aku tadi sedikit membentakmu. Kamu jadi pingsan begini. Entah mengapa kamu sulit sekali untuk ditakhlukkan. Semakin kamu menolakku, rasa ingin memilikimu tambah besar," gumam Marvel sambil mencium kening Riri cukup lama.