webnovel

Terkutuk-lah Kalian Hai Pasangan Dzolim!

Hmm! Kita akan bertemu tuan Yudistira Salman.

Aku akan datang ke kantormu menagih hutang.

Beberapa saat kemudian, ponsel Nindy berdering. Gila! Tuan Yudisthira Salman menelpon.

Apa?! Panjang umur! Baru di sebut, orang nya menelpon! Dia seperti dukun! baru di sebut, langsung menelpon.

Tunggu!

Nindy kaget setengah mati. Tuan Yudisthira Salman video call. Oh ibu! Mati aku!

Nindy panik.

Saat ini dia lagi mandi berendam di bathtub. Telanjang.

"Tidak!

Video call! Yang benar saja! Orang tua satu itu pasti latah atau apa, ya?!

Haih! Seanndai nya aku lansing cantik menggoda...mungkin aku... Video call tidak masalah! Tapi...asal tahu saja, ya...aku gagal diet!

Aku masih seperti badak. Bukan... seperti Ikan duyung eh bukan....bukan... seperti Dugong yang terkurung di bathtub! hehehe!"_

Nindy tertawa. Entah karena apa! Apa karena tubuhnya atau karena video call ini.

Nindy mengamati ponselnya yang kelap kelip.

Oh ibu! Mana berani aku video call dalam keadaan vulgar begini!

Nekad amat. Nih orang tua ngga ada kerjaan apa?!

Terima tidak terima tidak terima tidak terima!

Nindy mematikan kamera-nya.

"Nindy! Maaf Maaf saya salah pilih, telpon bukan video call. Maaf!" Tuan Yudisthira serius minta maaf.

Dasar orang tua!

"Ya tuan...! gak apa apa!" Nindy menjawab dengan suara lembut sambil tersenyum masam. Malu. Tadi dia sudah ke ge-er an.

"Apa kabar mu?"

"Oh baik...baik tuan...terima kasih!" Nindy pelan-pelan keluar dari bathub. Takut suara air di bathtub itu kedengaran di telpon.

"Aiet!" _Nindy menutup mulutnya yang ingin berteriak, dia hampir saja kehilangan keseimbangan. Lantai ini sungguh licin bekas sabun. Tadi Nindy sempat bermain busa sabun. Kenapa juga tadi aku main sabun. Sekarang jadi begini.

Hampir saja dia jatuh terpeleset. Nindy menggigit handuk agar tak menjerit.

Ya Tuhan. Kakiku sakit!_ Wajah Nindy meringis menahan sakit.

Seandainya tadi dia terpeleset. Mungkin bunyinya seram sekali.

"Ada manusia dengan bobot 80 kg...jatuh di lantai yang licin!"_ Nindy sedikit bangga berat badannya menyusut.

Dua bulan hanya badannya kayak yoyo turun naik 98, 90, 95, 90, 92, 89, 87...angkanya bolak balik. Nindy sulit merubah kebiasaannya yang suka nyemil. Perutnya masih tebal.

Susahnya menurunkan berat badan!

Nindy berpegangan ke tepi bathtub. Duduk di lantai. Ngesot seperti Keong yang beringsut di lantai licin.

Dia berhasil ke meja toilet. Duduk di kursi. Menutupi tubuh gendutnya dengan handuk.

Hening! Di seberang sana tuan Yudisthira pasti bingung. Nindy diam tak bersuara.

"Nindy!"

"Ya tuan!"

"Kamu tidak apa-apa?" tadi tuan Yudisthira sempat mendengar jeritan yang di tahan.

"Apa kamu masih sakit?"

Tuan Yudisthira menyelidiki kehidupan Nindy. Dia perhatian sekali. Anak buahnya secara rutin mengirim uang bulanan untuk keperluannya.

Setelah keluar penjara, Nindy tidak punya pekerjaan, tidak punya tempat tinggal.

Apalagi setahu tuan Yudisthira, Nindy punya bayi dan seorang ibu lumpuh terkena stroke.

"Terima kasih atas kebaikan tuan...maaf saya belum sempat menjenguk tuan Yudisthira!"

Tuan Yudisthira tertawa.

Pria itu bersyukur masih hidup, dia berhutang nyawa dengan Nindy.

"Apa Kamu sudah mendapatkan surat bebas tanpa syarat itu?"

"Sudah pak...terima kasih!" kata Nindy sambil mengenakan piyama handuk dengan hati-hati, tanpa suara, handphone nya di letakkan begitu saja di meja toilet Loud speaker.

"Bagus! Apalagi yang kamu butuhkan!"

Bagus! Nindy tersenyum senang. Pertanyaan ini yang ditunggu!

"Anu pak...teman saya belum di bebaskan !" Nindy nyengir kuda. Hehehe! Tertawa dalam hati.

Ganti rugi hutang nyawa ini sangat mahal. Kebebasan! Kebebasan dia dan Soraya!

Tuan Yudisthira bersuara lembut,

"Oh itu...masih menunggu keputusan presiden!"

Soraya harus mendapatkan surat amnesti dari presiden.

"Iya pak! terima kasih!"

"Kamu perlu apa lagi?"

"Apa lagi ya...apa lagi?!_ Nindy membuka mata lebar-lebar. Ngga salah ini. Tuan Yudisthira bertanya seperti ini?!

Apa lagi yang diperlukan!

Apa lagi yang ku perlukan banyak! Aku perlu banyak....banyaak!!! Aku perlu uang tuan. Uang yang banyak!!"_ bibir Nindy mengucapkan kalimat dengan ekspresi penuh semangat, tetapi kalimatnya hanya di simpan dalam hati.

Dia tak mungkin mengatakan itu, bukan?

"Oh...saya...saya tidak tahu pak!" jawab Nindy. Bodohnya! Munafik!! Bibir dan hatinya berkata beda. Nindy menggenggam tangan. Menyesal mengatakan kalimat itu.

Tuan Yudisthira Salman tertawa.

"Baiklah. Kalau ada apa-apa... hubungi saja pengacaraku, tuan Dyan Angkasa!"

Nindy mengerutkan kening

mengingat Dyan Angkasa, Nindy malu banget. Pria manis itu pernah dia kasih bau gas beracun! Sampai wajahnya biru keracunan. Muntah-muntah di kamar mandi ruang ICCU rumah sakit penjara.

"...Atau kamu bisa datang ke kantor saya!" lanjut tuan Yudisthira.

Nindy. "..."

Oh! Apa itu! Datang ke kantor tuan Yudisthira! Kantor tuan Yudisthira berada di komplek Salman City. Sebuah lingkungan yang menyerupai sebuah kota mandiri yang memiliki banyak fasiltas, Perumahan mewah, perkantoran megah di gedung pencakar langit! Ada apartemen dan hotel serta super mall. Lengkap. Super Mall itu tempat belanja para pesohor negeri. Artis. Orang kaya. Sosialita!

"Oh ya.... kamu sudah menerima kartu emas itu?"

"Kartu emas? Kartu emas apa, pak?" Nindy bingung.

"Kartu khusus ketemu saya!"

Nindy kecewa.

"Oh... saya belum tahu, pak ! Belum! saya belum memeriksanya!" Nindy sudah lihat itu. Cuma kartu nama biasa di kertas mewah warna emas

Tadi Nindy mengira, tuan Yudisthira mengirim kartu baru lagi, kartu emas alias kartu debit atau kartu kredit! Dia salah faham.

Nindy kamu kok jadi matre gini sih! Biarin! Itu kebutuhan!

"Baiklah...Nindy...sampai jumpa!"

KLIK! Mati!

Tuhaan...apakah daya ini... bila ternyata...aku terlalu cinta dia!

Nindy menyanyi sambil keluar kamar mandi.

....

Di kamar itu ada ibunya. Nindy tidur bersama ibunya di satu kamar. Sementara anaknya Davita tidur bersama baby sitter. Kamar Davita bersebelahan dengan Ratna. Bayi itu dimanjakan di sini, sebagai anak orang kaya. Gaya banget dia.

Baby sitter-nya aja, ada 3 orang. Gantian tiap setiap dua hari sekali.

Bayi Davita hanya mengenal Ratna sebagai mami-nya. Sedangkan dirinya hanya Mama Nindy, kerabat ibunya.

***

Satu bulan kemudian, bayi Davita sudah bisa merangkak dan mengoceh. Nindy hanya sekali dia kali setiap hari menengok bayi itu.

Setiap hari Nindy sibuk. Sangat sibuk. Sibuk pembentukan tubuh! Olahraga, latihan taekwondo, jogging, berenang, fitnes, perawatan rambut, perawatan badan, sibuk belajar bahasa Korea online.

Diet! Kursus pola makan online.

Target Nindy, dia harus turun 20 kg lagi. Dia ingin badannya seseksi Kim Kardashian! Targetnya tinggi. Pengen secantik artis dan midel internasional.

"Kalau mau sukses diet, jangan tanggung-tanggung. Temukan Why- mu!" Ratna memotivasi.

Why-ku! Balas dendam!

***

Satu bulan kemudian,_

Saat Nindy ke klinik siap akan merubah wajahnya, membuang tahi lalat di hidungnya. Nindy bertemu pasangan yang membuat dendamnya semakin membara. Mereka sedang antri di poli kandungan / fertilitas. Rupanya mereka mau program punya anak.

GRRRHHH!

Nindy sungguh emosi.

Kalau tak ingat tujuan hidupnya. Rasanya, Nindy ingin sekali menerjang mereka.

Pasangan selingkuh itu, Frans dan...hei dia adalah.....

Ternyata wanita yang menjadi kekasih Frans itu tidak lain Evie Melody! Pacar Frans waktu kuliah.

Terkutuk-lah kalian hai pasangan dzolim!

Next chapter