19 Siksaan mertua

Jesica tidak mau terlibat komunikasi terlalu panjang dengan Robin maupun Billy. sehingga dia memilih diam dan jarang keluar dari ruangan. Terlebih sejak awal menikah dia sudah mendapatkan terror dari sang mertua. Banyak pesan yang dikirimkan oleh Wanda kepadanya. Seperti siang ini, tiba-tiba puluhan pesan masuk secara bersamaan "WANITA MURAHAN! JANGAN COBA-COBA CARI KESEMPATAN UNTUK MENDEKATI ANAKKU." Pesan yang tertulis di layar ponselnya. Jesica hanya menatap datar tulisan itu dan tidak bergeming sedikitpun. Bahkan di benaknya tidak terbesit untuk menceritakan hal itu kepada Billy.

Semenjak kembalinya Dewi ke Surabaya, Jesica dan Billy belum berbicara sedikitpun. Jesica hanya ingin mejaga kewarasn mentalnya dengan cara berlaku tuli dan buta akan semua yang terjadi. Dia tidak ingin terlalu banyak pikiran membuat janinnya mengalami masalah.

***

SATU BULAN BERLALU.

Hari demi hari berjalan begitu saja, tanpa terasa Jesica sudah bekerja satu bulan. Billy yang geram membuat aturan untuk beberapa pegawai mengambil gaji tidak laangsung di ATM. Melainkan mengambil tunai di kepala Devisi. Namun, berbeda dengan Jesica. Saat ia hendak mengambil gaji, Jesica malaha di minta untuk datang ke ruangan Billy. ia ingin sekali membiarkan gajinya hangus begitu saja daripada harus bertemu tatap muka dengan Billy. namun dia ingat, adik dan Ibunya menunggu gaji itu untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari. Mau tidak mau Jesica melangkahkan kakinya dengan berat menu ruangan Billy.

Tok… tok…

Jesica mengetuk pintu dengan pelan. "Masuk!" sahut dari dalam ruangan itu. Segera Jesica membuka pintu. Ia melihat Robin dan Billy masih duduk dengan serius di dalam ruangan itu. Saat Jesica mulai masuk, Billy memberikan kode kepada Robin untuk keluar. "Tidak perlu keluar, pak." Jesica mencegah robin yang hendak keluar. "Saya kesini hanya ingin mengambil gaji saya," imbuhnya.

"Saya ada urusan lain," kata Robin dan segera berlalu meninggalkan ruangan Billy. hanya tersisa Billy dan Jesica. Jesica hanya mematung memalingkan wajahnya.

"Ini gajimu," ucap Billy seraya memberikan amplop coklat yang sangat tebal.

"Ini kebanyakan," kata Jesica yang melihat jumlah uang itu lebih dari gajinya.

"Itu untuk adik dan ibumu," sahut Billy.

"Tidak perlu. Mereka urusan saya," tolak Jesica seraya mengembalikan amplop coklat itu.

"Terima saja, toh aku tidak memberimu secara cuma-Cuma, ada tugas yang harus kamu lakukan," kata Billy.

"Kamu harus memasak sarapan untuk saya," imbuhnya.

"Saya tidak bisa." Lagi-lagi Jesica menolak begitu saja permintaan Billy. Billy berdiri dan meletakakn amplop itu di dalam tas Jesica. "TIDAK ADA KATA TIDAK PERLU LAGI!" tegasnya.

Billy meninggalkan runagan begitu saja. mau tidak mau Jesica menerima uang itu. Namun, sesampainya di rumah. Wanda, Ibu mertuanya sudah menunggunya dengan wajah yang sangar. "Bagus ya, kayak ratu ya?" maki Wanda. "Pulang bukannya pulang, malah kelayapan."

Jesica hanya tertunduk dan hendak masuk kedalam rumah. "PLAKKKK" sebuah tamparan mendarat dipipi Jesica hingga membuatnya tersungkur dan membuat seisi tasnya jatuh berantakan, termasuk hp dan amlop dari Billy. "Wah…." Wanda engambil amplop itu dan melihat isinya. "Kamu habis minta uang anak saya? Berani sekali? Kurang mas kawin itu?" maki Wanda.

"Tapi, itu gaji saya," kata Jesica.

"Mana ada pegawai rendahan kayak kamu gajinya segini banyak," ucap Wanda.

Wanda menarik rambut Jesica dengan kasar dan membantingnya di atas sofa. "kembalikan emas kawin itu," ucapnya dengan marah.

"Masih utuh, saya tidak ada yang saya ambil," sahut Jesica dengan nada bergetar. Jesica melindungi perutnya dari meja yang tak jauh di depannya.

"AMBIL!" terika Wanda. Jesica segera naik ke lantai dua dan mengambil semua yang menjadi emas kawin tersebut. masih di kotak yang sama dan tidak ada yang tersentuh sama sekali.

"Ini semua saya ambil. Jangan harap kamu mendapatkan sedikitpun uang dari anak saya," ucap Wanda dengan mata yang melotot.

"Kembalikan dulu gaji saya," pinta Jesica.

"Tidak! Ini untuk membayar rumah ini, kamu kira gajimu cukup untuk tinggal dirumah ini? TIDAK!"

Wanda begitu saja meninggalkan rumah tanpa belas kasihan, sebisa mungkin ia ingin membuat Jesica tidak betah dengan pernikahan ini. Jesica yang hanya bisa meneratapi nasib duduk bersimpuh disudut kamarnya. Ia memegangi pipi yang meninggalkan besa biru di ujung pipinya. Dengan tangan satunya memegangi perutnya. Air mata tidak bisa berhenti mengalir.

Billy yang baru saja pulang dari kantor, ingin mampir ke rumah Jesica untuk melihat asisten rumah tangga yang baru saja dia minta dari salah satu yayasan. Namun, dia melihat pintu utama tidak tertutup dan sepatu Jesica berserakan begitu saja. dengan cepat Billy menaiki anak tangga dan melihat keadaan Jesica.

"Jes!" panggil Billy.

"Jesica!" ulagnya saat tidak ada jawabn dari istrinya.

Braaakkk….

"Jes!" seru Billy saat melihat Jesica menangis sesenggukan disudut ruangan.

"Lo kenapa?" tanya Billy. Namun, Jesica masih terdiam. Billy memeluk erat Jesica agar iatrinya segera tenang. Ia melihat sekeliling dan mendapati laci milik Jesica terbuka. "Ada maling?" tanya Billy. wanita dipelukkannya tidak mampu mengeluarkan suara, ia hanya menggelekan kepala menandakan bahwa bukan maling yang datang kerumah itu.

"Ma-mama," ucap Jesica dengan terbata-bata.

"Mama? Mamaku?" ulang Billy. Jesica hanya mengangguk.

"Mama mengambil semuanya?" tanya Billy dengan tidak percaya.

"Iya, bahkan gajiku juga," jawab Jesica.

Billy mengusap air mata Jesica dan melihat sebuah bekas tamparan di pipi kanannya. "Ini… ini mama yang melakukan?" tanya Billy. Jesica mengangguk lagi.

Billy beranjak dari hadapan Jesica dan keluar dari kamar itu. Entah apa yang akan dilakukan Billy. dengan mata yang merah menahan amarah, Billy menegndari Mobil dengan kecepatan tinggi menuju kediaman orang tuannya. Dia memang tidak menginginkan pernikahan ini, tapi dia tidak ingin jika ibunya bertingkah kelewat batas. Di tengah perjalanan Billy menelepon Robin untuk datang kerumah Jesica. "Rob. Datang kerumah Jesica. Pastikan dia tidak pergi dari rumah," ucap Billy. "Oke," sahut Robin. Robin tidak banyak pertanyaan dan segera melakukan tugasnya. Ia tahu terlah terjadi sesuatu jika Billy meneleponnya dengan nada seperti itu.

Namun, sesampainya di rumah Jeisca. Robin tidak mendapati siapapun yang ada di rumah itu. Rumah nampak kosong dan sepi. Robin segera menghubungi Jesica. Tapi sayang, ponsel Jesica mati. Robin segera mengirim pesan kepada Billy dan disaaat bersaan Billy sampai di depan rumah kedua orang tuannya. "JESICA TIDAK ADA DI RUMAH!" tulis Robin memalui pesan singkat. Seketika Billy semakin kaca dengan keadaan ini. Ia berjalan penuh amarah, membuka pintu dengan kasar hingga membuat seisi rumah tersentak.

Brakkk…

"Apa sih, Bil?" tanya Wanda yang seolah tidak melakukan kesalahan dan diikuti oleh Rolad admadja yang melihat kegaduhan yang terjadi.

avataravatar
Next chapter