webnovel

Siapa Tahu Jodoh

“Aku sudah terlanjur menyanggupi untuk menikahi Oliv, Ta. Aku gak bisa mundur lagi. Orang tua kami bisa malu,” seru Eden dengan kening berkerut. Satu sisi dia tidak tega dengan Cinta, tapi disisi lainnya dia juga tidak bisa mundur lagi.

“Lalu bagaimana dengan aku?” teriak Cinta yang hari ini mendatangi Eden untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Dia sama sekali belum menerima kenyataan.

“Kamu itu yatim piatu, Ta. Gak akan ada orang yang malu kalau kamu gagal nikah,” jawab Eden cukup keras, membuat Cinta tersentak.

Cinta tak percaya dengan kalimat Eden yang begitu menyakitkan, sampai matanya berkaca. Orang yang dulu berjanji melindunginya kini sudah berubah. Sangat berubah.

“Sorry,” bisik Eden menyadari sudah terlalu kasar. Tapi seperti yang sudah dikatakannya tadi, dia tidak bisa mundur lagi.

Nasi sudah jadi bubur. Oliv kini hamil anak Eden dan pria itu sudah menyanggupi untuk menikah. Dan Eden juga percaya kalau Cinta pasti bisa menemukan lelaki yang lebih baik dari dirinya. Dengan alasan itu, Eden pergi meninggalkan Cinta.

“Gak. Jangan pergi. JANGAN TINGGALIN AKU.”

***

Cinta terbangun dengan tangan menggapai ke udara kosong, disertai dengan napas yang terengah dan air mata yang membasahi sudut matanya. Cinta baru saja terbangun dari mimpi buruknya.

Napas Cinta masih memburu ketika dia memejamkan mata dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia sedang mencoba untuk menenangkan diri dari serangan mimpi buruk yang baru saja dialaminya.

Mimpi yang sangat buruk karena pengaruh Eden dalam hidup Cinta memang sangatlah besar. Itu terbukti ketika Cinta masih ingin bersama Eden, bahkan setelah dikhianati dikehidupan yang sebelumnya.

Pria itu adalah pria pertama yang memperhatikan dan memberi kasih sayang tulus pada Cinta. Dan bagi Cinta yang tumbuh di panti asuhan, itu adalah hal yang paling luar biasa dalam hidupnya.

Cinta tidak tahu siapa orang tua kandungnya. Dia juga tidak pernah punya keluarga angkat. Hanya orang-orang panti saja yang dianggap sebagai orang terdekat Cinta.

Ya. Orang-orang di panti hanya sekedar dekat saja. Cinta tidak pernah merasa mereka adalah keluarganya. Dan semua itu karena Cinta kecil yang selalu di-bully teman-temannya.

Cinta bisa dibilang introvert. Dia hanya akan menjadi cerewet ketika sudah benar-benar akrab. Tapi jika belum, Cinta betah diam selama berjam-jam. Itu yang membuat Cinta sering dicemooh. Karena dia pendiam dan jarang melawan jika dikerjai. Selalu begitu sampai Cinta keluar dari panti diumur 18 dan bertemu dengan Eden beberapa tahun kemudian.

Eden yang datang menyapa dengan senyum manisnya dan tutur kata lembutnya. Pria yang selalu duduk di sebelah Cinta ketika mereka kebetulan sekelas. Dan Eden yang selalu membantu Cinta yang berotak pas-pasan untuk belajar. Semua hal sederhana itu membuat Cinta jatuh pada Eden Brawijaya. Dan Eden pula yang menghancurkan keseluruhan eksistensi Cinta.

“Ta, kalau sudah selesai sarapan turun gih. Ada nasabah yang cariin.” Eka yang kebetulan naik untuk ke toilet, singgah ke ruangan kosong yang biasa dipakai makan untuk memanggil Cinta.

“Oh, okay.”

Cinta buru-buru menghabiskan nasi kuningnya yang hanya tinggal sesendok, kemudian bergegas turun. Tentu setelah memastikan tidak ada bekas sambal yang menempel di sela gigi, juga tak lupa merapikan lipstik. Cinta yang bekerja di sebuah bank swasta dituntut untuk memiliki penampilan paripurna.

“Maaf, menunggu lama. Ada yang bisa diban...” Kalimat Cinta terhenti begitu melihat nasabah yang sudah menunggunya.

“Kak Ezra?”

“Oh, hai. Maaf ganggu waktu sarapanmu,” balas Ezra terlihat sangat canggung.

“Gak kok, Kak.” Cinta tertawa meringis. “Ada yang bisa dibantu?”

“Pacar kamu ya Ra?” tanya wanita yang terlihat lebih tua dari Ezra dan duduk di samping pria itu.

“Oh, bukan Bu. Pacar saudara saya,” jawab Ezra dengan cepat, namun tetap sopan. Dan entah mengapa pernyataan itu membuat Cinta meringis.

“Ini atasan saya,” Ezra menjelaskan pada Cinta dengan sama cepatnya. “Tadi kami perjalanan untuk mengunjungi site dan singgah untuk ambil tunai di atm, tapi atm atasan saya tertelan.”

Cinta langsung membulatkan bibirnya tanda mengerti. Dia kemudian meminta tanda pengenal si ibu dan langsung tercengang ketika mencocokkan beberapa data dengan sistem.

“Ada yang salah?” wanita bernama Elizabeth itu bertanya.

“Wah, Ibu gak kelihatan seperti umur 40. Masih awet muda, Bu,” seru Cinta penuh kekaguman.

“Ah, kamu bisa saja deh.” Elizabeth tertawa canggung karena dipuji. “Tapi kok rasanya saya pernah lihat kamu di mana ya? Kita pernah bertemu? Atau mungkin saya kenal orang tua kamu?”

“Kita gak pernah bertemu dan... Saya yatim piatu, Bu.” Cinta mengulas senyum tipis dan itu membuat Elizabeth jadi tidak nyaman.

Wanita itu meminta maaf dan Cinta tidak mempermasalahkannya, tapi Ezra bisa melihat tatapan Cinta berubah sendu. Ezra ingin menghibur Cinta, tapi dia gak tahu bagaimana. Sampai Cinta menjelaskan produk baru dari bank-nya pada Elizabeth. Produk yang katanya akan mendapat cashback, jika uangnya diblokir dengan jangka waktu tertentu.

“Eh, itu minimal blokirnya 25 kan?” tiba-tiba saja Ezra bersuara.

“Iya, Kak. Kak Ezra juga berminat?” tanya Cinta dengan penuh binar dan itu langsung membuat Ezra tersenyum tipis.

Begitu Ezra mengangguk, Cinta langsung terlihat sangat bahagia. Setidaknya target untuk bulan ini akan terpenuhi dan dia tidak akan dimarahi lagi. Cinta makin senang karena ternyata Elizabeth juga ingin ikut dengan nominal lebih besar.

Dan daripada nanti mubazir, Cinta meminta Ezra untuk memblokir dana bulan depan saja. Agar nanti bulan depan dia masih bisa dapat target lagi, toh pergantian bulan tinggal menghitung hari. Dan syukurnya Ezra tidak keberatan, apalagi karena Cinta mengatakan akan singgah ke rumah di hari sabtu untuk meminta tanda tangan.

“Tapi mungkin aku gak bisa sebanyak Bu Eliz,” seru Ezra tidak ingin mengecewakan Cinta.

“Oh, gak apa Kak. Kak Ezra mau ikut sama Cinta, Cinta udah senang banget. Lumayan buat menuhin target.” Cinta tersenyum tulus dan Ezra senang melihatnya.

Basa-basinya sampai di sana saja karena Cinta sudah sibuk mengurusi Elizabeth. Ezra juga tidak menyela lagi dan hanya memperhatikan Cinta yang sibuk dengan berkas. Hanya dengan melihat Cinta yang seperti itu sudah membuat Ezra senang.

“Kamu suka dengan Cinta ya?” tanya Elizabeth ketika mereka sudah berada di atas mobil Ezra.

“Maksud Bu Eliz apa sih?” tanya Ezra pura-pura bego, sembari memasang seatbeltnya.

“Sebagai rekan kerja, Ibu ini sudah sering interaksi sama kamu. Saya juga sudah sering lihat kamu interaksi dengan banyak orang dan cara kamu menatap Cinta itu lain dari biasa.”

Ezra meringis mendengar perkataan Elizabeth, tapi dia juga tidak bisa menyangkal. "Dia itu pacar saudara saya, Bu.” Hanya itu yanng bisa Ezra katakan.

“Tapi jodoh siapa yang tahu kan?” Elizabeth mengedikkan bahu dengan cuek. “Sekarang dia jadi pacar saudaramu, minggu depan bisa saja jadi istrimu.”

Ezra kembali meringis mendengar celotehan tidak masuk akal salah satu petinggi di tempatnya bekerja itu. Tidak ada yang bisa dikatakan Ezra pada Elizabeth lagi karena walau ingin, dia tidak bisa mengaminkan perkataan bosnya itu.

Yang penting Cinta bahagia. Itu yang paling penting bagi Ezra.

***To Be Continued***