webnovel

Minta Maaf

Cinta menghela napas panjang. Ini sudah dua hari sejak pertengkarannya dengan Eden dihari rabu lalu. Dan sampai sekarang, Cinta belum berhubungan lagi dengan lelaki itu.

Kemarin pagi-pagi sekali, Eden mengirimkannya buket bunga sih. Buket bunga permintaan maaf, sekaligus hadiah ulang tahun. Karena Cinta masih kesal dia menolaknya dan meminta kurirnya membawa pulang bunga itu.

Dan sampai sekarang. Hari jumat malam, Eden sama sekali belum menghubunginya. Cinta pun enggan menghubungi duluan karena ingin memberikan kekasihnya itu efek jera.

Apalagi biiasanya jika mereka bertengkar, Cinta yang selalu meminta maaf duluan. Selalu Cinta yang duluan, tidak pernah tidak. Namun kali ini Cinta enggan melakukannya lagi.

Bukan karena Cinta tidak mau menurunkan egonya, tapi dia ingin Eden merasa bersalah. Itupun kalau Eden masih mencintai Cinta. Kalau tidak, Cinta mungkin hanya bisa pasrah.

“Kenapa aku secinta ini sama dia sih?” tanya Cinta pada pot bunga yang menghuni sudut mejanya sejak dua hari lalu.

Pot yang berisi bunga hydragea dan peony buatan. Pot bunga itu tiba jumat malam dan dititipkan di pos security. Tidak ada nama pengirim, tapi ada kartu ucapan selamat ulang tahun untuknya. Dan walau bunganya bukan bunga asli, tapi itu adalah bunga kesukaan Cinta. Setidaknya, hadiah itu membuat dirinya merasa lebih baik.

Dihari ulang tahunnya beberapa hari lalu, Cinta sudah uring-uringan sejak pagi karena tidak ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya sampai siang menjelang.

Cinta pikir semua orang melupakan hari lahirnya, tapi ternyata tidak. Rekan kantor dan sahabatnya rupanya sengaja melakukan hal itu untuk membuat kejutan.

Di kantor, Cinta mendapat kejutan mendekati jam pulang kantor. Sementara para sahabat Cinta, datang bertamu ke kos mendekati tengah malam. Cinta sempat melupakan bahwa hal ini juga terjadi di masa lalu karena terlalu fokus dengan hidupnya yang sekarang.

“Apa mereka sudah selingkuh sejak sekarang,” bisik Cinta masih sambil menatap pot bunganya.

Cinta mengingat-ingat kejadian dikehidupan yang lalu, saat itu Eden dan Oliv juga lupa. Tapi Oliv ikut datang saat sahabatnya memberi kejutan di malam hari, walau datangnya telat pakai banget. Sementara Eden, mengajaknya makan malam esok harinya.

“Padahal aku belum banyak melakukan perubahan, tapi kenapa sudah banyak yang berubah ya?” Cinta kembail bertanya pada pot bunganya. Cinta masih memainkan kelopak bunganya, ketika pintu kamar kostnya diketuk.

Tangan Cinta meraih ponsel untuk melihat jam. Sudah jam lewat jam delapan malam dan biasanya tidak ada yang bertamu ke kamarnya jam segini. Merasa penasaran, Cinta menengok ke jendela yang berada di samping pintu kamarnya. Itu kebiasaannya ketika ada tamu yang mengetuk pintu. Dia tidak ingin sembarangan membuka pintu untuk orang tak dikenal.

Yah, sebenarnya tempat kos ini aman sih. Gak sembarang orang yang bisa masuk sampai ke area dalam, tapi siapa tahu ada tamu yang iseng kan?

Dan untungnya Cinta menengok terlebih dahulu. Dia langsung melengos ketika melihat wajah Eden yang tersenyum tepat di depan jendela, sambil memamerkan kantongan yang berlogo martabak mahal.

Cinta yang tidak tertarik dengan martabak itu langsung menyentak kain gorden yang dipegangnya. Dan tentunya Cinta tidak membuka pintu untuk Eden, dia malah langsung menjatuhkan diri di atas ranjang.

Tapi bukannya pergi, Eden yang merasa dicuekin mengetuk pintu lebih keras lagi. Cukup keras sampai membuat Cinta merasa terganggu, apalagi dengan penghuni lainnya. Enggan mengganggu tetangga kos, Cinta dengan terpaksa membuka pintu.

“Mau apa?” tanya Cinta memblokir jalan masuk ke kamarnya. Dia masih marah pada Eden dan enggan membiarkaan pria itu masuk.

“Aku gak dibiarin masuk nih?” tanya Eden pura-pura merajuk.

“Gak. Dan kalau kamu gak ada urusan, mending perrgi saja. Kamu mengganggu waktu istirahatku.” Cinta sudah hendak menutup pintu, tetapi Eden dengan lincah menahannya.

“Biarin aku masuk dulu. Okay. Aku janji gak akan macam-macam kok, kalau itu yang kamu takutkan.” Eden yang tahu sifat Cinta langsung memberi perlawanan agar kekasihnya tidak mengusir lagi.

Walau sangat susah bersikap dingin, tapi Cinta berusaha keras. Diwaktu ini Cinta tidak ingin menjadi pihak yang selalu mengalah, dia juga perlu tegas agar Eden bisa tahu yang mana salahnya.

“Aku lelah dan perlu istirahat dan aku sedang diet.”

“Aku mohon, Ta. Beri aku waktu untuk minta maaf,” jelas Eden sudah mulai terlihat frustasi.

“Kalau kamu mengusirku, aku akan tungguin di sini. Kamu tutup pintu aku akan gedor sampai kamu bukain. Gak peduli tetangga atau ibu kosmu marah,” ancam Eden sungguh-sungguh.

Cinta tahu tabiat keras kepala Eden. Jika pria itu sudah memutuskan, dia tidak akan mudur apapun resikonya. Mau keputusannya itu salah atau benar, Eden pasti akan tetap pada pendiriannya. Seperti keputusannya menikah dengan Oliv dikehidupan lalu.

“Aku beri waktu delapan menit.” Cinta dengan terpaksa melebarkan pintu kamarnya.

Kamar Cinta tidak lebih besar dari kamar Eden, tapi setidaknya sangat bersih dan rapi. Bukan karena Cinta rajin membersihkan, tapi karena Cinta membayar layanan pembersih kamar layaknya yang ada di hotel.

Hanya ada sebuah ranjang, tv 24 inch, sebuah lemari pakaian dan sebuah meja dan kursi, juga ada dua kotak penyimpanan, juga sebuah koper besar di kamar Cinta. Ada pula kompor portable serba guna dan rice cooker mini yang di tata rapi pada ambalan dinding. Tidak banyak barang di kamar itu, tapi itu semua sudah sangat cukup untuknya.

“Sudah lewat satu menit,” tegur Cinta ketus karena Eden tak kunjung bicara. Pria itu hanya meletakkan bungkusan martabak di atas meja dan menarik kursi.

“Duduk dulu, Ta.” Eden memeganng bahu Cinta dan menggiring Cinta untuk duduk. Setelahnya, Eden berlutut di hadapan kekasihnya.

“Aku minta maaf,” lirih Eden dengan wajah memelas.

“Untuk apa?”

“Karena melupakan ulang tahunmu.”

“Itu saja?”

“Juga soal Oliv. Maaf karena aku kurang peka,” lanjut Eden terlihat bersungguh-sungguh.

Cinta mendengus cukup keras, membuat Eden sedikit mengernyit. Dia tidak menyangka Cinta akan bereaksi seperti itu menanggapi permintaan maafnya. Eden berpikir Cinta akan langsung luluh, tapi nyatanya tidak.

“Aku benar-benar minta maaf, Ta. Kamu gak tahu seberapa menderitanya aku ketika bunga kirimanku kamu tolak dan tidak ada kabar darimu?” tanya Eden lebih lembut.

“Dan memangnya kamu tahu rasanya ketika pacarmu melupakan hari ulang tahunmu. Ketika aku sudah merencanakan makan malam, tapi malah menemukan pacarku terlihat mesra dengan sahabatku sendiri. Apa kamu tahu?” tanya Cinta dengan mata berkaca.

“Karena itu aku minta maaf, Ta.” Eden menggenggam tangan Cinta lebih erat.

“Kamu pikir maaf aja cukup?”

“Lalu apa yang harus kulakukan? Apa aku harus membantumu mencapai target seperti Ezra?” tanya Eden serius.

“Kalau kamu memang menyesal, kamu tidak perlu bertanya apa yang harus dilakukan Eden Brawijaya.” Cinta menepis tangan Eden dan bangkit dari kursinya.

“Waktumu sudah habis. Sekarang silakan keluar.” Tangan Cinta baru menggapai gagang pintu, ketika Eden menariknya ke dalam pelukan pria itu.

“Aku akan berusaha menghindari Oliv. Aku berjanji, jadi tolong maafkan aku.” Eden terdengar frustasi dan itu membuat Cinta sedikit luluh. Tapi tidak, Cinta tidak mau memberi maaf semudah itu.

Dengan kekuatannya yang tak seberapa Cinta melepaskan diri dari Eden. Dia menatap pria itu dengan lebih lembut, membuat Eden bisa sedikit tersenyum.

“Kita akan lihat besok apakah kamu ada di rumah atau tidak. Tapi untuk sekarang pulanglah.”

Eden bingung dengan jawaban Cinta, tapi dia tidak melawan ketika didorong keluar dengan pelan. Setidaknya Cinta sudah melunak dan itu membuatnya bisa sedikit lega. Dan Eden berharap Cinta benar-benar memaafkannya.

***To Be Continued***