30 29

Perut Arsha semakin besar, Arka sudah tidak sabar di buat nya. Bahkan Arka sudah meliburkan diri padahal waktu kelahiran si kecil masih ada beberapa hari lagi.

"Mas."

Arsha kini sudah tidak dapat bergerak dengan bebas, perut besarnya membuat ruang geraknya terbatas. Dia hanya bisa mengandalkan Arka untuk membantunya. Walaupun terkadang Arka tidak bisa benar-benar di andalkan.

"Kenapa yang?"

"Ini tangan aku nggak nyampe buat barel retsleting nya," ujar Arsha cemberut.

Arka terkekeh, sungguh lucu melihat bumil satu itu cemberut. Setelah mengerjakan apa yang istrinya pinta, Arka langsung memeluk Arsha dan menghirup aroma istrinya itu dari belakang.

"Mandi mas, kamu keringetan ih jorok."

"Iya bentar."

Arsha sudah jengah, dari tadi dia menyuruh Arka untuk mandi tapi belum juga di kerjakan pria itu.

"Jangan cium kalau gitu, kamu bau mas."

Arka terkekeh, "masa? Kalau gitu habis mandi boleh kan?"

"Mandi dulu ih, aku udah lapar nih."

Mendengar kata lapar di ucapkan istrinya Arka langsung sigap, sebab terakhir waktu mereka periksa, dokter mengatakan bahwa anaknya kekurangan asupan. Mulai dari situ, Arka selalu sigap jika istrinya sudah mengeluh lapar atau selalu menanyakan apakah istrinya itu lapar atau tidak.

"Tunggu ya, aku mandi bentar aja kok."

"Dari tadi di suruh juga."

Arka tidak menanggapi, ia lebih memilih langsung menuju kamar mandi dari pada meladeni bumi yang tengah sensitif.

Selama menunggu suaminya mandi, Arsha mengolesi perutnya dengan minyak angin, entah sejak kapan. Yang pasti perutnya akan terasa nyaman jika di olesi oleh minyak tersebut. Sesekali juga ia mengurut kakinya yang sudah membengkak. Berdiri sebentar saja sudah membuatnya lelah.

Arka keluar dengan handuk yang hanya menggantung di bawah perutnya, waktu awal melihat perut kotak-kotak milik suaminya, Arsha langsung tercengang dan terpesona. Namun kini, dia sudah biasa saja.

*****

Arka membawa istrinya ke restauran, katanya Arsha ingin makan lobster saus teriyaki dan Arka hanya mengiyakan. Dan di sanalah mereka, menunggu pesanan Arsha datang.

Selama menunggu pesanan, Arka memajukan jemari montok istrinya. Sesekali ia menggigit kecil hati-hari menggemaskan tersebut.

"Yang, aku suka liat jari kamu kaya gini. Gemes banget pengen kunyah."

Arsha mencekik, dia langsung menarik tangannya dan menyimpannya di atas pangkuan.

"Jorok kamu mas."

"Biarin, nanti habis melahirkan kamu nggak usah diet."

"Enggak lah, lagian aku juga mau eksklusif ASI buat anak kita. Nggak mungkin diet."

Tidak lama pesanan mereka datang, Arsha sudah tidak sabar ingin memakan lobster yang sudah menari di atas kepalanya.

"Pelan-pelan yang, berantakan nih," gerutu Arka sambil membersihkan saus yang meleleh dari ujung bibir istrinya.

Arsha ini, sudah mau melahirkan pun masih mengidam membuat Arka berdecak melihatnya.

"Enak banget," seolah tidak pernah mencicipi makanan tersebut, Arsha memainkannya dengan sangat brutal.

Namun, belum sempat ia menelan makanan yang entah beberapa dalam mulutnya. Perutnya terasa sakit, seolah ada yang koyak dalam tubuhnya.

Melihat raut Arsha yang berubah, Arka dengan tanggap menghampiri istrinya.

"Kamu kenapa yang?"

"Sakit, perut aku sakit," ujar Arsha sambil mengusap perutnya.

Arka yang melihat Arsha kesakitan langsung panik. Dia memanggil pegawai restaurant dan membayar bill mereka. Lalu dengan sigap menggendong Arsha menuju mobil.

Selama perjalanan, fokus Arka tidak lagi ke kemudi. Ia sangat khawatir melihat istrinya yang seperti menahan sakit yang teramat.

Sesekali ia menyeka keringat yang keluar dari dahi Arsha. "Sabar yang bentar lagi nyampe ini."

"Sakit mas, aku udah nggak tahan."

"Iya sabar, jangan ngejen dulu ya. Tarik nafas, hembuskan. Sabar jangan panik."

Nyatanya Arsha tidak lah sepanik itu, malah Arka yang terlihat sangat-sangat panik hingga beberapa kali mereka di hampir menabrak sesuatu.

"Fokus nyetir aja mas, nanti kita tabrakan kalau kamu liat aku terus."

Itu teguran Arsha yang kesekian yang di abaikan oleh Arka. Bagaimana mau fokus jika istrinya tengah kesakitan beitu.

******

"Bu Arsha sabar ya, masih bukaan delapan. Sebentar lagi ya, baru kita mulai persalinannya."

Arsha mengangguk di tengah-tengah rasa sakitnya. Arka masih setia menemani, sesekali ia membisikkan kata-kata penyemangat untuk Arsha, walau dia tau itu semua tidak berguna.

"Sakit banget mas," Arsha kembali meringis.

Sedangkan suaminya, sudah kembali beristigfar untuk menenangkan pikirannya, lalu kembali menenangkan sang istri.

"Sabar sayang, mama sedang berjuang untuk mengeluarkan mu. Jadi tolong jangan membuat mama lebih sakit dari ini ya nak," ujar Arka dalam hati.

Tangan Arka sudah menjadi samsak untuk Arsha mengapresiasi bagai mana rasa sakit yang tengah menderanya.

Hingga tak lama dokter kembali masuk, hal itu sontak membuat Arka menghembuskan nafas lega. Dia sungguh tidak tega melihat Arsha yang menahan sakit seperti itu, rasanya india ingin menggantikan tempat istrinya.

"Udah siap ketemu baby nya bu Arsha?" Tanya dokter Rusia sembari memakai sarung tangan.

Arsha hanya mengangguk, rasa yang tengah dia tahan sudah menguras energinya.

"Bapak, mohon temani istrinya di samping ya. Kita udah mau mulai."

"Iya dok."

Dokter mulai memberi instruksi untuk Arsha, dan wanita itu mulai mengikutinya. Tangan Arsha mencengkeram kuat kerah baju Arka saat ia mulai mengejen.

"Lagi bu, anaknya belum keliatan."

"Ayo sayang, aku yakin kamu kuat. Kamu harus bisa demi baby kita yang."

Arsha kembali mengejen sekuat yang dia bisa, air matanya sudah sangat deras mengalir bergabung dengan keringat yang bercucuran.

"Kita sayang, aku yakin kamu bisa yang."

Arka mengusap keringat yang membasahi wajah Arsha sambil menahan tangannya yang sudah sangat pedih akibat cengkeraman Arsha yang tidak main-main.

Arsha menarik nafasnya, lalu memulai lagi. "Ayo ibu, kepalanya sudah kelihatan jangan di lepas ya nanti anaknya kejepit."

Mendengar penuturan dokter Rusia, Arsha kembali mengejen sekeras yang dia bisa. Hingga tak lama suara tangis bayi mengisi ruang bersalin tersebut.

Melihat sesosok bayi di angkat dari tempat dokter tadi berdiri, membuat air mata haru keluar dari pelupuk Arka.

"Alhamdulillah anaknya sudah lahir, jenis kelaminnya perempuan ya. Akan di bersihkan oleh suster terlebih dahulu," ujar dokter Rusia sambil menyerahkan bayi merah itu kepada suster yang berdiri di sampingnya.

Di kecupnya setiap inci wajah sang istri, mengungjapkan betapa dia sangat bahagia hari ini. Moment yang sudah lama dia nantikan.

"Makasih sayang, kamu wanita hebat. Makasih dan i love you," ujar Arka sambil menyeka sudut matanya.

"Sama-sama, i love you too. Kamu udah ngabarin nenek sama Sita?"

Arka menepuk jidatnya, "nanti aku kabarin. Kamu istirahat ya. Capek kan tadi, nanti aku bangunin kalau anak kita udah di bersihkan."

Arsha mengangguk, sebelum matanya tertutup Arka kembali mengecup setiap inti wajahnya. Dia sudah menjadi ayah, dan dia amat sangat bahagia.

******END******

Batam, 22 Juni 20.

avataravatar
Next chapter