webnovel

Tragedi 23! (1)

" Emma, kenapa kau kesini? Bukankah hari ini kau libur? " Kata Tio saat melihat Emma yang penuh akan keringat di wajah nya.

" Ku dengar ayahku di rawat di sini " Kata Emma.

" Oh pasien yang kau maksud telah tiba dan ditempatkan di ruang intensif. Perawat Susi sedang bersama dengan pasien. " Jawaban Tio melegakan perasaan Emma. ia segera menuju lokasi yang dimaksud.

Emma masuk keruang rawat pasien. Tanpa mengucapkan kata permisi kepada penghuni nya. Terlalu panik mendapatkan kabar jika ayahnya tengah dirawat dirumah sakit tempat ia bekerja. Seorang pria paruh baya kesakitan di atas kasur rawat, orang yang merawat dan menjaganya sejak kecil.

Susi menoleh saat merasakan kehadiran Emma. Membiarkan Emma melihat keadaan pasien saat ini. " Pasien mengeluh kesakitan diperut " Lapor Susi.

" Apa!? siapa yang menangani ayah ku saat ini, Susi?."

" Tenang saja, Dokter Latifah lah yang menangani pasien saat ini." Jawaban susi lagi-lagi melegakan perasaan Emma. Setidaknya ayahnya sudah ditangani oleh dokter yang ahli.

Emma menggenggam tangan ayahnya, berusaha menguatkan ayahnya untuk tetap berjuang melawan penyakit nya.

Dokter Latifah datang menemui pasien. Memberi instruksi kepada pasien untuk menggerakkan salah satu ibu jari kaki. pasien mengeluh kesakitan membuat Susi panik. Latifah menyuruh perawat yang berjaga diluar ruang intensif untuk membantunya menangani pasien. " Pasien harus diperiksa lebih lanjut " Kata Latifah.

Emma mengigit bibirnya, tak bisa membayangkan dirinya hidup tanpa ayahnya. Sosok pria yang memberikannya kenangan yang membuatnya bahagia semasa kecil.

" Dokter, aku mempercayai mu. Tolong selamatkan ayah ku."

" Tanpa kau suruh, aku pasti akan berusaha."

Emma menghela napasnya. Rasa khawatir yang mengganjal mulai menghilang. Emma duduk di luar ruang intensif. Membiarkan Latifah menangani pasien di dalam. Ia mempercayainya.

***

Dor! Kaca jendela mobil yang ditumpangi oleh regu Nathan pecah seketika. Mereka sempat terkejut mendapatkan serangan dadakan tersebut. Nathan mengeluarkan snipernya dari tas yang ia bawa, begitu juga dengan yang lainnya.

"Tetap jalankan mobilnya, Alvar! " Perintah Nathan tegas.

" Mereka yang ada di dalam bus! " Teriak Intan dan menarik pelatuk sniper.

" Bus belakang, depan dan samping kita... Mereka berniat membunuh kita?." Kata Aryan yang kesal dengan kehadiran musuh.

" Intan dan Herman, kalian berdua tangani musuh yang ada di belakang mobil ! Aryan kau tangani musuh di kanan dan Satria kau yang menangani sebelah kiri !." Intruksi Nathan kembali dengan nada tegasnya, menunjukkan jika ia seorang prajurit terlatih.

Mereka mengganggukkan kepalanya, salah satu dari mereka melepaskan tembakkan ke musuh sehingga terjadilah baku tembak antara regu Nathan dan musuh.

Dor! Dor! Dor! Tembakkan yang tepat mengenai musuh menguntungkan regu Nathan, tapi merugikan pihak musuh.

Mobil mulai berjalan lambat akibat bus di depan mereka menutupi akses mereka.

Mobil jeep muncul dengan tiba-tiba. Terdapat dua penumpang mobil yang kini menembak kan pelurunya kearah musuh. Intan menoleh, "Bantuan?. "

" Bukan, mereka anggota organisasi Mirai, organisasi teroris terkuat kelima." Seru Alvar yang mengemudi mobil. Nathan memperhatikan mobil jeep tersebut.

"Mereka masih di pihak kita, pertama-tama lumpuhkan organisasi king Cobra yang menyerang kita! " Kata Nathan. Setidaknya bantuan dua anggota pasukkan Mirai membantu mereka untuk secepatnya terbebas dari musuh.

Nathan membuka jendela mobil, Alvar mulai mendekati bus di samping kiri mereka dan Nathan dengan gesit melompat menuju bus tersebut dan masuk dengan mudahnya kedalam. Nathan menggunakan seni bela dirinya dalam melumpuhkan musuh yang berjumlah lima belas orang di dalam bus tersebut.

Satria juga melakukan hal yang sama dengannya, sekarang mereka benar-benar bertarung dengan keahlian bela diri mereka di dalam bus. Menumbangkan satu persatu musuh dan mulai menguasi bus musuh.

Aryan mengarahkan senjatanya kearah salah satu pria bertopeng yang kemungkinan besar adalah ketua kelompok musuh. Dor! Tembakkannya berhasil mengenai dada pria itu. Bus mulai oleng dan menabrak pembatas jalan.

Dor! Dor! Dor! Orang yang ada dalam mobil jeep membantu mereka dengan baik. Brakk! Mereka menghadang bus didepan sehingga bus terhenti akibat mobil jeep di depan. Satu pria dan satu wanita keluar dari mobil jeep dengan masing-masing membawa senjata mereka, masuk kedalam dan mulai membantai mereka tanpa ampun.

Sementara itu beberapa anggota king cobra berusaha membunuh Intan, Herman, Aryan dan Alvar yang masih ada di dalam mobil menggunakan tongkat besi. Memecahkan kaca jendela mobil. Intan membuka pintu dan menerjang semua anggota yang hendak membunuh mereka dengan seni bela diri yang dikuasainya.

" Musuh sudah berhasil dibereskan " Kata Nathan saat keluar dari dalam bus.

Mereka melompat senang karena diberi kesempatan untuk hidup. Memeluk sang kapten dengan tangis airmata.

Tak menyangka jika mereka bisa bertahan dalam situasi barusan. " Kenapa kalian jadi cengeng sekali sih! " Kata Nathan saat mereka sudah melepaskan pelukannya.

Intan menghapus airmatanya, "Habisnya, kita sudah melewati masa-masa sulit kita." Kata Intan menjawab pertanyaan Nathan.

" Kerja bagus, teman-teman! " Kata Nathan memuji rekan-rekan nya.

Kedua anggota Mirai keluar dari salah satu bus. Menghampiri mereka yang kini mulai waspada dengan kehadiran mereka berdua. "Perkenalkan, nama ku Daniel dan wanita disamping ku ini namanya Tanya. Kami diutus oleh Elina untuk mengantar kalian dengan selamat menuju perusahaan moon." Kata Daniel menjelaskan maksud kehadiran mereka saat ini.

Tanya menyerahkan dokumen kepada Nathan, berisikan informasi data pribadi organisasi king cobra. " Mereka menyandera polisi disana. Salah satu dokter yang bekerja dirumah sakit swasta harapan merupakan anggota king cobra dan kini mereka... " Tanya menoleh kearah cctv yang terpasang di sana, "...tengah mengawasi kita melalui cctv".

Mereka semua mengikuti arah pandangan Tanya, menatap cctv dengan tatapan tajam.

***

Aini yang berada diruang nya tersenyum senang melihat target nya menyadari aksinya barusan. Permen rasa susu ia nikmati. jari-jari nya dengan lihai menari di atas keyboard. Melaporkan kejadian barusan kepada pemimpin mereka yang berada di perusahaan moon.

" Hum... ini benar-benar penuh kejutan! "Teriak Aini senang.Menari diruangannya bersama dengan kucing kesayangannya yang selalu ia bawa kemanapun.

***

Elina melangkahkan kaki di sepanjang lorong yang dipenuhi dengan berbagai lukisan di dinding nya. Suara tepuk tangan meriah menemani setiap langkah kakinya. Tempat yang ia telusuri merupakan tempat pertunjukkan musik yang diadakan oleh pemerintah pusat. Manik hitam nya melirik kanan-kiri seakan tergesa-gesa mencari sesuatu.

Elina terus berjalan, mengikuti firasatnya yang mengatakan untuk tidak pergi dari sana. Saat itu juga, suara jeritan kesakitan memenuhi seluruh ruangan. Elina mendengar suara tembakkan dari ruang pertunjukkan, ia segera membuka ruang yang tidak ia ketahui ruang apa itu. Ia hanya masuk mengikuti instingnya, mematikan lampu ruang tersebut dan mulai menyalakan senter untuk menerangi. Batang rokok yang dihisap membuat suasana hatinya merasa tenang, duduk dipojok menunggu keadaan situasi di luar.

" Pria tua itu benar-benar ingin membunuh anak kesayangannya ini? " Kata Elina berbicara pada dirinya sendiri.

Melepaskan jaket yang ia kenakan dan mengganti kemeja yang dikenakannya itu menggunakan kaos staff yang ia temukan ditempat persembunyian nya. Elina menebak jika saat ini ia berada diruang ganti. Hal itu diperkuat dengan adanya berbagai baju yang berada di ruang tersebut serta cermin besar disamping nya.

" Aku benar-benar begitu kacau."

Elina memotong rambutnya yang memang sudah pendek itu. Helaian rambut berjatuhan mengkotori lantai bersih ruang itu.

" Setidaknya rambut ini tidak akan menghalangi pandangan ku saat membunuh pengikut ayah." gumamnya.

Ia merogok saku celana yang dikenakannya. Menatap foto seorang gadis remaja berseragam SMA yang tersenyum ramah kearah kamera.

" Aku akan menebus kesalahan ku di masa lalu."

***

Emma berjalan-jalan menyusuri rumah sakit. Meminum air mineral yang baru saja ia beli dikantin rumah sakit. Menikmati semilar angin yang kini menerpa wajahnya. Berdiri menghadap taman yang dipenuhi oleh anak kecil yang tengah bermain.

" Abbiyya, kau sekarang ada dimana? aku mengkhawatirkan mu." seru Emma lirih.

Menggenggam cincin yang selalu ia kenakan, cincin pemberian Abbiyya saat ia berhasil menjadi seorang dokter. Momen yang begitu membahagiakan, menikmati waktu mereka berdua seharian penuh. Abbiyya benar-benar sosok pria menyenangkan.

Emma akhirnya memilih duduk di taman, sesekali ia tertawa melihat tingkah anak kecil yang begitu menggemaskan dihadapannya saat ini.

Saat ingin kembali ketempat ayahnya yang kini tengah dirawat, manik hitam nya bertemu pandang dengan pria bermasker yang nampak mencurigakan. Pria itu begitu tergesa-gesa sambil membawa anak kecil dalam gendongan nya.

" Penculikan? "

Untuk memastikan perkataannya, Emma mengikuti pria itu pergi. Lantai rumah sakit paling atas menjadi tempat tujuan pria tersebut. Emma semakin curiga saat pria itu memasukkan anak kecil yang dibawanya kedalam gudang penyimpanan.

" Apa yang kau lakukan!" Emma marah kepada pria itu. Menyuruh pria itu untuk membukakan pintu gudang tersebut dan mengeluarkan anak yang ada di dalamnya. tapi, yang ia dapatkan malah sebuah tinjuan kuat yang mengenai perutnya.

Emma tertunduk, jatuh menahan rasa sakit yang begitu luar biasa sakitnya. Pria itu mengambil tongkat yang tak jauh darinya dan memukul Emma menggunakan tongkat tersebut secara membabi-buta. Emma berusaha menepisnya, namun tak berhasil.

Setelah melihat Emma yang tak bedaya. Dia melarikan diri meninggalkan Emma di sana. Pandangan Emma mengabur, tapi ia berusaha tetap sadar. "Ti-o.." serunya saat menerima panggilan dari Tio.

" Kau ada dimana Emma?"

Emma meringis kesakitan. Ia berusaha menjawab pertanyaan Tio. " La-ntai a-tas.. ".

Tio yang mendengar jawaban Emma muli khawatir. Ia segera berlari menuju lantai atas bersama dengan perawat susi yang awalnya ingin memberitahukan keadaan pasien kepada Emma.

Karena panik.Mereka tak sengaja menabrak tubuh pria bermasker yang keluar dari salah satu ruangan. Brakk! Susi mengaduh kesakitan, Pria itu membantu Susi untuk berdiri. Meminta maaf kepada mereka berdua atas kejadian barusan. Tio justru menyuruh pria itu untuk tidak meminta maaf kepada mereka karena kejadian barusan murni ketidaksengajaan mereka. Mereka sama-sama tidak tahu kehadiran masing-masing.

" Kalian kenapa? " Tanya Siska yang baru saja keluar dari ruangan dokter Abbiyya. "Kau belum pulang? haruskan aku memanggilkan ojek" kata siska saat melihat pria bermasker tersebut.

Pria itu menolak bantuan Siska.

" Siapa dia? " Tanya Susi sambil memandang curiga kearah pria itu. Entah mengapa,ia bisa mencium bau darah dari pria itu. Bau darah yang begitu segar.

" Ah! dia membantuku untuk membereskan ruangan dokter Abbiyya . Ruangannya penuh dengan debu, sebab itulah aku membersihkan nya " Kata Siska. Susi menganggukkan kepalanya lalu mereka kembali berlari menuju lantai atas.

Siska mengernyit melihat kepergian Tio dan Susi yang begitu terburu--buru. "Mereka itu... " gumam Siska sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. " Hati-hati dijalan " kata Siska kepada pria yang sudah membantunya. Pria itu berpamitan pada Siska, pergi menjauh dari rumah sakit dengan terburu--buru.

Tio menatap Susi, " Kenapa? " Tanya Tio yang kini mereka sudah masuk kedalam lift.

" Pria itu bau darah."

" Benarkah? aku tidak mencium baunya."

" Percayalah padaku, bau darah ditubuhnya masih segar. Antara dia terluka atau habis membunuh seseorang."

" Susi, jangan fitnah dong. "

" Aku gak fitnah. Aku mengatakannya karena aku yakin! "

Tio menghela napas lelah. " Sudahlah, buang pikiran mu itu barusan jauh-jauh. Kita harus menemui Emma, sepertinya dia terluka di lantai atas. " Kata Tio.

Susi menyipit. " Pria itu mencurigakan."

" Susi!!! sudah kubilang jauhkan pikiran buruk mu itu terhadap pria itu. Pria itu menurutku terlihat normal."

Susi menggelengkan kepalanya. " Siapa tahu ajakan, dia seorang pembunuh. "

Tio menyentil jidat lebar Susi." Kebanyakkan nonton film horor kriminal nih, otak jadi gini" seru Tio.

Ting! Lift terbuka. Mereka langsung berlari menyusuri lorong rumah sakit. Memastikan jika Emma benar-benar berada di lantai atas. Susi berhenti berlari dan itu membuat Tio mrnjadi penasaran. Mengikuti pandangan Susi saat ini yang tertuju kearah lorong sebelah kanan. " Kesana, aku yakin Emma disana. Aku mencium aroma darah..."

" Astaga, Susi!!! Sudah kubilang, buang pikiran aneh mu itu!!! "

" Tio!! Kamu ngeremehin penciuman ku? Penciuman ku ini sangat tajam!! " Kata Susi.

Tio tak ingin banyak berdebat dengan Susi, ia lebih memilih untuk mengikuti langkah susi di hadapannya. Lantai atas lebih digunakan sebagai penyimpanan barang, masih banyak ruang kosong yang belum diisi sama sekali, hanya beberapa saja.

Tio membuka satu persatu pintu yang ada. Memastikan apakah Emma berada disalah satu ruang tersebut.

Susi menunjuk kearah ujung lorong, "Di sana!! Aku mencium arima darah yang semakin kuat! " Teriak Susi kepada Tio.

Tio yang mendengar teriakkan Susi semakin merinding. Pikirannya melayang kehal berbau mistis. Apa Susi mencium darah orang mati? rang yang bergentayangan di lantai atas?. Segera ia menggelengkan kepalanya cepat akan pikirannya barusan. Pikiran negatif seperti itu harus ia musnahkan dari pikirannya saat ini. Pikiran negatif tidak baik, pikirnya.

Susi menemukan keberadaan Emma.Emma menyadari kehadiran seseorang bersyukur. Susi memeriksa keadaan Emma saat ini. Maniknya tak sengaja melihat tongkat besi disamping tubuh Emma. Susi berpendapat jika Emma diserang oleh orang tak dikenal menggunakan tongkat tersebut.

Susi menghubungi keamanan rumah sakit, menyuruh mereka untuk memeriksa cctv. Tak lama Tio datang menghampiri mereka, terkejut dengan keadaan Emma saat ini.

" Siapa yang melakukannya? "

" Sepertinya ada seseorang yang memukul Emma menggunakan tongkat ini... " Susi mengambil tongkat tersebut dan menyerahkannya kepada Tio. Tio mengangguk-anggukan kepalanya setuju dengan pendapat Susi. " Sudah kau hubungi perawat? ".

" Belum, aku baru saja menghubungi keamanan. Akan ku telpon perawat untuk membantu kita membawa Emma. "

Tio mendudukan dirinya disamping Emma. "Bertahanlah. Jika kau menyerah aku akan benar-benar sangat marah!!! " Kata Tio.

Matanya merah, menahan airmata yang ingin keluar. Dia tak boleh menangis dihadapan Emma. Harus kuat.

" Mereka akan segera datang secepatnya " Kata Susi setelah mengakhiri panggilannya. "Apa pelakunya pria bermasker? " Kata Susi menebak.

Tio memukul kepala Susi cukup kuat membuat Susi mengaduh kesakitan. "Jadi maksudmu pria itu pelakunya?".

" Siapa tahu saja kan. Dia beraroma darah." Seru Susi sambil memajukan bibirnya kedepan karena kesal mendapatkan pukulan maut dari Tio.

Tio mendengus kesal dengan Susi. Bisa-bisa nya Susi menuduh orang sembarangan tanpa bukti.

Next chapter