webnovel

Mengapa Kita Harus Dipertemukan?

Mengapa kita dipertemukan? Apakah ada penyebabnya atau ini memang takdir kita?. Ini tentang perjuangan mereka. Alasan kenapa mereka dipertemukan dan harus berjuang demi negara, keluarga dan sahabat yang mereka sayangi...

Noorkhalifah9 · War
Not enough ratings
49 Chs

king Cobra (1)

Abbiyya baru saja ingin memasuki mobil namun terhalang oleh tubuh seseorang. Tubuh pria itu sangat dikenal olehnya. Rambut hitam panjang, mata kanan yang tak berfungsi lagi akibat kecelakaan, kulit sepucat mayat, bibir merah merona yang kini menyeringai dihadapannya. Seketika Abbiyya terdiam. Tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun.

Pria itu menunduk, Mensejajarkan wajahnya dengan Abbiyya. Tubuhnya yang tinggi menyulitkannya melihat ekpresi wajah Abbiyya saat ini. " Kau masih mengingatku? " Suaranya begitu menyeramkan bagi Abbiyya.

Kedua mata ia pejamkan, menganggukan kepalanya perlahan sebagai jawaban. Tak sanggup melihat wajah pria dihadapan nya saat ini. Melihatnya saja membuatnya ingin menangis.

Kring! ( Suara ponsel yang berdering)

" Angkatlah, aku akan menunggu mu disini " Lagi, Pria itu berkata kepada Abbiyya.

Abbiyya sekali lagi menganggukan kepalanya pelan. ku mohon siapa pun tolong aku, begitulah pikiran Abbiyya saat ini sambil menggenggam ponselnya yang berteriak digenggamannya.

" Halo " Abbiyya menerima panggilan ponselnya, manik hitam nya menatap lurus ke depan. lurus kearah pria yang kini bersandar di mobil miliknya.

" Selamat siang, apa ini dengan pak Abbiyya? " terdengar suara wanita dari ponsel Abbiyya.

" i-ya " Begitu gugupnya Abbiyya sekedar untuk mengucapkan kata-kata saat ini.

" Kami dari pihak kepolisian, kami memiliki kabar buruk. putri anda bernama kirana diculik oleh sekelompok pria tidak dikenal. polisi kini masih mengejar pelaku penculikan "

Trak! (Suara ponsel terbentur dengan aspal parkir)

Abbiyya berjalan kearah pria itu, tangan kurusnya mencengkram kerah kemeja rapi milik pria dihadapan nya. " Kau apakan anakku, tuan Ardiaz? "Tanya Abbiyya dengan nada yang begetar menahan rasa takutnya kini. kedua manik hitam nya mengeluarkan air mata.

Tangan kekar pria itu dengan mudahnya menyingkirkan tangan Abbiyya dengan sekali tepisan kuat.

" Dia anak ku, Abbiyya " Kata Ardiaz dengan suara beratnya.

Abbiyya terduduk dihadapan Ardiaz, menangis dibawah Ardiaz memohon kepada nya agar tidak menyakiti kirana. Ardiaz menoleh, memastikan jika tidak ada siapa pun yang ada diparkiran.

Ia ambil ponsel miliknya dari balik jas hitamnya, menelpon seseorang untuk mematikan cctv area parkir rumah sakit. Tangannya menarik kasar Abbiyya, menyuruhnya untuk masuk kedalam mobil hitam yang tak jauh dari parkir mobil rumah sakit.

Abbiyya duduk di belakang bersama dengan Ardiaz, sekilas Ardiaz menatap Abbiyya yang kini menundukkan kepalanya. " Kau nampaknya begitu menyayangi Kirana " kata Ardiaz. " Tapi sayangnya, Kirana itu anak kandung ku dan aku berhak merebutnya dari mu " lanjutnya dengan seringaian liciknya, menghembuskan asap rokok tepat dihadapan Abbiyya hingga Abbiyya terbatuk-batuk saat menghirup asap rokok itu.

" Kenapa baru sekarang kau menginginkan Kirana? "

Ardiaz melirik kearah Abbiyya, " Dimana kau saat Helena berusaha mati-matian mempertahankan kandungannya saat kau membuangnya begitu saja? kau berusaha membunuh mereka berdua pada malam itu, dan membiarkan Kirana melihat kesadisan mu membunuh Helena " Teriak Abbiyya, tak tahan lagi menahan amarahnya saat ini.

" Helena yang begitu mencintaimu kini dia membencimu, sebab itulah Kirana dititipkan kepadaku agar dia tidak menjadi orang seperti dirimu ! ".

Asap rokok kembali dihembuskan, membiarkannya menghiasi dalam mobil. "Kirana spesial " katanya begitu santai.

" Spesial? Apa mak—" seketika Abbiyya membelalak kaget dengan maksud kata spesial yang diucapkan oleh Ardiaz. Dia tertawa dengan airmata yang mengalir begitu derasnya, " —Hahahahahaha! kau pikir Kirana akan menyetujuinya? menjadikannya sebagai wanita masa depan kelompok teroris kalian? " Kata Abbiyya.

" Aku selalu meajarkan Kirana mengenai kebaikkan, tapi kau ingin merusaknya? " lanjut Abbiyya.

Ardiaz mengikat rambut panjangnya kebelakang, mematikan rokok lalu membuangnya kejalan. " Kalau begitu, bagaimana kalau kau bergabung dengan ku? kau bisa menjadi dokter pribadi ku" jarinya menyentuh dagu Abbiyya, " Akan ku gaji kau sesuai keinginan mu " bisik Ardiaz ditelinga Abbiyya.

Mobil berhenti saat Ardiaz menyelesaikan bisikkannya. Membukakan pintu mobil dan menyuruh Abbiyya untuk keluar dan mengikutinya.

Abbiyya turun, berjalan mengikuti Ardiaz di belakang. Mereka dikeliling pria penuh dengan tato ditubuh mereka dan itu membuat Abbiyya ketakutan. Ardiaz membawa Abbiyya menuju sebuah ruang penuh dengan noda darah yang menghiasi lantai serta tembok ruangan. potongan tubuh yang masih berserakkan membuat Abbiyya seketika ingin memuntahkan semua isi perut nya.

" Kau merasa mual? padahal kau kau itu dokter bedah " kata Ardiaz yang kembali menyalakan rokoknya. duduk disalah satu kursi kayu dekat jendela.

Abbiyya mengeluh, dia tidak suka dengan ruangan yang ia kunjungi saat ini. " Sebentar lagi Kirana akan kesini, menyusul kita " kata Ardiaz.

Abbiyya menatap Ardiaz, " Mau kau apakan Kirana? " tanya Abbiyya.

Ardiaz tersenyum, " Kau akan melihat nya nanti ".

Brak! (suara pintu yang dibuka dengan kasarnya)

Sosok Wanita berambut pendek berdiri didepan pintu, " Jadi dia orang yang ayah inginkan? " Tanya wanita itu berdiri dihadapan Abbiyya. " Sesuai dengan penampilannya, dia memang dokter jenius milik rumah sakit swasta harapan " lanjutnya lalu berjalan dan berdiri disamping Ardiaz.

Abbiyya mengernyit..

" Dia anak kedua ku " Kata Ardiaz, " dan dia anak dari istri pertama ku " lanjutnya.

Gila! dia benar-benar gila! berapa banyak wanita yang dia nikahi? pikir Abbiyya.

" Bagaimana dengan polisi yang mengejar mobil Kirana? " Tanya Ardiaz.

" Tenang saja ayah, mereka sudah ku bereskan. saat ini mereka ada di markas ku " jawab Elina, wanita yang berdiri disamping Ardiaz.

Brak! (Suara tubuh seseorang yang terjatuh kelantai).

Abbiyya berjalan perlahan kebelakang, mendekati Ardiaz saat melihat tubuh pria kurus kini berada tak jauh darinya. penuh dengan luka cambukkan diseluruh tubuhnya.

" To-long jangan sa-kiti saya " Mohon pria kurus itu.

Abbiyya ingin menolong pria itu, tapi Ardiaz bangkit dan menarik tubuhnya hingga terduduk dikursi yang baru saja didudukinya.

Ardiaz dengan santainya tanpa ada rasa bersalah menginjak leher pria itu hingga tewas. Abbiyya hanya bisa menutup kedua matanya tak mampu melihat kelakuan Ardiaz dihadapannya.

" Buka matamu! " perintah Ardiaz tepat dihadapan Abbiyya. Perlahan Abbiyya membuka kedua matanya dan dapat ia lihat wajah Ardiaz yang begitu dekat dihadapannya.

Wajah Ardiaz begitu tampan walau mata kanannya mengalami gangguan penglihatan.

" Kau harus menghapus airmata mu, karena kita akan menyambut kehadiran Kirana "

***

Hafi Prayoga, menatap Dewa eka Prayoga yang tengah membersihkan cangkir kotor dari sisa kopi. Hafi bisa melihat dengan jelas raut wajah khawatir Dewa saat ini. Apalagi saat ini mereka tidak tahu kabar Satria. Apakah dia selamat atau tidak?.

Hafi membuka layar ponselnya, memperlihatkan fotonya bersama dengan sosok wanita berambut pendek yang tersenyum ramah kekamera.

" Elina Gayatri " gumam Hafi mengingat nama wanita itu.

Awal pertemuannya dengan Elina saat dirinya berjalan ditaman dan tak sengaja bertabrakkan dengan Elina karena kelalaiannya. Hafi sempat terkejut saat Elina menyebut dirinya dengan nama Ayu, entah tahu dari mana Elina dengan nama almarhum kakak angkatnya itu.

" Hafi "

" Iya, ada yang bisa ku bantu ka Dewa? " Tanya Hafi kepada Dewa.

Dewa mengeringkan tangannya, berjalan menghampiri Hafi yang duduk dikursi. "Sedang memikirkan apa? kenapa adik kesayanganku ini melamun? " kata Dewa.

Hafi tersenyum, " Aku hanya memikirkan tugasku untuk besok " bohong! besok Hafi tidak memiliki tugas sama sekali. " Ka Dewa, malam ini sepertinya aku akan pergi keluar. ingin membeli beberapa buku " kata Hafi lagi.

Dewa mengusap surai rambut Hafi, "Tentu, bukankah kau ingin menjadi tentara seperti ka Satria? maka kau harus banyak belajar" kata Dewa memberi nasehat.

Hafi memeluk Dewa, " Aku akan berusaha, ka Dewa " bisik Hafi. Dewa menganggukan kepalanya sambil mengelus surai rambut Hafi.