webnovel

? - Dirinya yang Lain (BETA)

Ren kesulitan untuk meraih kesadarannya kembali. Ia tengah terombang-ambing dalam pikirannya sendiri.

Di tengah kekacauan itu, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang cepat dan berat.

Ren berusaha memusatkan pandangannya, tetapi hanya bisa melihat sosok kabur mendekat.

Sesaat kemudian, Reiyu, saudari kembarnya Ralph muncul di hadapannya. Matanya merah dan penuh amarah, wajahnya basah oleh air mata yang mengalir deras.

Reiyu menangis sejadi-jadinya karena sempat menyaksikan Ralph dihajar oleh Ren. "APA MAKSUDMU!" jerit Reiyu, suaranya pecah di udara.

Reiyu seketika meraih kerah baju Ren, dan terus menariknya untuk meluapkan emosinya.

"APA YANG KAU PIKIRKAN, HAH? BAGAIMANA BISA KAU MELUKAI MBAKYU SAMPAI SEGITUNYA?!"

"PADAHAL MBAKYU SANGAT PERCAYA, PEDULI DAN SELALU MENGKHAWATIRKANMU!!"

"BERANINYA DIRIMU MEMBUAT MBAKYU MENANGIS!!"

"SEKALIPUN DIRIMU BERSUJUD, REIYU TAK AKAN MEMAAFKANMU ATAS PERBUATANMU1!1!"

"BERANINYA BERANINYA BERANINYA!!"

"Kau... Reiyu..." gumam Ren, suaranya serak dan nyaris tak terdengar. Kesadarannya masih rapuh.

"Jangan sebut Reiyu!" teriak Reiyu lagi, kali ini dengan lebih banyak air mata yang mengalir di pipinya. "Kau tahu betapa berartinya Mbakyu bagiku! Dan kau... kau menghancurkannya!"

"Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi," kata Ren lemah, matanya memohon pengertian. "Aku tidak bermaksud..."

"Tidak bermaksud?" potong Reiyu dengan suara yang sarat dengan kepedihan. "Kau hampir membunuhnya, Ren! Apakah itu tidak bermaksud bagimu?"

Ren menutup matanya, air mata mulai mengalir di wajahnya yang pucat. Ia tahu bahwa permintaan maaf takkan cukup, bahwa penyesalan takkan menghapus luka yang telah dia sebabkan. Di balik semua itu, dia merasakan keputusasaan yang dalam. Ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri, dan konsekuensinya begitu mengerikan.

"Maafkan aku, Reiyu," bisik Ren akhirnya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi padaku."

Reiyu terdiam sejenak, tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Kemarahan dan kesedihan bercampur aduk dalam hatinya, membuatnya sulit untuk berpikir jernih.

Namun, dia tahu satu hal: Ren telah mengkhianati kepercayaan mereka, dan itu adalah luka yang mungkin takkan pernah sembuh.

"Reiyu tidak akan bisa memaafkanmu, Ren!" kata Reiyu dengan suara bergetar. 

Ren merasa tidak nyaman saat berada didekatnya Reiyu, saat ia rasakan kembali. Ternyata aura yang membuatnya merasa tak nyaman berasal dari pedang kayu merah yang tengah dibawa oleh Reiyu.

"Jauhkan benda itu dariku..." gumam Ren dengan suara serak.

"Kau takut bukan dengan kayu ini!" Reiyu meraih pedang kayu merahnya.

"LENYAPLAH IBLIS!!" Reiyu memukulkan pedang kayu merah tersebut kearah Ren.

"TIDAK!!" Ren terus mengerang kesakitan

Reiyu terus memukulkan pedang kayu merah itu, berharap bisa mengusir kegelapan yang merasuki Ren.

Tapi setiap pukulan hanya membuat Ren semakin histeris, berteriak dan berguling di tanah. Wajahnya kini penuh dengan ketakutan yang mendalam, seolah ia tengah berperang melawan monster dalam pikirannya.

"Reiyu akan membebaskanmu dari kegelapan ini, Ren!" teriak Reiyu dengan air mata yang tak berhenti mengalir. "Reiyu tidak akan membiarkanmu terjatuh lebih dalam lagi!"

Ren mengerang kesakitan, tubuhnya gemetar hebat. Dalam benaknya, ia melihat bayangan gelap yang menertawakan kelemahannya, membisikkan kata-kata kebencian dan keputusasaan.

Bayangan itu semakin nyata, mendekat dengan setiap bisikan, mencengkeram hatinya dengan rasa takut yang tak terhingga.

Reiyu, dengan segenap keberanian yang tersisa, mendekat sekali lagi. "Ren, dengarkan Reiyu! Kau harus melawan ini! Kau harus mengingat siapa dirimu sebenarnya!"

Ren mengangkat pedangnya dengan tangan gemetar. Air mata mengalir di pipinya yang pucat. "Aku... aku tidak bisa... Reiyu, pergi... pergi sekarang!"

Ren tak kuasa lagi menahan kutukannya. Ia mulai berhalusinasi dan menjerit ketakutan sendiri. "TIDAK TIDAK TIDAK INI BUKANLAH DIRIKU!!"

"ENYAHLAH! MENJAUHLAH! MUSNAHLAH!" Suara yang tak dikenali kembali merasuki Ren.

"...Ren?"

Reiyu terjatuh, terhempas oleh serangan Ren. Sakit di tubuhnya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Reiyu menatap mata Ren yang kembali menghitam.

Ren dengan sangat kuat menghempaskan Reiyu.

Reiyu tergeletak tak jauh dari Ralph, tubuhnya terhempas oleh kekuatan luar biasa yang Ren sendiri tak bisa kendalikan. Darah mengalir dari luka-luka di tubuh Reiyu, tetapi lebih dari itu, ada kesedihan mendalam yang tergurat di wajahnya.

"Ren..." suara Reiyu terdengar lemah, hampir tak terdengar di antara bunyi reruntuhan yang masih berguguran. Matanya yang penuh dengan air mata menatap Ren dengan harapan yang tersisa. "Mengapa...?"

Sesaat sebelum reruntuhan menimpanya, Reiyu mencari tubuh Ralph yang tergeletak di dekatnya.

Reiyu yang merangkak dengan sisa tenaganya, berusaha meraih Ralph.

"Mbakyu... Reiyu sangat menyayangimu,"

"...maaf kalau Reiyu selalu merepotkanmu." bisik Reiyu, menangis untuk terakhir kalinya,

.... air matanya mengalir tanpa henti,

... sembari memeluk,

.... dan melindungi Ralph,

... dari tertimpa reruntuhan.

Ren menyaksikan pemandangan itu dengan mata yang terbuka lebar, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Di dalam benaknya, ia terombang-ambing antara kesadaran dan ketidaksadaran, setiap suara dan bayangan hanya fragmen yang samar.

Kepalanya terasa berat, pandangannya semakin buram, dan rasa sakit menyelinap melalui setiap serat ototnya.

"Reiyu... Ralph..." suaranya bergetar, penuh penyesalan yang mendalam.