1 Prolog

Pagi hari, seorang laki-laki sedang duduk makan bersama keluarganya. Ia seorang laki-laki yang pendiam saat bersama kedua orang tuanya.

Ia bernama Alendra Putra, ia berusia 24 tahun. Ia adalah seorang anak tunggal, pemilik perusahaan yang terbesar di kota Jakarta, Alendra sekarang sedang berkuliah di universitas Guna Jaya di jakarta, yang telah ayahnya pilih untuk dirinya, sebenarnya Alendra tidak ingin kuliah dan ia hanya ingin bekerja seperti orang-orang biasanya, namun ayahnya itu tetap terus memaksanya untuk kuliah di universitas itu dan pada akhirnya Alendra pun dengan terpaksa kuliah di tempat yang ayahnya pilih.

Alendra sebenarnya, sangat muak terus-terusan mengikuti kemauan kedua orang tuanya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain untuk menuruti saja. Dulu Alendra pernah kabur dari rumahnya, karena ia tidak ingin dikekang dan di atur oleh kedua orang tuanya itu, tetapi dengan kuasa yang ayahnya miliki, Alendra pun berhasil di temukkan saat ia bekerja di kafe dan pada akhirnya Alendra di kurung selama satu bulan penuh tidak bisa keluar dari kamarnya, Alendra yang tidak ingin dikurung menjadi sangat penurut sekarang, apapun yang di suruh oleh kedua orang tuanya Alendra akan menurutinya dengan keadaan yang sangat terpaksa.

Dengan menuruti kemauan kedua orang tuanya, Alendra bisa bebas keluar kemana-mana, bukan berati bebas pergi bermain dengan teman-temannya, tapi bebas pergi ke tempat yang ia sukai, yaitu pantai. Alendra sering pergi kesana, untuk menenangkan semua pikirannya, ia tidak ingin terus-terusan bersedih. Memikirkkan kedua orang tuanya yang sangat egois terhadap dirinya. Alendra lebih memilih untuk mengikuti kemauan orang tuanya ketimbang ia dikurung didalam kamar dan tidak bisa melakukkan apa-apa, bahkan ponsel, laptop dan tv pun orang tua Alendra tidak akan membiarkkan Alendra memainkkan nya saat ia dikurung di dalam kamar.

Hari ini, Alendra akan berangkat kuliah dan akan di antar oleh supir khusus untuk mengantarkan dan menjemput dirinya kuliah nanti.

"Alendra, pamit pi, mi." Alendra langsung mencium pungung tangan kedua orang tuanya. Ketika Alendra ingin beranjak pergi tiba-tiba saja ayahnya mengatakkan sesuatu.

"Setelah pulang kuliah, kamu harus pulang kerumah!" ucap ayah Alendra tanpa melihat ke arahnya, ayahnya hanya fokus melihat ponsenya saja.

Laki-laki tua yang bernama Erik Gunawan yang sudah berusia 50 tahun itu, memiliki berbagai macam usaha di kota Jakarta mau pun di luar negeri. Ayah Alendra memilik sifat pemaksa, kerasa kepala dan sangat garang, bahkan anaknya saja selalu ia marahi, jika Alendra berbuat sedikit saja masalah.

Sedangkan ibu Alendra yang bernama Susan, ia sudah berusia 45 tahun, ia hanya sebagai ibu rumah tangga saja, namun penampilannya tidak pernah ketingalan dengan anak-anak muda jaman sekarang, karena hobinya adalah berbelanja, bermake up, arisan dan berkumpul dengan ibu-ibu sesolita.

"Iya," jawab Alendra dengan singkat.

"Alendra, kamu dengar apa yang di katakan papi mu?" tanya ibu Alendra sambil memakan serapannya.

"Dengar, Mi," jawab Alendra singkat.

"Bagus, sekarang kamu boleh berangkat," ucap ibu Alendra.

Alendra hanya menghembuskan nafas nya dengan kasar, ia benar-benar sangat muak di perlakukkan dirinya seperti anak tiri, ia ingin kedua orang tuanya menyayangi dirinya sepenuh hati dan tidak mengekang dirinya terus berada di rumah. Ia sangat lelah, melihat sifat kedua orang tuanya yang sangat cuek terhadap dirinya.

Terkadang Alendra meneteskan air matanya, saat-saat mengingat dirinya terus di kurung dikamar selama sebulan penuh, bahkan ia ingat waktu ia berumur 18 tahun, Alendra sering dipukul dan di seret ke dalam gudang yang sangat gelap selama tiga hari, bahkan saat itu Alendra di beri makan hanya nasi putih saja dan air hanya setengah gelas saja.

Ketika Alendra sakit, karena akibat di kurung oleh mereka, kedua orang tua Alendra bahkan tidak peduli, padahal waktu itu keadaan Alendra sempat kritis, saat itu Alendra hanya di jaga oleh pengawal ayahnya saja, sedangkan orang tua Alendra, menjenguk dirinya sama sekali saja tidak ada. Itu lah yang membuat Alendra sampai menangis akan hidupnya yang benar-benar sangat miris, kedua orang tuanya, hanya terus mengurus perkerjaannya di kantor. Padahal uang, mobil, rumah dan segalanya sudah mereka miliki, tetapi kedua orang tua Alendra pun tidak pernah puas untuk bekerja mencari uang

Ketika di dalam perjalanan, menuju ke kampusnya, Alendra terus melamun di dalam mobil. Tatapannya terlihat sangat kosong, tangannya terus memegang ujung bajunya sampai memerah. Ia akan memegang terus ujung bajunya jika ia sedang memiliki banyak beban di dalam hidupnya, bahkan kulit tangannya sampai terkelupas saat seperti itu, tapi Alendra tidah pernah merasakkan namanya sakit.

"Kapan aku bisa bebas...." lirih Alendra.

Padahal Alendra tidak pernah meminta sesuatu yang lebih dengan kedua orang tuanya, dia hanya ingin bebas tanpa di atur ini itu. Tetapi sepertinya permintaan Alendra sangat sulit di penuhi oleh kedua orang tuanya, jika ia mengatakan untuk dibebaskan Alendra akan di hajar habis-habisan oleh ayahnya dan di tambah lagi ia akan mendapatkan hukuman, di kurung di dalam kamar mandinya.

"Tuan, kita sudah sampai," ucap sang supir kepada Alendra, namun tidak di sahuti.

"Tuan," panggil supir itu lagi.

"Ah, maafkan saya, Pak," ucap Alendra baru saja tersadar dari lamunanya.

"Tidak apa-apa Tuan, semoga hari ini hari yang menyenangkan," ucap sang supir dan wajah Alendra hanya datar saja membalas tatapan supirnya itu.

"Terima kasih."

Alendra dengan perlahan-lahan memasuki gerbang kampus yang sangat besar dan megah itu. Rasanya ia benar-benar sangat sulit untuk melangkahkan kakinya ke kampus itu, ingin rasanya ia berlari sejauh-jauh mungkin, tetapi semuanya mustahil.

Alendra memang populer di kampus itu, karena ketampanan nya itu dan karena ayahnya pengusaha yang sangat terkenal di kota itu, tapi mereka tidak tahu apa yang Alendra pikul selama ini, ternyata banyak beban berat yang ingin Alendra lepas. Alendra memanglah anak yang pintar dan cerdas ia sering mendapatkan nilai tinggi di ruangannya, tapi di balik nilai yang tinggi itu, Alendra belajar dengan sangat giat dan bergadang demi mendapatkan nilai yang bisa memuaskan orang tuanya, bahkan Alendra sering mimisan, karena akibat kurang istirahat. Ayahnya yang melihat Alendra mimisan, hanya mengatakan dirinya harus kuat dan tidak boleh menjadi orang yang lemah. Dia akan memandingi dirinya dengan Alendra, jika ayahnya sedang marah terhadap dirinya itu.

"Alendra!" panggil gadis-gadis cantik dari belakang Alendra, saat ia ingin memasuki ruangan.

"Ada apa?" tanya Alendra dingin.

"Hari ini, kita memiliki mahasiswa baru yang cantik, lho," ucap Maya gadis yang berteman baik dengan Alendra.

"Oh," jawab Alendra dengan singkat.

"Hanya, oh?" tanya Maya.

"Hem," jawabnya Alendra Lagi. Alendra memanglah akan menjawab pertanyaan orang-orang seperlunya saja. Seperti sekarang, karena ia malas untuk menjawabnya. Lebih baik ia gunakkan untuk istirahat saja.

"Alendra! Kenapa terus seperti ini?" tanya Maya dengan sedih.

"Tidak apa-apa," jawab Alendra singkat.

Maya adalah seorang gadis cantik berusia 24 tahun, ia satu jurusan dengan Alendra. Maya termasuk orang yang sangat suka centil terhadap Alendra, walaupun sebenarnya Alendra tidak menghiraukkan dirinya, tapi Maya terus menganggu Alendra. Maya tipe gadis yang sangat cerewet, pemaksa dan tidak sombong. Ia selalu berbicara ramah kepada teman-teman di kampusnya, maupun orang-orang diluar, walaupun gadis itu ramah, tapi sebenarnya ia sangat galak ketika marah kepada orang yang suka menganggu ketenangan hidupnya, bahkan lebih galak dari harimau, Jika kita melihatnya secara langsung.

avataravatar
Next chapter