webnovel

Anak Broken Home

"Kenapa Mama atau Papa nggak ada yang bercerita pada aku tentang masalah ini?" Tanya Fiona.

"Sengaja papa tidak bercerita padamu, agar kamu bisa fokus pada kuliahmu, tidak memikirkan masalah kedua orang tuamu ini." Jelas sang papa.

Tetap saja pada akhirnya Fiona tahu dan ia jadi kepikiran tentang kedua orang tuanya yang sudah berpisah. Fiona mencubit-cubit pipinya, ia berharap ini semua hanya mimpi dalam tidurnya dan ia bisa segera bangun dari mimpi buruknya. Namun pipinya terasa sakit, berati ini semua nyata, Fiona tidak sedang bermimpi.

Fiona pun harus menelan pil pahit dalam kehidupan. Sudah tak ada lagi tempatnya bersandar, sudah tak ada lagi orang yang menjadi tempat curhatnya saat ia berada di rumah. Semua hancur seketika karena adanya orang ketiga. Sungguh takdir ini sangat menyesakkan bagi Fiona yang sedang butuh keberadaan sang mama.

Tiba-tiba saja Fiona teringat, beberapa bulan yang lalu saat Fiona pulang ke rumah, Mama Iren memasak makanan kesukaannya, karena ia tahu sang putri akan pulang ke rumah. Yang jelas, setiap Fiona pulang, Mama Iren selalu menyambut kedatangannya.

Kini, rumah tempat Fiona dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang ini terasa sepi dan hampa, tidak ada lagi canda tawa seperti dulu. Fiona beranjak ke kamarnya, lalu ia mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya itu. Fiona membuka aplikasi berwarna hijau, lalu ia menelepon Mama Iren.

[Hallo, Ma.]

[Iya, Fio.]

[Mama lagi ada dimana?]

[Di rumah.]

[Di rumah yang mana? Mama lagi ada di rumah siapa?]

Fiona sedikit emosi saat berbicara dengan sang mama melalui telepon. Wajar saja, karena ini adalah reaksi kekecewaannya terhadap ibu kandungnya itu.

[Mama lagi ada di rumah Mama.]

[Rumah mama yang mana? Mama nggak ada di rumah!]

[Kamu sekarang sedang ada di rumah ya?]

[Iya, aku sedang berada di rumah, tapi Mama nggak ada!]

[Maafkan Mama ya!]

[Maaf untuk apa? Untuk perselingkuhan yang sudah Mama perbuat?]

[Maafkan Mama, Fio!]

[Apa sih yang membuat Mama pergi meninggalkan Papa?]

[Mama tidak bisa menjelaskannya padamu.]

[Karena cinta atau karena laki-laki itu lebih kaya?]

[Karena cinta.]

[Karena cinta bisa membutakan mata hati Mama!]

[Maafkan Mama]

[Mama nggak punya hati, aku benci Mama!]

Fiona menutup teleponnya, ia kesal dengan Mama Iren yang menurutnya tidak punya hati. Fiona merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu ia menangis. Ia tak tahu lagi kemana harus mencari sosok tempat ternyaman untuknya bercerita dan untuk menumpahkan lelahnya, karena selama ini Fiona selalu bercerita pada sang mama. Mereka berdua sangat dekat, Mama yang masih terlihat seperti anak muda, sering menemani Fiona pergi. Namun sekarang, sosok itu sudah tidak ada lagi.

Ini semua terjadi begitu cepat, sehingga membuat Fiona marah dan tidak bisa menerima keadaan seperti ini. Betapa teganya Mama Iren pergi meninggalkan dua orang anak dan memilih pergi bersama laki-laki lain.

Fiona keluar dari kamarnya, lalu ia beranjak ke ruang makan, ia membuka tudung saji yang berada di meja makan. Ternyata tidak ada makanan apapun, yang biasanya Mama Iren selalu memasak untuknya saat ia pulang ke rumah, namun kini tidak lagi. Fiona membuka rice cooker, ternyata ada nasi hanya lauknya saja yang tidak ada.

"Pa!" Panggil Fiona sambil beranjak ke kamar sang papa.

"Papa sudah makan?" Tanya Fiona seraya melihat Papa Febri yang sedang menatap layar ponselnya.

"Sudah, kamu mau makan? Nanti biar Papa pesan makanan?"

"Nggak usah Pa, aku mau masak mie instant aja."

Fiona beranjak ke dapur, lalu ia memasak mie instant untuk dirinya sendiri. Tujuan Fiona pulang ke rumah, salah satunya karena ia rindu masakan Mama Iren, kini ketika sang mama sudah pergi dari rumah, takkan ada lagi masakan yang memanjakan yang bisa memanjakan lidahnya.

Fiona belum bisa menerima takdirnya ini. Menjadi anak broken home tak pernah ada dalam benaknya selama ini, karena ia selalu melihat kedua orang tuanya yang harmonis, kedua orang tuanya adalah pasangan yang serasi, namun kini keharmonisan itu telah hancur oleh laki-laki lain yang masuk dalam hidup Mama Iren.

Brukk ~~

Fiona memukul meja makannya, ia tiba-tiba saja hatinya meronta, ia ingin sekali bertemu dengan laki-laki yang menghancurkan rumah tangga kedua orang tuanya, ia ingin protes mengapa harus merebut kebahagiaan orang lain?

"Assalamualaikum." Salam Devan. Ia baru saja pulang bermain bersama teman-temannya.

"Waalaikumsalam." Jawab Fiona.

Devan beranjak ke ruang makan, lalu melihat sang kakak yang sedang duduk disana sambil melamun.

"Ehh Kak Fiona ada di rumah?" Sapa Devan. Fiona hanya melirik adik laki-laki satu-satunya itu.

"Baru sampai rumah, Kak?"

"Sudah dari tadi. Kamu habis dari mana?"

"Biasa, main ke rumah teman."

"Duduk sini!" Titah sang kakak.

Devan pun duduk di hadapan Fiona, karena sepertinya ada yang ingin Fiona sampaikan kepadanya.

"Kamu tau siapa laki-laki yang merenggut kebahagiaan keluarga kita?" Tanya Fiona dengan wajahnya yang serius.

"Aku hanya tau namanya aja, tapi belum tau orangnya."

"Siapa namanya?"

"Om Rizal."

"Kenapa kamu nggak pernah minta dipertemukan oleh laki-laki yang bernama Rizal itu?"

"Untuk apa?" Tanya Devan.

"Memangnya kamu nggak berontak sama sekali saat kamu tahu Mama akan pergi dari rumah?" Cecar Fiona.

"Aku sudah coba bicara sama Mama, tapi Mama tetap pergi, aku nggak bisa melarangnya."

Devan kembali teringat peristiwa satu bulan yang lalu, saat itu Devan sedang berada di dalam kamarnya, lalu ia mendengar suara kedua orang tuanya yang sedang bertengkar. Karena Devan merasa dirinya sudah besar, ia pun berhak tahu apa yang terjadi antara kedua orang tuanya itu. Devan pun menghampiri Ayah Febri dan Mama Iren.

"Mama, Papa, kenapa sih?" Tanya Devan, lalu ia melihat sang mama sedang memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas besar.

"Mama mau kemana?" Devan bertanya lagi.

"Mama mau pergi, Mama mau berpisah sama Papa."

Devan pun terdiam, ia tidak ingin ibu yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu pergi dari rumah ini.

"Memangnya ada masalah apa sih, Pa?" Tanya Devan pada Papa Febri.

"Mamamu selingkuh, lalu sekarang Mama mau pergi bersama laki-laki itu."

"Apa? Mama mau pergi sama laki-laki lain? Siapa laki-laki itu, Ma?" Cecar Devan.

"Namanya Rizal, kamu nggak kenal sama dia."

"Lalu, gimana dengan kita? Disini ada Papa dan aku, lalu ada Kak Fiona juga. Masa Mama mau meninggalkan kita begitu aja?"

Mama Iren berdiri, lalu mendekati anak laki-lakinya itu, "Dev, Mama akan selalu ada untuk kamu dan Fiona, kasih sayang Mama untuk kedua anak Mama nggak akan hilang."

"Kalau Mama sayang sama aku dam Kak Fiona, kenapa harus berpisah sama Papa?"