14 S1 014 Tanjung Lesung 2

"Cantik," ujarnya lirih. Namun, masih bisa terdengar oleh netra Audia, karena itu, dia menoleh dan tersenyum.

Senyum yang ntah terasa tidak asing di benak Alvin. Senyum yang dahulu pernah ia lihat. Yang membuat dadanya berdebar-debar.

***

Selasa pagi, Audia dan Alvin menikmati menu sarapan yang dihidangkan di restoran tempat mereka menginap. Lobster bakar saos asam manis. Yang rasanya sangat lezat.

Alvin, dari balik kacamatanya memperhatikan dengan seksama cara makan Audia yang begitu lahap. Suapan demi suapan terlihat begitu menggiurkan.

"Kamu suka makanan laut, Di?" tanya Alvin yang telah menyelesaikan makannya. Tangannya terulur, mengelap sisa-sisa saos yang tertinggal di sudut bibir Audia.

Audia mengangguk, menelan sisa daging lobster yang ada di mulutnya, kemudian berkata, "Lobster ini enak banget. Makanya Didi suka."

Sepuluh menit kemudian, setelah menghabiskan lobster dan minuman es kelapa muda yang menyegarkan, Alvin mengajak Audia menyusuri pantai di Tanjung Lesung.

Hamparan pasir putihnya, gulungan ombak yang tak henti-hentinya menyapa pesisir pantai itu, benar-benar menyegarkan pandangan mata di pagi hari yang cerah itu.

Sesekali merekam momen indah itu dengan kameranya. Mengarahkannya pada Audia yang tampak malu-malu.

"Dah, dong, Mas. Jangan fotoin Didi terus. Malu, tau!" Audia mengelak dengan menutupi wajahnya. Alvin tertawa renyah.

"Biasanya mas gak suka foto manusia. Hampir seumur hidup mas, mas cuma foto pemandangan, fenomena alam, juga produk-produk makanan dan minuman." Audia tampak mendengarkan dengan seksama.

"Jadi, Didi manusia pertama, dong, yang Mas foto?" Alvin mengangguk.

"Produk fashion, bukannya pake model, ya?" tanya Audia, lagi, penasaran.

"Mas gak terima job yang pakai model manusia." Alvin mengakhiri percakapan, menuntun Audia untuk lanjut berjalan.

"Kamu bisa renang, Di?" tanya Alvin tiba-tiba setelah beberapa saat mereka terdiam selama menyusuri tepi pantai, hanya deburan ombak dan suara burung camar yang memenuhi udara pantai.

Audia menghentikan langkahnya. Memandang Alvin. Seolah mengingat sesuatu.

"Saat malam tahun baru, beneran Mas Alvin yang nolong Didi?" Alvin tersenyum. Menarik Audia menjauh dari bibir pantai. Mencari tempat yang lebih kering dan teduh, jauh dari embusan angin pantai yang masih cukup kencang di pagi itu.

Alvin membersihkan tempat duduk dari batu untuk mereka berdua tempati, kemudian bertanya, "Kenapa?"

"Ya, pengen tahu aja. Karena kita, kan, bisa jadi orang asing." Alvin tertegun dengan ucapan Audia.

"Mas mengenali kamu, kok. Mahasiswiku yang selalu bikin onar." Alvin terkekeh setelah melontarkan kalimatnya. Serta merta Audia menonjok lengannya, meski tanpa sekuat tenaga.

"Masnya aja yang dosen killer." Audia menjulurkan lidahnya.

"Didi merasa terlahir kembali. Andai, Mas gak nolong Didi, mungkin kita gak akan pernah menikah. Betul, kan?" Alvin mengangkat bahunya.

"Mas, gak akan berandai-andai." Alvin berdiri, membersihkan celananya dari pasir-pasir. Kemudian berujar, "Ayo!"

Audia mendongak, "Mau ke mana?"

"Kita berenang. Mas taro kamera dulu." Alvin langsung menarik tangan Audia.

Seolah melupakan kekesalannya, Audia mengikuti langkah Alvin. Bergelayut manja pada lengannya. Sesekali menyandarkan kepalanya pada lengan kokoh Alvin. Dan Alvin akan membalasnya dengan mengacak-acak rambut Audia, hingga ia kembali dibuat kesal.

Berlari bekejaran hingga mereka tiba di depan cottage yang mereka sewa. Alvin tiba lebih dahulu, dan terlihat berdiri diam di depan pintu itu. Membuat Audia penasaran.

'Malah bengong. Bukannya langsung bukain pintu. Dasar om-om aneh,' batin Audia.

"Ada apa?" Audia akhirnya bertanya, karena tidak menemukan sesuatu yang aneh, di depan pintu masuk ke cottage mereka, yang membuat Alvin bergeming.

"Aku baru inget."

"Hmm? Inget apa?" Dua alis Audia seketika menyatu membentuk tiga kerutan.

Alih-alih menjawab, Alvin mengangkat tubuh Audia. Menggendongnya ala bridal style. Audia seketika memekik karena terkejut. Melingkarkan tangannya di leher Alvin. Bibirnya terlihat mengkerut, merajuk.

Alvin tertawa, kemudian berucap, "Aku belum menggendong istriku seperti ini, sejak kita menikah." Audia hanya mengangkat kedua alisnya. Tidak paham, apa istimewanya menggendong seperti ini?

"Bukannya, kemarin-kemarin udah pernah, ya, gendong Didi kaya gini?" Audia teringat kejadian beberapa waktu lalu di apartemen Alvin. Alvin terkekeh.

"Beda." Audia mengerutkan hidungnya. 'Dasar om-om, aneh!' batinnya. Namun, tak urung Audia ikut tersenyum, mengingat kejadian yang telah berlalu.

Dipikir-pikir, sejak awal pertemuannya dengan sosok Alvin Mandala Hutomo, mereka bak anjing dan kucing, atau tokoh kartun kucing dan tikus yang terkenal itu. Kemudian malah berakhir dalam ikatan pernikahan yang sama sekali tidak Audia duga.

"Kenapa ngeliatin mas terus kaya gitu?"

Audia yang senyum-senyum sendiri, sejak Alvin menggendongnya masuk ke cottage, hingga berhenti di pintu kamar mereka, menggelitik jiwa iseng Alvin untuk menggodanya.

"Huh! Ge er!" ucap Audia yang mukanya kini memerah.

Alvin menurunkan Audia setelah mereka berada di kamar. Mendudukannya di tepi ranjang. Sementara Alvin, membuka koper miliknya, yang baru sebagian Audia keluarkan, dan ditaruh di dalam lemari yang disediakan di cottage.

"Pakai ini." Audia menerima pakaian yang ia duga adalah pakaian dalam. Lagi-lagi keluaran Victorina Secret.

"Kok, malah bengong." Alvin mulai membuka pakaiannya sendiri. Membuat Audia memekik dan spontan menutup kedua matanya.

"Mas Alvin mau ngapain?" Audia membalikkan badannya, memunggungi Alvin, masih dengan menutup kedua matanya.

"Lho? Kita, kan, mau berenang. Lupa?" Perlahan Audia menurunkan kedua tangannya, masih memunggungi Alvin.

"Kamu, gak akan ganti baju, Di?" Alvin berjalan mendekatinya. Audia kembali memekik dan memejamkan matanya.

Alvin, tentu saja telah berganti pakaian dengan pakaian renangnya. Mengekspos beberapa bagian tubuhnya. Yang bisa jadi membuat Audia tidak tahan untuk melihatnya lama-lama.

"Kamu kenapa, Di?" Alvin berlutut di depan Audia yang kini memalingkan wajahnya–dengan mata masih terpejam. Tangannya mengusap lembut punggung tangan Audia.

"Mas ... umm ... duluan aja, deh. Nanti, Didi nyusul." Alvin tertawa geli.

"Kamu ini, kaya belum pernah lihat suaminya kaya gi–"

"Stop! Stop! Udah. Mas duluan aja." Audia mengusir suaminya, masih dengan mata terpejam. Membuat Alvin gemas dibuatnya. Mengecup pipinya, sebelum beranjak dari kamar menuju kolam renang yang berada di dalam cottage.

"Mas tunggu. Dipakai, ya, baju yang tadi."

Audia diam beberapa saat. Mengintip keadaan kamarnya dengan membuka sebelah matanya. Setelah yakin aman, barulah ia membuka matanya lebar-lebar.

'Hah? Disuruh ganti pake ini? Yang bener aja!' keluh batin Audia.

Lima menit kemudian, Audia keluar kamarnya dengan mengenakan bathrobe motif daun monstera. Langkah kakinya menuju kolam renang menimbulkan rasa penasaran Alvin, yang tengah berendam di pinggir kolam. Sebagian tubuhnya berada di dalam air, menyisakan tubuh bagian atasnya yang terekspos sempurna.

Matanya begitu lekat mengikuti ke mana Audia melangkah dan berhenti tepat di tepi kolam. Audia yang sedari tadi menyadari tatapan Alvin, menjulurkan lidahnya. Terburu-buru melepas bathrobenya dan menceburkan dirinya ke kolam renang. Menimbulkan riak dan percikan besar air kolam, mengenai tubuh Alvin.

"Audia!" Audia tertawa keras.

*

avataravatar
Next chapter