4 S1 004 Selamat Pagi Istriku

Tampak dua insan manusia bergelung dalam satu selimut berwarna putih. Dinginnya AC di dalam kamar itu perlahan mengusik tidur sang wanita. Menggeliatkan tubuhnya, matanya terpejam erat—dalam keadaan masih setengah sadar, lalu tiba-tiba matanya terbelalak, terkejut. Wanita itu merasakan hembusan napas di balik tengkuknya. Lengan yang besar merengkuh tubuhnya. Erat!

"AAAAAAACH!!!" wanita itu berteriak sekuat tenaganya. Meronta-ronta. Mencoba melepaskan diri dari lengan yang besar itu.

Pria yang berada tepat di belakang wanita itu perlahan membuka matanya dengan malas, kala didengarnya suara jeritan wanita yang sedang dipeluknya itu.

Bruk!

"Auch," teriak pria itu mengaduh. Dia merasa ada yang menendangnya dengan keras hingga dirinya terjatuh ke sisi tempat tidur. Bagian atas tubuhnya terlihat jelas, meski dalam cahaya temaram kamar itu. Sedangkan bagian bawahnya tertutup selimut. Meski demikian ....

"AAAAAAACH!!! KAMU SIAPA?! NGAPAIN DI KAMARKU?!" teriak wanita itu panik.

***

Malam sebelumnya ....

Audia menutup rapat pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Kemudian membersihkan dirinya, memanfaatkan fasilitas yang ada, mandi dengan air hangat, tanpa bersusah payah memasak air panas dahulu—seperti di rumahnya.

Setelah mengeringkan tubuhnya, Audia mengambil pakaian yang tadi diberikan Alvin untuknya—lengkap dengan 1 set pakaian dalam. Matanya terbelalak ngeri kala pakaian itu dikenakan untuk menutupi tubuhnya, namun tidak seluruhnya. 'Apa-apaan ini, Mas Alvin—alias pak Mandala,' batinnya. 

Terpaku sesaat, mondar-mandir di dalam kamar mandi. Tidak mungkin, bukan, dia keluar dengan pakaian seperti ini. Pakaian yang Alvin berikan ternyata lingerie berwarna nude—senada dengan pakaian dalamnya.

Audia memang tidak memperhatikan pakaian itu tadi, saat Alvin menaruhnya di atas ranjang dalam keadaan terlipat rapih. Audia pikir itu adalah pakaian tidur biasa. Seketika badannya terasa panas dingin. Warna dan model pakaian ini sama saja dengan dia tidak mengenakan pakaian. 'Malam pertama? Dengan pak Mandala alias Alvin—suaminya? Lelaki menyebalkan itu! Huaaaaa ....'

Terdengar suara ketukan dari luar.

"Audia, udah beres mandinya? Lama banget. Kamu gak berniat tidur di dalam, kan?" tanya Alvin.

***

Sesaat setelah Audia masuk ke dalam kamar mandi dan terdengar suara kunci berbunyi, Alvin masih tertawa terbahak-bahak melihat tingkah istrinya yang masih kekanakan. Mukanya yang merah membuatnya tidak tahan untuk terus menggodanya. Tak berapa lama masuk panggilan telepon dari ponselnya Alvin. Mamanya, Sriwedari menelpon.

"Sudah sampai?" tanyanya di seberang telepon sana.

"Sudah, Ma. Didi sedang mandi sekarang." Alvin mendengar suara pancuran air dari kamar mandinya.

"Jangan lupa salat dua rakaat dulu, terus doain istri kamu. Perlakukan istrimu dengan baik, Al. Kamu udah hafal doanya?" Sriwedari mengingatkan.

"Iya, Ma. Al tau, kok, hehe ...." Tetiba mukanya terasa panas. Kenapa mamanya harus bahas ini, sih? Dirinya, kan, sudah 27 tahun. Batinnya.

Tak lama setelah Alvin memutus sambungan telepon dari Sriwedari, suara pancuran air pun berhenti. Namun Audia tidak kunjung keluar dari kamar mandi. Satu menit ... tiga menit ... lima menit ... hampir sepuluh menit berlalu akhirnya Alvin mengetuk pintu kamar mandi itu. 

"Audia, udah beres mandinya? Lama banget. Kamu gak berniat tidur di dalam, kan?" tanya Alvin. Satu menit Alvin menanti Audia menjawab pertanyaannya, tiba-tiba terdengar suara kunci diputar. Tampak Audia menyembulkan kepalanya dari dalam kamar mandi. "Audia?" panggil Alvin.

"Ummm ... ada baju laen gak?" tanya Audia masih dengan kepala menyembul. 

"Kenapa?" 

Audia tidak langsung menjawab, tapi warna mukanya merona merah. Sebelum Audia menutup kembali pintu kamar mandi itu, Alvin dengan sigap menahan pintu itu dengan sebelah tangannya. Dan tersibaklah pemandangan yang sedari tadi Audia tutupi.

"Aaaaach ...." teriaknya mencoba menutupi apa yang bisa ditutupi sebisanya. 

Alvin yang terkejut pun seketika langsung menutup pintu kamar mandi itu dan pergi ke walk in closet, mencari pakaian lain untuk Audia. Namun yang didapatinya adalah semua pakaian yang hampir serupa dengan yang Audia kenakan.

Sial! 'Mama  ...,' geramnya. Tega-teganya ngerjain anaknya saat dimintai tolong untuk memilihkan pakaian untuk Audia siang tadi. Akhirnya Alvin meraih  bathrobe  dan memberikannya pada Audia.

"Maaf, hanya ada ini," tutur Alvin seraya sengaja tidak melihat ke arah Audia. Alvin tahu, sama sepertinya Audia pasti malu.

Tak berapa lama Audia sudah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan  bathrobe. Wajahnya tertunduk saat melewati Alvin. Malu banget!

Giliran Alvin yang membersihkan diri. Suara pancuran pun terdengar dari dalam kamar mandi. Audia duduk di sofa yang ada di kamar itu, bingung akan mengerjakan apa selagi menunggu Alvin mandi.

Memasak makan malam? Mereka sudah makan sebelum pulang dari rumah orang tua Alvin. Akhirnya Audia mengambil ponselnya. Tampak beberapa notifikasi masuk ke aplikasi hijau.

[+62812-xxx-xxxx: "Audia, ini mama Alvin, eh udah disave belum nomor mama? Gimana bajunya muat gak?"]

'Ya ampun jadi mama Sri yang beliin aku lingerie dan dalemannya?' batin Audia. 'Tapi kenapa gak sekalian baju tidur, sih.'

[Mama sayang: "Di, jangan lupa mandi dulu, ya, trus salat dua rakaat. Nurut sama suami kamu, ya. Maaf, ya, mama belum sempet kasih wejengan tadi."]

'Ini mama juga apa-apaan, sih, igh.' Dadanya jadi berdebar-debar.

[Papa sayang: "Kesayangan papa jaga kesehatan, ya."]

[Romi: "Selamat menikmati, Adikku Sayang. Hahaha  ...."]

Ada dua pesan masuk lainnya dari Hari dan Heru adik kembarnya yang baru berusia 16 tahun. Isinya serupa dengan yang Romi—kakaknya kirim. 'Menyebalkan semua!' rutuknya. 'Kecuali papa, denk.'

Tak lama, suara air pancuran berhenti, dan Alvin keluar dari kamar mandi dengan piyamanya. Audia yang melihatnya langsung tertegun dan meletakkan ponselnya di atas nakas.

"Mas Alvin ...." panggil Audia lirih.

"Ya?"

"Boleh aku pinjem piyamanya?"

Seketika Alvin berasa ingin menepuk jidatnya. 'Kenapa gak kepikiran tadi?' Tanpa pikir panjang Alvin mengambilkan pakaian miliknya. Dan Audia segera berganti pakaian di kamar mandi.

***

Keduanya tengah duduk dengan canggung di masing-masing sisi ranjang. Audia akhirnya mengenakan kaos Alvin-yang panjangnya selutut Audia, karena piyamanya terlalu besar di badannya.

"Mama tadi telpon ...."

"Mama tadi nge-WA ...."

Keduanya bicara bersamaan dan masih tampak canggung.

"Kamu dulu," ucap Alvin.

"—" muka Audia merona merah bak kepiting rebus, tangannya terlihat meremas-remas ujung kaos Alvin.

"Kita salat dulu aja, yuk," ajak Alvin akhirnya sambil meredam debaran di dadanya.

Audia menurut, mengikuti nasihat mamanya. Dia pun beranjak mengambil tasnya yang berisi mukena.

Mereka pun salat dengan diimami Alvin. Usai salat, Alvin meletakkan tangan kanannya di ubun-ubun istrinya, kemudian membaca basmalah serta berdoa.

***

Jelang subuh ....

"AAAAAAACH!!! KAMU SIAPA?! NGAPAIN DI KAMARKU?!" teriak Audia panik.

Alvin yang masih berada di bawah—di sisi ranjang–kemudian berdiri, menopang lengannya pada sisi ranjang.

"Ini aku, Di ...," jawab Alvin tenang.

"Siapa??"

"Alvin-suamimu ... kamu lupa?"

"Hah?" Audia terlihat bingung.

"Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Alvin khawatir. Tidak tega menggodanya.

Audia mengerjapkan matanya dua kali, tiba-tiba syaraf-syaraf otaknya menekan memori di bagian otak yang terletak di lobus temporal otak, yang berperan untuk mempertahankan ingatan.

"Mas Alvin?" tanyanya lirih seraya menutup mulutnya. Merasa linglung. Bagaimana dia bisa lupa jika sudah menikah?

"Selamat pagi istriku," ucap Alvin, kemudian mengecup sekilas kening Audia. "Kita mandi dulu, yuk, terus Subuh," ajak Alvin.

***

avataravatar
Next chapter