webnovel

Datang Ke Rumah Narendra

"Kenapa Zoy?" Tanya Risma seraya mendekati Zoya.

"Itu tadi ada orang mengendarai mobil melewati kubangan air, lalu aku kecipratan, jadi basah dan kotor deh celana aku."

"Lalu, kamu disini sedang menunggu angkutan umum?" Tanya Risma lagi.

"Iya."

"Yaudah, aku duluan ya. Aku mau jalan kaki karena rumahku dekat."

"Oke, Mbak Risma. Hati-hati ya."

"Iya."

Angkutan umum yang kosong akhirnya lewat, Zoya memberhentikannya, lalu ia naik ke dalam angkutan umum tersebut.

Sedangkan Narendra, baru saja sampai di rumahnya, ia tinggal di rumah yang cukup besar, disana ia hanya tinggal bersama supir dan asisten rumah tangganya. Ia merasa hidupnya hampa, karena ia belum menemukan orang yang spesial untuknya. Sebenarnya banyak wanita yang suka pada Narendra, namun Narendra belum menemukan wanita yang tulus mencintainya, kebanyakan dari mereka hanya memandang dari hartanya saja.

"Kiri, Bang!" Ucap Zoya, saat sudah sampai di dekat rumahnya, Zoya turun dari angkutan umum, lalu ia membayarnya.

Setelah turun dari angkutan umum, Zoya masih harus berjalan kaki menuju ke rumahnya. Adzan maghrib sudah berkumandang, Zoya mempercepat langkah kakinya menuju ke rumah.

"Assalamualaikum." Salam Zoya.

"Waalaikumsalam." Jawab Ibu Ratna.

Zoya meletakkan tasnya, lalu ia duduk di kursi ruang tamunya.

"Gimana rasanya kerja, Zoy?" Tanya Ibu Ratna seraya duduk di sebelah putrinya itu.

"Capek, Bu."

"Begitulah rasanya mencari uang. Kamu baru merasakan kan pengorbanan untuk mendapatkan uang?" Ucap Ayah Hendra.

"Iya, ternyata nggak semudah yang aku bayangkan. Harus kuat mental ya, Yah!"

"Iya."

Walaupun hari pertama kerja tadi tidak menyenangkan, namun bukan berati Zoya ingin menyerah. Ia masih ingin terus bekerja, agar dapat memperbaiki nasibnya.

Zoya beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu, lalu ia menunaikan sholat tiga rakaat itu. Setelah selesai sholat, ia beranjak ke kamar mandi lagi untuk membersihkan tubuhnya.

Zoya mengambil gawai yang berada di dalam tasnya. "Astagfirullah .... " Ucapnya, ia lupa kalau harus melaundry kemeja dan jas milik Narendra.

"Bu, laundry di dekat sini, dimana ya?" Tanya Zoya.

"Memang kamu mau laundry apa?"

"Kemeja dan jas atasan aku, tadi nggak sengaja, aku menabrak dia saat aku sedang membawa tempat sampah, lalu baju bos aku itu kotor dan bau."

"Mana pakaiannya? Besok biar Ibu yang cuci!" Ucap sang ibu.

"Jangan! Atasan aku itu maunya dilaundry, bukan dicuci sendiri."

Kalau memang Narendra memperbolehkan Zoya untuk mencucinya sendiri, pastinya Zoya akan memilih untuk mencuci kemeja dan jas kerjanya itu dengan tangannya.

"Ya sudah, besok Ibu bawa ke laundry." Ucap sang ibu.

Zoya meletakkan kemeja dan jas milik Narendra itu di atas mesin cucinya, lalu Zoya kembali ke dalam kamarnya, ia menggapai gawainya, lalu menelepon Dhafin.

Gawai milik Dhafin yang ia letakkan di atas meja bergetar, lalu ia meraihnya, ia mengangkat panggilan dari kekasihnya itu.

[Hallo Dhafin.]

[Iya, Sayang.]

[Kamu lagi dimana?]

[Di rumah. Kamu sudah sampai rumah?]

[Sudah. Kamu lagi apa?]

[Lagi ngerjain tugas.]

[Oh.]

[Kamu gimana kerjanya tadi? Cerita dong!]

[Hari pertama kerja, aku sudah merasa malu.]

[Malu kenapa?]

[Pertama, saat bosku sedang meeting, aku dengan PDnya masuk ruangan meeting untuk membersihkan ruangannya, tapi ternyata meetingnya belum selesai, aku jadi malu, lalu yang kedua, saat aku sedang membawa tempat sampah, tiba-tiba nabrak bosku yang sedang berjalan, akhirnya sampahnya berantakan semua, banyak karyawan yang melihat aku, karena aku dimarahi oleh bosku itu, sampai aku memunguti sampah yang berjatuhan ke lantai, lalu bosku itu menyuruh aku untuk mencuci pakaiannya yang bau terkena sampah.]

[Ha ... Ha ... Ha ... ]

[Kok kamu malah tertawa sih?]

[He ... He ... He .. Maaf ]

[Baru kerja sehari aja, aku udah capek.]

[Semangat dong, Sayang.]

[Iya, untungnya ada kamu yang bisa menyangati aku.]

[Iya.]

[Kamu juga harus semangat ya kuliahnya, biar cepat selesai.]

[Iya.]

[Yaudah deh, aku mau istriahat dulu.]

[Met istirahat, Sayang.]

[Iya. Kamu juga jangan tidur malam-malam ya.]

[Oke.]

[Bye.]

[Bye.]

Zoya menutup teleponnya, lalu ia merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Zoya!" Panggil Ibu Ratna sambil mengetuk pintu kamar Zoya. Zoya pun membukakan pintunya.

"Makan dulu sana!" Titah sang ibu.

Zoya pun beranjak ke ruang makan, lalu mengambil piring, lalu ia menuangkan nasi dan lauk pauk ke atas piring tersebut, Zoya pun duduk di sebelah sang ayah yang sedang menatap layar ponselnya.

"Makan dulu, Yah!" Titah Ibu Ratna.

"Haduh, Ayah pusing." Keluh Ayah Hendra seraya tangan sebelah kirinya memegang keningnya.

"Kenapa sih, Yah?" Tanya Zoya.

"Hutang Ayah semakin banyak, gali lubang, tutup lubang, begitu seterusnya. Makanya Ayah pusing."

Itulah alasan yang membuat Zoya ingin mencari uang sendiri, ia tak ingin terus menerus menjadi beban kedua orang tua, karena sering sekali Ayah Hendra mengeluh kepalanya hampir mau pecah karena hutang. Hutangnya yang tak kunjung lunas, karena selalu gali tutup, gali lagi, tutup lagi. Zoya pun ikut pusing, ia ikut merasakan apa yang dirasakan oleh sang ayah, sebagai kepala rumah tangga.

Di waktu yang sama, Ibu Vita, Ayah Zairi dan Sepupu Narendra yang bernama Ferdi sedang berada di jalan, mereka akan berkunjung ke rumah Narendra yang berada di kota Jakarta. Ayah Zairi mengendarai mobilnya sendiri bergantian dengan Ferdi, mereka menyusuri gelapnya malam di perjalanan diiringi oleh alunan musik yang Ayah Zairi gemari, sebuah lagu jaman dahulu agar matanya tidak mengantuk.

Ferdi duduk di samping pamannya itu, sedangkan Ibu Vita yang duduk di belakang, sedang tertidur, karena udara yang dingin dan jalanan yang lancar, jadi membuatnya tertidur pulas. Ayah Zairi dan Ibu Vita sengaja ke kota Jakarta, mereka ingin mengantar Ferdi, karena ia baru lulus perguruan tinggi, kini ia sedang mencari pekerjaan. Ferdi berharap di tempat Narendra bekerja ada pekerjaan yang cocok untuknya.

Ibu Vita dan Ayah Zairi juga sudah lama tak mengunjungi kediaman sang anak, mereka berdua juga rindu dengan Narendra, anak semata wayang mereka.

Sudah pukul dua dini hari, akhirnya kedua orang tua Narendra sampai di rumahnya.

Tin ... Tin ...

Ayah Zairi membunyikan klaksonnya, lalu security yang berada di rumah Narendra membukakan pintu pagarnya, ia sudah mengenali mobil orang tua majikannya itu.

Security itu membukakan pintu belakang untuk mereka masuk ke dalam, rumah Narendra sudah gelap, karena ia sudah tidur di dalam kamarnya. Ayah Zairi menyalakan lampunya.

"Waahhh ini rumah Narendra, Yah?" Tanya Ferdi yang memanggil Ayah Zairi dengan sebutan Papa. Ferdi baru pertama kali berkunjung ke rumah sepupunya ini, makanya ia takjub melihat rumah Narendra yang besar.

"Iya, inilah rumah Narendra dari hasil kerja kerasnya."

"Waawww besar sekali." Ucap Ferdi, ia baru pertama kali masuk ke rumah sebesar ini.