webnovel

TINGGAL BERSAMA

Annisa hanya berdiri terpaku melihat Anggi yang menangis apalagi melihat keadaan rumah Danar yang terlalu kecil dan sempit. Tidak layak untuk di huni banyak orang, apalagi di katakan rumah sederhana, rumah Danar di bawah rumah sederhana.

"Danar apa mereka semua adik-adikmu?" tanya Annisa merasa kasihan melihat keadaan mereka.

"Ya benar. Sebentar...aku harus menenangkan Dedek dulu agar tidak menangis." ucap Danar kemudian menatap Shina.

"Shina, buatkan teh hangat untuk Neng Annisa ya?" ucap Danar seraya menepuk bahu Shina kemudian pergi ke kamar menemui Anggi yang sedang menangis.

Danar masuk ke dalam kamar dengan pelan dan mendekati Anggi.

Dengan penuh kasih sayang dan perasaan bersalah Danar memeluk Anggi.

"Dedek yang tampan dan pintar, dengarkan Abang. Sungguh Abang tidak berniat mengingkari janji. Saat Abang pulang cepat di jalan Abang melihat seseorang kecelakaan. Sebagai manusia yang baik bukankah kita di wajibkan untuk membantu orang yang sedang mendapat musibah.Benarkan Dek?" tanya Danar dengan tatapan penuh.

Anggi menganggukkan kepalanya dengan berat.

"Karena itulah Abang membantu Kak Annisa yang saat itu mengalami kecelakaan. Karena Kak Annisa tidak mempunyai siapa-siapa di sini, Abang menjaganya sampai Kak Annisa sadar dan membawanya kemari. Apa menurut Dedek apa yang Abang lakukan itu salah?" tanya Danar menangkup wajah mungil Anggi yang pasti sudah mengerti apa yang di katakannya karena sejak kecil Anggi sudah merasakan kesedihan dalam hidup.

"Tapi...Abang telah berjanji padaku untuk mancing bersama-sama." ucap Anggi seraya mengusap air matanya.

"Iya, Abang tetap akan memenuhi janji Abang. Kalau Dedek mau, sekarang kita bisa memancing. Tapi tidak bisa lama, apalagi di luar masih gerimis." ucap Danar memberi pengertian pada Anggi.

Sesaat Anggi berpikir, kemudian menarik tangan Danar.

"Kalau begitu besok pagi, Abang harus mengajakku mancing." ucap Anggi dengan tatapan memohon.

Danar menatap penuh ke dalam kedua mata Anggi yang menatapnya dengan tatapan memohon.

"Baiklah, terpaksa Abang harus libur bekerja satu hari demi Dedek Abang yang paling pintar dan tampan." ucap Danar dengan tersenyum.

"Janji ya Bang." ucap Anggi seraya mengulurkan jari kelingkingnya.

Dengan sebuah senyuman, Danar menautkan jari kelingking Anggi dengan jari kelingkingnya.

"Abang berjanji Dedek sayang. Sekarang, kita harus keluar menemani Kak Annisa untuk makan bersama. Dedek juga sangat lapar bukan?" ucap Danar seraya memegang kedua bahu Anggi dengan tersenyum.

Anggi menganggukkan kepalanya lagi, kemudian memeluk erat Danar.

Sambil menggenggam tangan Anggi, Danar keluar kamar menemui Annisa yang duduk di kursi.

"Shina, apa ada makanan untuk kita sore ini?" tanya Danar sambil mendudukkan Anggi di kursi.

"Kebetulan aku sudah memasak Bang, tapi hanya nasi dan dasar telor saja." ucap Shina seraya menarik tangan Danar untuk mengikutinya ke belakang.

"Ada apa Shin?" tanya Danar dengan tatapan penuh.

"Bang, aku tidak tahu kalau Abang membawa tamu ke rumah kita. Aku memasak hanya cukup orang tiga saja Bang." ucap Shina dengan perasaan tidak enak.

Danar tersenyum seraya mencubit hidung Shina.

"Jangan pikirkan hal itu, biar tamu kita yang makan makanannya Abang. Soal Abang bisa Abang tahan sampai besok pagi." ucap Danar dengan tersenyum kemudian kembali ke depan.

Shina menghela nafas panjang tidak tahu apa yang dipikirkan Danar, karena selama ini Danar selalu baik pada semua orang.

"Neng Annisa, sebaiknya kamu mandi dulu biar segar setelah itu kita makan bersama." ucap Danar seraya memberikan handuk bersih yang belum di pakai siapapun.

Annisa menganggukkan kepalanya seraya menerima handuk dari Danar.

"Emm...di mana tempat kamar mandinya?" tanya Annisa merasa canggung di rumah Danar yang sangat sempit.

"Shina, tolong antar Neng Annisa ke kamar mandi." ucap Danar merasa rendah diri karena melihat penampilan Annisa seperti wanita yang kaya dan berkelas.

Shina menganggukkan kepalanya sambil melihat ke arah Annisa.

"Mari Kak Nissa, aku antar ke kamar mandi." ucap Shina seraya menunggu Annisa yang masih canggung di tempatnya.

Dengan ragu-ragu Annisa mengikuti Shina ke kamar mandi. Annisa sedikit takut, Shina membawanya ke belakang dan melewati lantai batu yang licin untuk ke kamar mandi.

"Maaf Kak Nissa, kamar mandinya tidak bagus tapi airnya bersih dan dingin." ucap Shina merasakan kalau Annisa tidak terbiasa dengan apa yang di lihatnya.

"Tidak apa-apa Shina, aku sudah berterima kasih bisa tinggal di sini." ucap Annisa dengan tersenyum.

Shina tersenyum kemudian meninggalkan Annisa sendirian. Dengan hati-hati Annisa masuk ke dalam kamar mandi yang berlantai batu yang sedikit berlumut.

"Aku tidak pernah melihat kamar mandi seperti ini. Bagaimana bisa mereka bisa tinggal di tempat seperti ini." ucap Annisa seraya menutup pintu kamar mandi yang terbuat dari kain.

Dengan perasaan campur aduk, Annisa melepas pakaiannya untuk segera mandi.

"Beeerrr!! dingin sekali airnya. Aku bisa mati kedinginan kalau mandi lama di sini." ucap Annisa seraya memakai sabun dan mempercepat mandinya.

"Aakkkhhhhhh!!! tolongggg!! tolonggg!" teriak Annisa saat mau mengambil handuk ada beberapa cacing keluar dari lantai batu yang di injaknya.

Danar yang mendengar suara teriakan Annisa spontan berlari datang dan masuk ke kamar mandi untuk melihat keadaan Annisa.

"Astaghfirullah Al'adzim!!" teriak Danar sangat terkejut saat melihat tubuh Annisa yang tanpa sehelai benangpun menutupi kulit tubuhnya.

Setelah sadar dari rasa terkejutnya Danar segera menutup matanya.

"Neng, cepat pakai handuknya!" ucap Danar sambil meraih handuk yang ada di sampingnya.

Dengan wajah ketakutan dan pucat Annisa meraih handuk dari tangan Danar dan menutupi sebagian tubuhnya.

Shina yang baru datang hanya bisa terpaku melihat Annisa yang ketakutan dan Danar yang berdiri tegang dengan kedua matanya terpejam.

"Kak Annisa apa yang terjadi?" tanya Shina dengan panik.

"Ada cacing yang keluar dari batu-batu itu?" ucap Annisa dengan gemetar.

"Ya Allah Kak, aku kira ada apa. Di sini memang banyak cacing yang keluar Kak, apalagi di musim hujan seperti ini." ucap Shina menenangkan hati Annisa.

"Tapi aku takut dengan cacing." ucap Annisa dengan tanpa sadar menjawab pertanyaan Shina dengan cepat.

"Shina, bawa Neng Annisa ke dalam. Aku akan membersikan kamar mandinya." ucap Danar berniat untuk menutup lantai dengan semen agar Annisa tidak takut lagi ke kamar mandi.

Setelah menunggui Annisa berganti pakaian, Shina mengajak Annisa untuk makan.

"Kak Annisa, makan dulu. Maaf ikannya hanya dadar telor." ucap Shina membagi sama rata nasi dan dadar telor untuk Annisa, Anggi dan dirinya.

"Tidak apa-apa, yang penting bisa membuat perut kenyang." ucap Annisa sambil melihat dadar telornya lebih banyak campuran tepung di banding telornya.

Shina menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.

"Oh ya...Shina, makanan bagian Danar mana?" tanya Annisa menatap penuh wajah Shina.