webnovel

Bab 08

Sesampainya di depan rumah yang Yoona dan orang tuanya sewa, Yoona langsung berterima kasih kepada Rain karena telah berbaik hati mengantarkannya.

Rain melihat rumah yang sangat sederhana, tetapi Yoona terlihat tidak malu untuk mengakui jika itu adalah tempat tinggalnya.

"Hay, terima kasih banyak ya? Kamu sudah mau mengantar aku sampai rumah. Aku harap ini yang terakhir kali, karena aku gak mau mobil mahal kamu ini lecet karena memasuki gang sempit. Hehehe!" Meski merendah, di barengi dengan gurauan.

"Kenapa tidak? Lain kali aku akan lebih sering main ke sini," sahutnya.

"Hah!? Ngapain? Di sini kawasan kumuh, aku sangat yakin orang tua mu tidak akan mengizinkan anaknya bermain di tempat seperti ini."

"Aku tidak memiliki orang tua di bumi ini," sahutnya lagi.

Mata Rain tidak pernah lepas dari mata Yoona yang terlihat menyimpan kebingungan.

"Oh, maaf, aku tidak tahu." Yoona pun merasa tidak enak. Yoona berfikir jika kedua orang tua Rain telah wafat.

"Tidak masalah, tidak ada yang perlu di maafkan."

Rain lagi-lagi membuat jantung Yoona serasa sedang mengikuti olimpiade.

Suasana sedikit canggung. Entah mengapa Yoona sedikit sulit mengucapkan perpisahan kepada Rain. Rasanya sangat betah berlama-lama di mobil bersama dengan Rain.

Tunggu! Apakah aku telah ketagihan? Tidak-tidak, dasar otak mesum. batin Yoona, merutuki pikirannya sendiri.

Rain, dia hanya menahan senyum di hatinya melihat Yoona yang salah tingkah di depannya.

"Yoona."

"Rain!"

Kedua orang saling memanggil.

"Kamu dulu?" ucap Rain.

"Oh, Aku hanya ingin turun. Aku berpesan padamu, hati-hati di jalan pulang," jelasnya. "Oya, kamu tadi mau bicara apa?" lanjutnya.

"Maukah kamu menikah denganku?" ucap Rain yang langsung membuat Yoona ingin kehilangannya nyawa karena jantungan.

"APA! GILAK KAMU YA!" Ini adalah penolakan dalam sejarah dunia dongeng halu yang sangat dramatis. Ketika di lamar, dia malah mengatai yang melamarnya tidak waras.

"Aku hanya ingin ada alasan untuk melindungimu kedepannya. Di tambah, aku juga telah melakukan hal senonoh kepadamu." Rain tampak serius kali ini.

"Rain, kamu ini bicara apa sih? Hem, soal yang tadi, kamu tenang saja. Aku tidak akan menganggapnya sebagai pelecahan. Jadi kamu tidak perlu merasa harus tanggung jawab untuk itu. Semua yang kita lakukan itu ada alasannya. Rain, aku harap ini terakhir kali kita berbicara sedekat ini. Aku tidak ingin berurusan dengan Nari." Yoona menekankan penolaknya.

"Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan wanita itu. Percayalah?"

"Iya, aku percaya! Tapi, semua mahluk di sekolah juga tahu bagaimana Nari menyukai kamu. Aku tidak mau berakhir tragis karena berurusan dengan dia!"

"Kamu akan aman jika bersamaku. Ketika bersamaku, kamu tidak perlu takut untuk di habisi oleh siapapun, termasuk Nari." Rain benar-benar kekeh.

Yoona masih tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Tanpa mengatakan cinta, tanpa pacaran, ataupun pendekatan, tiba-tiba dirinya langsung di lamar begitu saja.

"Rain, aku pikir kamu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Sebaiknya kamu pulang." Yoona pun langsung bergegas membuka pintu mobil untuk turun.

Namun tiba-tiba.

"ASTAGA!" Yoona sangat kaget karena ayahnya ternyata mengintip mereka dari jendela mobil.

"Ayah! Ayah ngapain!?" Yoona bertanya setelah dia turun. Di susul dengan Rain yang juga ikut turun untuk menyapa paman Won-Bin.

"Ayah barusan pulang kerja dan melihat mobil bagus di depan rumah kita. Jadi ayah mencoba memastikannya," jelas Paman Won-Bin. "Ayah tidak menyangka jika itu kamu dan, nak Rain." Paman Won-Bin pun langsung membungkuk hormat kepada Rain.

Karena paman Won-Bin tidak akan pernah lupa bagaimana kebaikan Rain kepada dirinya yang sudah mau membayar tagihan rumah sakit untuk Yoona.

"Paman, tidak perlu seperti itu," ucap Rain ramah.

"Hehehe, tidak di duga kita akan bertemu lagi. Em, apakah kalian pulang bersama?" tanya paman Won-Bin.

"I-iya ayah. Rain mengantar Yoona pulang. Tetapi dia sudah harus pulang sekarang!" Yoona pun mengedipkan matanya kepada Rain.

"Oh, iya paman. Aku harus segera pulang sekarang."

"Aiwah .. kenapa buru-buru sekali. Apakah kamu ada acara?"

"Tidak paman."

"Jika begitu, izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih kepada nak Rain. Khusus untuk nak Rain, aku akan memasak makan malam yang lezat kali ini!" Paman Won-bin terlihat sangat antusias.

Yoona pun langsung mendelik. Dia memberi kode Rain supaya tidak menerima tawaran ayahnya.

Tetapi, semakin Yoona bertingkah, semakin gemas Rain di buatnya.

"Bagaimana nak Rain?" Paman Won-bin pun membuyarkan pandangan Rain yang terus menatap Yoona.

"Em, sepertinya tidak baik menolak niat baik seseorang. Jika tidak merepotkan, aku akan menerima tawaran Paman."

"Oh, hahaha! Merepotkan bagaimana? Tentu aku akan sangat senang. Ayo..ayo.. mari masuk ke dalam!" Paman Won-Bin tanpa ragu-ragu merangkul bahu Rain meski tubuhnya masih kotor dan bau.

Yoona benar-benar sangat malu melihat ayahnya yang asal saja merangkul seseorang, padahal tubuhnya masih kotor dan bau.

Yang lebih herannya. Rain terlihat sangat menyambut rangkulan dari paman Won-Bin, tanpa merasa jijik atau pun ilfil.

"Baiklah, Yoona, kamu tidak perlu harus keluar kamar kali ini. Biarkan dua lelaki menikmati makan malam mereka!" gumam Yoona yang merasa sangat gugup.

Di dalam rumah, terlihat paman Won-Bin yang selesai mandi langsung bergegas ke memasak di dalam dapur.

Rain, dia hanya duduk sambil melihat-melihat buku yang tersusun rapi di rak buku mini. Di dalamnya, terlihat ada sebuah buku yang menarik perhatian Rain. Itu ada sebuah buku gambar.

Isinya, terdapat gambaran tangan Yoona. Gambar-gambar itu selalu tentang tatasurya. Ada bintang, ada bulan, ada bagaimana roket mendarat di bulan. Ada juga gambar pesawat alien yang datang ke bumi.

Melihat gambar-gambar itu, Rain pun langsung teringat dengan kampung halamannya.

Waktu di bumi, dia sudah menghabiskan 100 tahun untuk mencari keberadaan cahaya merah miliknya yang terjatuh ke dalam bumi.

Tidak di sangka, setelah melewati 100 tahun, dia bahkan tidak memiliki keberanian untuk mengambilnya walaupun cahaya itu sudah ada di depan mata.

Tanpa cahaya merah dan biru bersatu, maka Rain tidak akan pernah bisa kembali ke kampung halamannya. Jika dia di jemput sekalipun, dia akan dikucilkan dan di anggap cacat karena tidak memiliki salah satu cahayanya.

Rain kini benar-benar merasa sangat dilema. Satu sisi, dia sangat merindukan keluarganya, tetapi di satu sisi, dia tidak dapat merenggut nyawa seseorang.

"Sudah siaaaap! Mari makan-makan!" Paman Won-bin pun datang dengan membawa masakannya yang sangat menggugah selera.

Rain pun langsung menutup buku gambar itu dan meletakkannya.

"Loh! Di mana Yoona?" tanya Paman Won-bin ketika melihat Rain hanya seorang diri.

Rain pun hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu.

Di sisi lain, terlihat Yoona yang sedari tadi gelisah, langsung naik ke atas kasur untuk berpura-pura tidur ketika ayahnya

memanggilnya.

Tok

Tok

Tok

"Yoona..! Yoona..! Ayo makan!?"

Paman Won-bin pun berniat untuk masuk ke dalam kamar, tetapi pintu di kunci.

"Ah, anak itu kebiasaan sekali!" gerutu paman Won-bin. Dia pun bergegas untuk pergi ke meja makan lesehan.

"Nak Rian, sebaiknya kita makan saja duluan. Anak gadis ku memang suka kebiasaan tidur di jam segini, tetapi tengah malam dia akan bangun untuk menghabiskan semua sisa makanan," jelas Paman Won-bin di barengi gurauan.

Rain, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Rain pun memakan perlahan makanan yang di masak oleh paman Won-bin.

Walaupun makanan manusia bukanlah makanannya, tetapi Rain masih bisa memakan makanan manusia. Tetapi tetap saja, berlian adalah makanan pokoknya yang tidak dapat di gantikan oleh makanan manusia biasa.

Next chapter