webnovel

3. belajar seperti tak terjadi apa-apa

Kurang dari tiga puluh menit, dengan suasana macet ciri khas Jakarta di pagi hari. Dengan perasaan yang masih dipaksakan, dengan tuntutan akademik ku yang harus segera diselesaikan agar aku bisa mengejar si Indri untuk segera wisuda. Aku janji dengan dosen pembimbing ku pukul sembilan pagi. Sembari menengok jam tanganku yang baru menunjukan pukul delapan lebih lewat lima puluh. Aku langsung berjalan menyusuri gedung-gedung dan beberapa kelas, menuju ruang pak Ahmad, dosen pembimbing ku.

  "Pagi, pak Ahmad," sapaku, ketika masuk ruangan pak Ahmad.

  "Pagi Allen.., masuk__duduk lenn, sudah sampai mana konsultasi mu? Kok baru kelihatan lagi kamu?" serunya ramah menyapa, dan menanyakan kanku kenapa sudah lama tidak konsultasi.

  "Ya..pak" aku tersenyum, dan mencari tempat duduk, dan menyerahkan skripsiku yang sudah aku revisi sebelumnya.

  Tiba-tiba air mataku menetes setelah dia bertanya, tentang aku, yang sudah tidak lama tidak mengkonsultasikan skripsiku.

  "Saya,, baru habis berduka cita pak" lirihku sambil mengusap sedikit butiran air mataku.

  "Berdukacita,,? Kamu kena musibah apa lenn?" Tanyanya sambil terkejut, melihat reaksiku yang meneteskan air mata.

  " Kedua orang tua saya... meninggal, akibat gempa bumi di Lombok satu bulan yang lalu pak" aku berusaha menjelaskan dengan berat, sambil menahan air mataku yang semakin sulit kubendung, karena langsung teringat kejadian satu bulan yang lalu.

  "Hmmm.. bapak turut berduka cita, Lennn.. ini bapak sudah periksa semua skripsimu, dan bapak sudah ACC, kamu segera daftar sidang, biar kamu bisa wisuda dengan Indri sahabatmu." Setelah ia memeriksa skripsiku.

  "Makasih.. pak." Aku senyum masam sambil mengusap air mataku.

Entah bagaimana aku harus merespon keajaiban ini, bahagia dan sedihku bercampur menjadi satu. Setelah aku mengucapkan terimakasih pada pak Ahmad, aku langsung menyalaminya dan berpamitan untuk segera mengurus berkas persidangan ku.

 

Setelah mengurus semua berkas persidangan ku. Tak sengaja, aku bertemu kak  Daniel, kakak tingkat sekaligus seniorku di BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di fakultas ku, kak Daniel, salah senior dan sekaligus mentor ku dalam organisasi, dia juga sosok kakak yang baik menurutku. Dulu dibenakku, berorganisasi hanya membuang-buang waktu, berkumpul tidak jelas, demo-demo tidak jelas. Yang sebaiknya kita lebih baik mengejar nilai akademik, atau bahkan mencari kegiatan yang lain yang dapat menghasilkan benefit. Dia selalu berusaha mengajakku untuk mencoba merasakannya terlebih dahulu sebelum menjudge bahwa berorganisasi hanya membuang-buang waktu saja. Namun dalam pikiranku saat itu, kenapa dia, ingin sekali mengajakku untuk bergabung di BEM, karena dalam beberapa bulan itu aku merespon dengan tetap menolaknya. 

Waktu itu aku bergabung, karena suatu kejadian dimana dia mengajakku untuk melakukan kegiatan sosial. Membantu masyarakat yang terkena PHK secara sepihak, dan tidak mendapatkan pesangon, sedikitpun. 

Hal ini tidak wajar, karena dia diberhentikan karena dia lama tidak masuk bekerja dikarenakan dia sakit parah. Dan waktu itu, BEM fakultasku dalam bidang HAM dan advokasi membantunya untuk menyelesaikan masalah itu. Membantu seseorang yang tertindas karena tidak mempunyai kekuatan dan diperlakukan seenaknya, itu membuatku merasa mendapatkan kebahagiaan tersendiri. Dan sejak itu aku putuskan untuk bergabung menjadi bagian dari anggota BEM.

  " Allen.. apa kabar?" Tanyaku sambil tersenyum.

  "Baik. Kak.." balasku sambil tersenyum

  "Udah lama nggak lihat kamu, kayaknya kita harus ke kantin ini untuk cerita-cerita." Dia berusaha mengajakku.

  "Gimana mbak, udah selesai?" Tanyaku ke pegawai akademik yang mengurus berkas sidangku.

  " Yaaa dek, tunggu pengumuman jadwal sidangnya di web fakultas." Imbuhnya, pegawai akademik itu.

  "Makasih, mbak.." balasku sambil tersenyum.

  " Ayo" kataku mengiyakan kak Daniel.

Dari akademik ke kantin, kurang lebih lima menit, kami sudah sampai di kantin. Di Kantin kak Daniel bercerita banyak, tentang kegiatan-kegiatan dia. Dan aku hanya bercerita kejadian yang menimpaku, dan tentunya dengan kesedihanku yang aku rasakan sekarang. Setelah cerita panjang dengan kak Daniel, kami pergi meninggalkan kampus. Aku balik ke apartemen dan kak Daniel, sepertinya balik ke kosan dia. Sesampai di rumah aku menelpon Indri. Dan menyuruh dia menghampiri ku. Aku ingin dia membantuku mempersiapkan segala sesuatu untuk sidang. Kebetulan dia sudah sidang, seminggu lebih dahulu dariku. Setelah semua persiapan untuk sidang besok, lengkap. Indri langsung balik ke apartemen dia, katanya Samuel mau datang ke sana, makanya dia harus segera balik. Kalau sudah sendiri, kesedihanku datang lagi. sebenernya aku bisa keluar selain dengan Indri, namun aku merasa, tidak ada yang bisa membantu melepaskan rasa kangen ku ke ayah dan ibu. Tapi semua harus berjalan seperti sedia kala, dan berusaha lebih kuat untuk kehidupan ku yang lebih baik lagi. Untuk diriku dan kebahagiaan di masa depan. 

Hari-hari ku kujalani dengan berusaha untuk kembali bahagia, mengatur perasaanku, dan mempersiapkan untuk sidangku besok. 

Suara nada dering ponselku berbunyi, telpon dari Indri.

  " Lenn, ayo berangkat bentar lagi, sidang Lo di mulai nie.." kata Indri melalui saat ku angkat telpon Indri.

  "Astaga, gw baru bangun ndri…" aku sambil mengusap mataku, dan mataku mencari-cari jam untuk memastikan aku tidak terlambat untuk menghadiri sidangku hari ini. Dan aku melihat masih ada satu jam lagi. Ya aku panik dengan kata-kata bentar lagi, dari Indri. 

  " Yaaa, makasi ndri dah ingetin,, gw langsung siap-siap, mandi nie.." kataku, langsung menutup telepon dari Indri. Dan langsung mandi. Dan sedikit berdandan tentunya. 

Indri datang dengan pacarnya Samuel membantu membawa kebutuhan dan perlengkapan sidangku. Dalam waktu tiga puluh menit kami sampai di kampus, kali ini agak lumayan terlambat dikit, soalnya kami pakai mobil ke kampus, dan sedikit terkena macet. Untung Samuel pacarnya Indri ikut, jadi kami cukup terbantu hari ini.

Saat sidang, dosen penguji, mencecar ku dengan begitu banyak pertanyaan, tentang dasar ku, memilih judul, metodologi penelitian yang aku gunakan, dan pertanyaan lain, yang lumayan menguras kepala untuk menjawab sekaligus mempertanggungjawabkan hasil penelitian dan skripsi yang aku ajukan dalam sidang. Rasanya, mungkin seperti dalam ruangan interogasi tersangka, yang dicecar dengan pertanyaan sebanyak itu. Setelah semua pertanyaan selesai, aku disuruh untuk keluar sebentar. Karena para dosen penguji akan berdiskusi, apakah skripsi ku lulus atau tidak. Saat menunggu para dosen menyampaikan skripsiku lulus atau tidaknya, 

tiba aku disuruh masuk. Dan akhirnya aku dinyatakan lulus. Ahh… melelahkan sekali, namun aku bahagia, perjuangan ku selama ini tidak sia-sia. 

  "Yeeee" aku tersenyum bahagia, sambil memeluk Indri. 

  "Akhirnya beb…" sambut Indri sambil memelukku erat.

  "Yaa, beb…., Saatnya kita memasuki dunia yang sesungguhnya beb…, melepaskan pelukan Indri dan memegang mukanya. 

 

Aku sangat bahagia, meskipun orang tua ku tak dapat melihat kebagian ku ini, tapi semua yang aku rasakan ini, aku dedikasikan untuk mereka berdua.

  "Kita harus rayakan ini beb" Indri, sambil merangkul kedua tanganku.

 "Pasti itu beb.." balasku.

"oke kamu ikut aku,, kita party di hollywings." katanya dengan nada pasti.

aku mengiyakan saja yang penting aku bisa membahagiakan dia. dan kami berjanji akan pergi nanti malam.