webnovel

Awal

Menara Cinta ]

.

.

Suara ketukan sepatu terdengar jelas berhenti di depan pintu.

Suster yang berjaga didalam ruangan segera bergegas keluar, setelahnya pria itu masuk kedalam ruang rawat yang ditempati Sasya Arletta.

Menatap penuh prihatin, keadaan Sasya tak mampu ia gambarkan.

Sudah satu minggu sejak kecelakaan yang dialami gadis itu sampai sekarang belum ada tanda ia akan sadar, ini membuatnya khawatir.

Bahkan kondisinya semakin hari semakin melemah.

"Tuan, apa tidak sebaiknya anda menghubungi keluarga nona ini?" Tanya Farrel, asisten pribadinya.

Pria itu tampak berpikir sejenak, jika ia memberi tahu keluarga gadis ini tentang keberadaannya. Pasti dirinya tidak diperbolehkan bertemu kembali dengannya. Dan entah apa lagi yang akan terjadi pada gadis ini jika ia kembalikan ke keluarganya.

"Tidak! Dia harus tetap bersamaku." Ia membatin.

"Tidak, aku mau dia disampingku." Tolaknya tegas, nada penuh penekanan dengan aura mengintimidasi kuat membuat Farrel bungkam.

"Permisi tuan.." salah satu suster masuk, kali ini bukan penjaga. Melainkan mengecek perkembangan kesehatan Sasya.

Bryan hanya berdehem, untuk menjawabnya.

"Apa kalian sudah menemukan mata yang cocok untuknya?" Suster melihat sekilas kearah Bryan, bibirnya mengulum senyum sedih.

"Belum tuan, saya akan mengabari anda jika sudah mendapatkannya."

Tanpa sadar, tangan Bryan mengepal mendengarnya.

Baik, jika memang untuk saat ini belum ada. Setidaknya, masih ada cukup waktu untuk mencarinya.

Sambil menunggu Sasya sadar dari koma. Bryan hanya perlu bersabar lebih lama.

Bryan tidak berani membayangkan, seandainya ia tak melewati jalur tersebut. Akan kah gadis ini masih hidup sampai sekarang?

.

.

Pencarian yang dilakukan Bagas dan Dimas belum juga membuahkan hasil.

Awalnya Bagas dengan penuh percaya diri datang ke rumah keluarga Sasya untuk memastikan, hanya saja. Bukannya mendapat titik terang, Bagas malah mendapat tamparan keras dari ayahnya Sasya.

"Sya... gua emang bajingan. Lo pantas marah sama gua. Tapi gua mohon, lo balik ke sisi gua sya." Ucapnya parau.

Orang tua Bagas menatap anaknya miris, sudah beberapa hari ini Bagas semakin kacau saja.

Menghabiskan waktunya di club malam, pulang pagi.

Siangnya Bagas akan mencari keberadaan Sasya dimana pun tempat yang pernah Sasya singgahi.

Namun hasilnya nol besar.

Bagas sudah menyadari kesalahannya. Tapi kenapa Sasya masih betah bersembunyi darinya?

Apa Sasya tidak merindukannya sama sekali?

Disampingnya, Dimas menatap miris. Entah harus simpati atau malah memaki sahabatnya.

Dimas akui, percintaannya memang rumit.

Tapi Dimas berhasil memilih untuk tetap disamping Nara, walaupun Dimas belum mencintainya.

Ia merelakan Sasya demi Bagas, tapi jika akhirnya begini. Dimas tak akan mengalah begitu saja.

Drrrt...

Getaran dari ponselnya membuat pikiran Dimas teralih. Ada satu pesan masuk, ia membukanya.

"Kecelakaan di jalan Anggrek no. 236. Menewaskan seorang gadis dan pria berumur 45 thn. Akibat mobil yang terbakar, mayat keduanya hampir tak bisa dikenali lantaran gosong karena terlalap api."

"Itu saja yang saya tahu tuan, tapi jika anda masih ingin mencari. Sepertinya nona Sasya masih hidup, karena saya yakin. Jenazah gadis itu bukan nona Sasya."

Mata Dimas melebar, setelah melihat potongan surat kabar tersebut.

"Aku akan cari kamu gimanapun caranya." Batin Dimas.

Kiara tiba-tiba saja datang dan duduk dipangkuan Bagas, tangannya bergelayut manja di leher pria tersebut.

Sebelum mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Bagas.

Bagas dengan tatapan kosongnya tidak membalas ciuman Kiara.

Mendengus kasar, inilah yang di benci Dimas dari sahabatnya. Bagas tidak bisa bersikap tegas pada Kiara, sebelum beranjak bangun Dimas mengambil foto mereka secara diam-diam lalu mengirimnya ke kontak Nara.

Tersenyum dingin, Dimas meninggalkan rumah Bagas.

Tensinya bisa naik, kalau ia tak bergegas pulang.

"Gua penasaran, gimana reaksi Nara pas liat foto laknat itu."

.

.

Farrel menatap bossnya takut-takut, walau tidak terlihat jelas namun Farrel tau. Bryan sedang marah saat ini.

"Kau yakin ini semua sudah benar? Apa masih ada informasi lainnya?" Menyipitkan mata, Bryan masih bertahan dengan seringaian mengerikan miliknya.

Farrel mengangguk pelan sebelum berkata. "Ada dua pemuda yang mencari keberadaan nona Sasya."

Menaikan alis, Bryan menatap penuh minat pada asistennya.

"Siapa mereka?"

"Tuan muda dari keluarga Eryudha juga Prayoga."

Mendecak pelan, Bryan kembali membaca berkas.

Semuanya tentang Sasya Arletta.

Bahkan ada beberapa foto juga disana, Bryan penasaran. Apa hubungan kedua pemuda tersebut dengan Sasya? Kenapa mereka juga mencari Sasya?

"Tampaknya ini permainan yang sangat menarik."

Next...

Next chapter