1 Menantu Cacat

"Saya terima nikah dan kawinnya Aulia Rahma binti Hermawan dengan Mas kawin seperangkat alat sholat dan uang 100 juta di bayar tunai!" Ucap Mahesa anak laki-laki ku satu-satunya dengan lantang dan hanya satu tarikan nafas saja. Tangannya menggenggam tangan Ayah mempelai perempuan itu dengan kuat.

"Bagaimana para saksi, Sah?" Tanya Pak penghulu kepada para saksi yang menjadi saksi di acara pernikahan anakku.

"Sah!" ucap Saksi yang menyaksikan akad nikah Putraku, diikuti suara gemuruh dan tepukan dari seluruh warga yang menyaksikan pernikahan anak laki-lakiku dengan wanita yang kini telah sah menjadi istrinya dan otomatis menjadi menantuku itu.

"Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin" Doa dilantunkan oleh Pak penghulu dengan penuh hikmat.

Mahesa terlihat menghela nafasnya lalu mengangkat kedua tangannya dan ikut berdoa dan mengaminkan semua doa yang diucapkan oleh penghulu itu.

Lega? mungkin itu yang dirasakan oleh semua ibu yang ikut mengantarkan anaknya menikah dengan wanita pilihannya karena anak laki-lakinya sudah lancar melantunkan ucapan akad nikah guna mempersunting wanita pujaannya.

Tetapi tidak bagiku, bukannya perasaan bahagia dan lega yang aku rasakan, tetapi perasaan kesal dan amarah yang tak dapat kuungkapkan.

Bagaimana tidak marah dan kesal saat ini, karena anak laki-lakiku satu-satunya dan sudah aku kuliahkan sampai sarjana malah menikahi seorang perempuan yang....

Ah.. aku sungguh tidak tega dan tidak mau mengatakannya. Menantuku itu adalah seorang wanita yang sangat cantik, matanya yang bulat dan berhidung mancung, Bibirnya tipis juga memakai hijab yang membuatnya semakin cantik. Serta budi pekertinya pun sangat baik dia adalah seorang santri yang sudah menjadi seorang santri sejak dia duduk di Sekolah Menengah Pertama sampai saat ini dia pun masih mondok dan mengabdikan dirinya di pesantren itu sebelum anakku melamarnya.

Sungguh aku tidak mempermasalahkan pendidikannya. Hal itu karena memang calon menantuku itu sangat cantik dan pintar dalam hal agama tetapi sayang sekali menantuku itu memiliki kelainan di kakinya, memang dia memiliki dua kaki tetapi di telapak kaki kirinya tidak lurus sehingga jalannya tidak seperti orang-orang yang normal. Seandainya saja Dia tidak memiliki kekurangan seperti itu aku pasti akan sangat senang sekali memperoleh menantu seperti dia, entah apa yang anakku lihat dari dia sehingga dia begitu tergila-gila kepada perempuan cacat itu.

juga mengenai mahar yang diberikan oleh anakku itu bagiku terlalu besar untuk perempuan yang memiliki kekurangan seperti dia.

Sudah aku coba untuk menjodohkan anakku dengan wanita lain, bahkan sudah puluhan wanita yang aku kenalkan padanya Tetapi entah mengapa anakku tidak menghiraukan apa yang aku katakan padanya dia bersikeras menolak semua wanita yang aku jodohkan dengannya. Padahal aku hanya ingin yang terbaik untuk anakku, tetapi malah anakku berbuat seperti acuh setiap kali aku berbicara mengenai Perjodohan.

"Pokoknya aku tidak mau menikah dengan wanita manapun selain dengan Rahma, Bunda! Bagi Mahes tidak ada wanita yang paling sempurna dan cantik di dunia ini hanya Rahma seorang Bunda, Mahes mohon Bunda mau mengerti apa yang Mahes inginkan, Mahes benar-benar mencintai Rahma dan ingin menikahinya! Mahes tidak mau lama-lama menunggu Mahes takut Rahma akan diambil oleh lelaki lain untuk di jadikan istrinya!" Jelas anakku setiap kali aku berbicara dengannya.

"Hahaha.. kamu jangan bodoh, Mahes! Bunda kira tidak akan ada seorang laki-laki pun yang menginginkannya karena dia memiliki kekurangan di tubuhnya! Sadarlah jangan terlalu mencintai, karena dengan mencintai kamu akan terlihat bodoh dan tidak bisa berfikir jernih."

"Menurut Bunda karena dia punya kekurangan sebenarnya hanya kamu saja lelaki yang menginginkannya makanya sampai saat ini dia tetap mengabadikan dirinya di pesantren itu, itu karena satu orang pria pun tidak ada yang menyukainya Kecuali Kamu, Bunda heran Apa sih yang kamu lihat dari Rahma? Memang sih dia itu cantik dan pintar juga baik perilakunya dia juga seorang santri yang pasti tidak pernah terjamah oleh laki-laki lain seperti yang Bunda kenalkan padamu, tetapi dia itu cacat Mahesa!" kali ini aku mengatakan dengan jelas kalau Rahma itu memang wanita yang cacat agar dia sadar siapa wanita yang di cintainya itu.

"Pokoknya Dimas tidak mau menikah dengan wanita manapun selain dengan Rahma, Mahes hanya mau menikah dengan Rahma terserah Ibu mau merestui Mahes atau tidak! Kalau Bunda tidak merestuiku menikah dengan Rahma Biarkan aku jadi Bujang Lapuk selamanya atau memang itu yang Bunda mau?" Ancam Mahes anakku kala itu.

Sakit rasanya hatiku mendengar perkataan dari anak lelakiku satu-satunya itu karena rasanya sia-sia saja aku melahirkan dan membesarkannya selama ini, bahkan menyekolahkannya sampai ke luar negeri berharap dia akan menjadi orang yang mapan dan mempunyai istri yang juga sepadan pendidikannya dengan Putraku, Mahesa Aditya. Tetapi malah seperti ini keadaannya sungguh aku sangat kecewa sekali saat itu jika dia tetap ingin menikahi wanita itu tapi aku juga tidak mau menginginkan mempunyai seorang anak yang tidak menikah. dengan berat hati aku pun akhirnya luluh dan mengijinkan Mahes menikah dengan Rahma.

"Baiklah kalau begitu, Bunda izinkan kamu menikah dengan Rahma, Mahes. Tetapi ada syaratnya setelah kamu menikah kamu harus tinggal di sini bersama dengan Ayah dan bunda! Bunda tidak mau Setelah kamu mau menikah kamu malah pergi meninggalkan bunda di sini sendiri."

"Bunda tidak mau kamu menjadi milik istrimu itu setelah kamu menikah nanti, kamu harus tahu Mahes walaupun kamu sudah menikah kewajiban kamu terhadap Bunda itu tetap nomor satu kamu harus menomorsatukan Bunda daripada istrimu itu karena Bundalah yang melahirkan kamu! di kaki bunda lah surga diletakkan, jika Bunda marah, Allah juga pasti akan marah dan tidak meridoimu," Ucapku kala itu pada Mahes berharap dia bisa mengerti.

"Lagian Bunda tidak yakin kalau dia bisa mengurusmu dengan baik karena yang Bunda lihat jalan saja dia sulit bagaimana bisa dia mengurusmu dengan baik jika nanti dia sudah menjadi istrimu," Ucapku lagi.

"Tapi Bunda Bukankah orang yang sudah berumah tangga sebaiknya tinggal sendiri di rumah sendiri? Mahes bahkan sudah membeli rumah di tempat perkampungan di dekat Pesantren tempat Rahma mengajar agar Rahma bisa terus mengabdikan dirinya di pesantren itu kalau Rahma tinggal di sini, bukankah akan sangat jauh sekali dengan Pesantren itu bisa-bisa Rahma tidak bisa mengajar di sana lagi," Ucap Mahes padaku sambil menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap mataku.

Aku sungguh sangat mengenal anak lelakiku satu-satunya ini dia memang sangat susah sekali untuk dibujuk kalau dia menginginkan sesuatu.

"Jadi kamu benar-benar ingin meninggalkan Ibu setelah kamu menikah? Sungguh ya Bunda sangat kecewa sekali sama kamu! Bunda sangat ingin kamu tinggal bersama Bunda tapi kamu malah lebih mementingkan Rahma, bahkan sebelum dia resmi jadi istrimu! kamu lebih memilih membahagiakan istrimu daripada Bunda, bahkan Bunda belum sempat menikmati gaji kamu kamu malah lebih memilih untuk menabung untuk meminang Rahma."

"Bunda sungguh sangat kecewa sama kamu!" Aku pun pergi meninggalkannya saat itu dan Pergi ke kamarku sendiri.

avataravatar
Next chapter