webnovel

Jalan Terakhir

Jika jatuh cinta membuat terluka, beranjak pergi menjadi jalan terakhirnya.

***

"Apa gue bisa membuka diri buat orang lain?" tanya Ratu pada pantulan dirinya di cermin meja rias miliknya.

"Cinta pertama bukannya enggak akan bisa terganti?" tanya Ratu lagi yang tidak akan mendapat jawaban apa pun.

Kalimat 'cinta pertama tidak akan bisa terganti' membuat Ratu selalu berada di tempat yang sama. Dia percaya kalimat itu hingga membuatnya tidak bisa ke mana pun. Tidak pernah satu kali dalam hidupnya pernah terpikir untuk melupakan cinta pertamanya.

Makanya saat Prima berkata bahwa dia ingin melupakan Karin, Ratu meremehkan cowok itu. Sebab dia merasa tidak ada yang bisa menggantikan cinta pertama. Padahal, jika dipikir ulang, Ratu-lah yang tidak mau mencoba melupakan cinta pertamanya. Dia terus saja membandingkan orang lain dengan cinta pertamanya itu.

"Apa omongan Kak Prima soal pacaran itu benar?" Bibir Ratu jadi cemberut. "Kalo ucapannya tadi aku anggap serius dan ternyata dia cuma bercanda, gimana?"

Makin memikirkannya, makin tidak ada kejelasan. Namun dia juga takut meminta kejelasan pada Prima tentang hubungan mereka.

"Lagian, salah lo juga sih kenapa pakai ngomong gitu sih tadi."

Ratu menunjuk ke arah cermin yang memantulkan bayangannya. Dia memang mengutuk kebodohannya karena telah mengeluarkan asumsi bodoh dan malah disetujui oleh Prima yang lebih bodoh. Inilah kemiripan Ratu dengan Athalla, suka sekali mempunyai asumsi yang sering kali berada di luar jalur kenyataan.

"Ouh." Ratu mengembuskan napas panjang. Kemudian dia mengeluh, "Makin pusing."

***

Theo belum selesai dengan pembahasannya soal Prima yang mengantar Ratu pulang. Cowok itu bahkan tidak mengadukan tentang dia yang pulang dengan basah kuyup karena hujan-hujanan.

"Ma, baru hari pertama aja Ratu sudah bikin hubungan orang selesai," kata Athalla yang tiba-tiba saja bersuara di tengah suasana makan malam bertiga.

"Maksud kamu apa?"

Mata Ratu melirik Athalla dengan sinis. Menunggu cowok itu kembali berbicara tentangnya.

"Ada cowok yang kayaknya suka sama Ratu dan cowok itu rela putusin pacarnya biar bisa dekat sama Ratu," kata Athalla yang mengada-ada.

"Ma, please jangan percaya sama Athalla. Dia bohong," kilah Ratu.

"Terus, yang benar gimana?"

"Emang ada kakak tingkat yang tadi putus. Pas mereka putus, si cewek minta Athalla ngantar dia. Terus ya, ini orang malah iyain aja. Aku ditinggal, Ma. Mana mau hujan." Kini giliran Ratu yang membalas melaporkan Athalla ke mamanya.

Attalie melihat ke arah Athalla, dia menatap anak laki-lakinya dengan tatapan tajam.

"Athalla kembali ke kampus Ma. Habis ngantar cewek itu, waktu kembali ke kampus Ratu sudah enggak ada." Tentu saja Athalla langsung membela dirinya. Kalau tidak begitu dia pasti akan kena marah dan berujung uang mingguannya yang dipotong.

Attalie tersenyum melihat Athalla yang buru-buru menjelaskan hal yang benar. Dia memang tidak akan langsung percaya jika Athalla berkata sesuatu, harus ada penjelasan lain dari Ratu dulu baru dia bisa memilah mana cerita yang benar.

"Terus, kamu diantar pulang sama siapa?"

"Sama kakak tingkat yang cowok. Dia antar aku pulang karena ngerasa nggak enak aja aku ditinggal karena mantannya."

"Enggak Ma, kayaknya cowok itu emang suka sama Ratu. Pokoknya liat aja nanti, dia bakalan datang ke sini lebih sering."

Saat itu, Attalie dan Ratu tidak menganggap omongan Athalla dengan serius. Hingga besok pagi menjelang. Attalie telah berangkat ke  kantornya dan Ratu bangun kesiangan.

Hari ini sudah masuk hari pertama mereka kuliah. Ada pembelajaran yang dimulai. Akan tetapi Ratu kesiangan bangun. Harusnya dia bangun dua jam sebelum kelas pertamanya dia mulai.

Sekarang sudah jam delapan pagi, sedangkan kelasnya akan dimulai di jam sembilan kurang. Tak ada yang tahu apa yang terjadi saat dia terlambat masuk kelas. Bisa saja dihukum atau bisa saja diberi pengampunan.

Saparan pagi masih ada dua piring yang belum tersentuh. Itu artinya Athalla juga sama dengan Ratu yang terlambat bangun.

"Thall, hari ini kita ada kelas pagi." Ratu mengetuk pintu kamar Athalla tapi tidak juga mendapatkan jawaban. Dia pun membuka pintunya dan melihat Athalla masih berada di tempat tidur.

"Thal, kita hari ini ada kelas pagi," ucap Ratu sambil berjalan ke arah tempat tidur Athalla.

"Gue enggak enak badan," balas Athalla tanpa membuka matanya. Satu tangan menarik selimut untuk membungkus seluruh tubuhnya.

Ratu menjulurkan tangan untuk menyentuh dahi Athalla. Benar saja, badan cowok itu terasa panas. "Lo demam. Bentar deh gue ambilkan obat."Sebelum dirinya pergi, Athalla menarik tangannya. Ratu menoleh lagi pada cowok itu. "Kenapa?"

"Bisa matikan AC? Gue kedinginan."

"Oke," ucap Ratu. Dia pun mematikan mesin pendingin itu sebelum ke luar kamar Athalla.

Ratu mengambil sepiring nasi goreng yang ada di meja makan dan mengambil kotak obat yang disimpan mamanya di lemari. Isi kotak obat itu cukup lengkap, sehingga Sagita bisa menemukan obat demam di sana.

"Lo makan dulu." Ratu menyodorkan satu sendok nasi ke arah Athalla.

Walau pun susah bergerak, Athalla tetap memakan makanan yang diberikan oleh Ratu. Setelah makan beberapa suap, Athalla memutuskan untuk menyudahinya. Lalu dilanjutkan meminum obat.

"Lo enggak kuliah?" tanya Athalla sambil memberikan gelas kosong pada Ratu..

"Gimana gue bisa kuliah kalo lo sakit gini?"

Athalla menggenggam tangan Ratu dan menaruh tangan cewek itu di pipinya yang hangat. "Lo tuh ya, orang yang paling peduli sama gue selain mama. Mungkin cewek lain enggak ada yang bisa gantikan."

Ratu pun tidak menginginkan pengganti untuk dirinya. Kemarin saat dia membayangkan Athalla bersama Karin saja sudah membuatnya menangis. Apa lagi kalau itu sampai benar-benar terjadi. Ratu sendiri pun tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya dia.

"Bolos hari pertama, mungkin bukan masalah," kata Ratu.

"Ya, lo benar. Dosen pasti belum tau siapa kita."Athalla lalu mencium punggung tangan Ratu.

Hal itu membuat tubuh Ratu bergetar. Lagi-lagi dia harus merasakan gejolak yang tidak enak dalam batinnya. Di sisi lain perasaannya melayang diperlakukan manis seperti ini oleh Athalla namun kenyataan membawanya terhempas jatuh sampai ke dasar jurang.

"Thall...." Ratu menarik tangannya agar terlepas dari genggaman tangan cowok itu.

"Lo mau ke mana?"

"Gue mau ke kamar dulu, mau mandi. Lo tidur aja. Efek samping obatnya pasti bikin ngantuk."

Setelah Ratu berkata seperti itu, Athalla jadi merasakan efek samping dari obat demam itu. Matanya menjadi terasa berat dan dia menguap. "Iya sih, lo benar. Gue jadi ngantuk."

"Gue tinggal dulu ya."

Ratu meninggalkan kamar Athalla dan kembali ke kamarnya. Saat dia menutup pintu kamar, pertahanannya pun runtuh. Ratu berjongkok dan menangis di belakang pintu kamar. Perasaan ini terus saja menyakitinya.