webnovel

1. Menunggumu

Kita pernah berkata kita akan selalu bersama, selalu menemani suka dan duka, selalu setia meskipun banyak rintangan yang ada. Tapi kenapa kau berubah? Aku selalu menunggumu disini. Bersama waktu yang sudah lama berjalan dari hari-hari yang panjang.

"Kamu ingin menyerah?" suara sendu sahabatku, mengalihkanku padanya. Sedikit sakit saat mendengar pertanyaanya padaku. Apa aku benar-benar ingin menyerah? Apa aku menginginkanya? Melepaskannya?

"Aku tidak ingin Dev, aku sudah berjanji"

"Tapi dia juga tidak peduli, dia tidak pernah datang, lalu kau mau bagaimana?" aku menggigit bibirku pelan, aku tahu itu "Sudah berapa tahun Liz? Dia bahkan tak mencoba menghubungimu" aku mengepalkan tanganku yang berada di pangkuanku. Ya, bertahun-tahun sosok itu pergi tanpa mengatakan apapun padaku. Ia lenyap begitu saja tanpa sebab yang jelas.

"Aku harus menunggunya" aku melihat Devita menghela nafas dalam, sungguh aku mengerti kekhawatirannya. Aku sangat-sangat keras kepala. Tidak seperti diriku yang dapat mengambil keputusan dengan dewasa, untuk satu masalah ini aku masih mengedepankan perasaanku.

"Besok kau masih cuty bukan? Aku ingin kau menemaniku ke acara pesta" aku menoleh pada Devita, sedikit berpikir mengenai acara besok.

"Besok aku kosong, tapi kau tidak ada niat terselubung 'kan?" tanyaku penuh selidik

"Tidak-tidak, aku tidak mungkin mencelakaimu"

"Lalu?" aku menaikan sebelah alisku.

"Itu adalah acara yang besar, kau bisa saja mencari relasi disana. Itu kesempatanmu untuk mengembangkan bisnismu bukan?" aku mendengar Devita menjelaskan, sungguh beruntung aku memiliki sahabat sebaik dia. Walau kutahu dengan jelas bukan itu alasan utamanya. Aku tahu betul Devita hanya ingin mengalihkan kesedihanku atas kepergian 'dia'.

"Sudahlah... sebaiknya kita pergi, malam ini kau benar-benar nekat. Apa yang kau pikirkan dengan mendatangi pantai ini? Bahkan ini sudah malam, kau bodoh ya?" aku tersenyum, tidak peduli dengan omelan Devita, aku memeluknya dari samping.

"Terima kasih, kau memang sahabatku yang berharga"

"Dasar" Devita mencubit hidungku pelan, membuatku mengerucutkan bibir. "Jika kau menganggapku sahabat, jangan membuatku khawatir bodoh" aku mengangguk patuh, seolah baru saja terkena semprot Ibuku.

Kembali lagi, aku menoleh ke belakang. Melihat pantai yang sepi dan dingin. Tak ada seorangpun disana, apa yang bisa aku harapkan? Aku memang bodoh. Ini hari jadi kami ke enam tahun, dan sudah tiga tahun ia pergi. Nah Reno, apakah aku harus melepasmu?