webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Teen
Not enough ratings
49 Chs

FOTO

Jayco buru-buru keluar dari ruang kamar inap untuk segera mengangkat sebuah panggilan masuk dari sang ibu. Laki-laki itu sempat izin terlebih dahulu kepada Erik sebelum ia meninggalkan tempat tersebut lalu pergi keluar mencari signal yang lebih bagus karena entah hanya di bangunan ini atau bukan, sinyal di ruangan Erik sungguh tidak stabil.

"Halo, ma, maaf tadi cari sinyal dulu. Ada apa? Ini aku lagi di rumah sakit" ucapnya begitu sambungan terhubung.

"Di rumah sakit? Kamu gak kenapa-kenapa, kan, nak?" ucap sang ibu terdengar sangat khawatir.

Jayco menggeleng, "Aku baik-baik aja cuma lagi jenguk kenalanku"

Dari seberang jelas terdengar napas kelegaan, "Syukur deh... Kamu masih lama di sananya? Ini loh papa kamu baru datang  semalam jadi nanti pengen makan malam bareng, kamu ada waktukan?"

"Ada kok, abis ini aku ke rumah ya, pamit dulu sama temenku"

"Iya, salamin dari mama supaya cepet sembuh dan kapan-kapan ajak main ke sini"

"Kalau itu sih perlu di pertimbangankan"

"Ih jangan dong, kan mama seneng kalau temen-temen kamu main ke sini"

"Iya deh lain waktu bakal di ajak"

Terdengar tawa sedang dari suara Celine, "Oh si cantik ajak aja sekalian, udah lama enggak main ke sini mama jadi kangen. Papa kamu barusan juga nanyain"

"Boleh?"

"Boleh dong kenapa enggak. Dia kan teman kamu dari kecil, anaknya juga baik, mama suka"

"Yaudah nanti aku ajak. See you later, mom, love you"

"Love you too, dear. Take care on the way, right?"

"Yes mommy" jawab Jayco kemudian mematikan panggilannya lalu beralih mengabari Greysia via Whatsapp menanyakan apakah gadis itu bersedia ikut acara keluarganya nanti malam.

Jayco kembali kedalam kamar inap, dia berbincang sejenak sembari menunggu ibu dari Erik kembali agar ia dapat berpamitan. Sebenarnya beliau tadi telah datang membawa secup minuman segar yang di berikan kepada Jayco namun setelahnya pergi keluar lagi entah kemana jadi sekarang ia memilih untuk menunggu saja.

Sedangkan Erik dia telah mengabari sang ibu menayakan keberadaannya namun kunjung di balas, jarak sebuah balasan masuk berkisar sepuluh menit lebih dan beliau dalam perjalanan. Mereka ngobrolkan hal-hal seputar dunia laki-laki, topik pembicaraan yang seperti sepak bola, sekolah, dan game online. Tak kadang juga di selingi sosok seorang Greysia yang mampu membuat kedua orang itu senang menceritakannya.

Lalu, saat Elina telah tiba barulah Jayco berpamitan dengan beliau. Dia mengulum senyuman mendoakan Erik agar cepat sembuh dan tentu saja mengundang remaja itu untuk berkunjung ke rumahnya saat telah sembuh. Erik pun membalasnya dengan oke yang penuh semangat, sosok Jayco sangatlah asik dan nyantol saat bertemu seperti ini. Dia benar-benar menyenangkan.

"Pulang dulu, tante...," pamitnya kepada Elina yang kemudian mengangguk, "Duluan, Er" imbuhnya kepada Erik.

"Hati-hati dijalan" lambai Elina sebelumnya pintu tertutup.

Elina menatap putranya kemudian mengelus lembut rambut hitam remaja itu penuh kasih sayang. Dia membereskan cup minuman yang tersisa setengah lalu di buangnya ke wastafel sebelum benar-benar ia lempar ke tempat sampah. Wanita itu berjalan kembali mendekati brankar lalu duduk di bangku sebalahnya. Saat ia menarik bangkunya agar lebih dekat dengan kasur, kakinya manyandung sesuatu hingga akhirnya dia memungut sebuah dompet laki-laki berwarna hitam.

"Apa, ma?" tanya Erik.

Elina menunjukkan dompet yang ia pegang, "ini bukan punya kamu kan?"

Laki-laki itu menggeleng, "Lihat dalemnya barang kali ada ktp atau apa, kayaknya punya bang Jo deh gak sengaja jatuh"

Benar, saat di cek tanda pengenal dompet tersebut milik laki-laki yang baru saja pergi. Di sebuah kartu pelajar nama Jayco Bae tertera jelas dengan fotonya yang tampak rupawan. Sepasang ibu dan anak itupun sempat terkagum saat melihat foto Jayco dan teman-temannya berlatar belakang sebuah nama sekolah di Kanada.

"He~ bule, lihat lahir di Toronto. Tapi bahasa Indonesianya luwes banget" seru Elina terkagum.

"Foto habis kelulusan kayaknya, itu pakai toga" ujar Erik.

"Iya.. Oh ada foto lagi di belakangnya" kata Elina sembari menarik sebuah foto berukuran lebih kecil menampakkan seorang Jayco dengan orang yang memiliki wajah persis dengannya.

Jelas sekali raut wajah mereka terlihat bingung, adapun spekulasi yang di lontarkan oleh Elina jika Jayco ini memiliki seorang kembaran namun segera Erik hentikan saat wanita tersebut ingin lebih lagi membongkar dompet milik Jayco.

"Gak sopan, ma! Dompet orang!" ucapnya tegas.

"Iya-iya maaf, namanya juga bawaan ibu-ibu jadinya kayak pengen tahu isi dompet anaknya" ujar Elina menaruh dompet tersebut keatas meja nakas di samping kirinya.

"Kamu ada nomornya, coba telpon bilangin kalau dompetnya ketinggalan" suruh Elina.

Erik mengapai ponselnya, ia lupa jika tak memiliki nomor laki-laki tersebut. Ia bingung harus menghubungi siapa atau membiarkannya saja disini hingga si pemilik datang kembali untuk mengambil barangnya. Namun ia juga merasa khawatir jika ada hal mendesak yang harus memerlukan isi dompet ini, lalu tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.

Dia memutuskan untuk menghubungi kakaknya, Greysia, meminta nomor Jayco atau menyuruh gadis itu untuk menyampaikan pesannya kepada Jayco. Setelah berpikir, lebih baik dia memberi tahu sendiri itung-itung bisa mempunyai nomor dari Jayco juga.

Tak disangka kakaknya sangat cepat dalam merespon meski singkat dan tak basa-basi seperti tak suka serta ingin segera mengakhiri tanpa perbincangan apapun, ini hanya perasaannya saja. Dikirimlah nomor Jayco, kemudian ia mulai menghubunginya, hanya nada tunggu yang terdengar beberapa saat sampai ia harus mengulang kembali karena tak ada jawaban.

Hingga panggilan ke dualah baru sebuah nada tersambung dan suara wanita menyambutnya dengan sapaan.

"Halo"

Kikuk namun ia masih berusaha menjawab dengan lancar, "ha-halo... Ini benar nomornya Kak Jo?"

"Jo? Bukan, ini nomornya Jacob. Ada perlu apa ya?"

— Jacob? , batin Erik bertanya—

— Eh, nomor yang di kasih kakak juga Jacob.  Atau salah? imbuhnya dalam hati—

Erik berdeham, "Oh maaf saya kira ini nomor Kak Jayco. Seperti saya keliru memasukkan nomor"

"Tunggu-tunggu, itu memang nama anak saya. Ada perlu apa ya?"

"Wah kebetulan... Ini baru saja Kak Jo pulang dari tempat saya, lalu barangnya tak sengaja terjatuh. Dompetnya ada di saya"

"Jo? Dari tempat kamu? Kamu dimana memang?"

"Saya berada di RSUD Cempaka Putih"

"Rumah sakit? Kamu sakit?"

"Iya"

"Anak saya Jacob juga bilang menjenguk temannya di rumah sakit, coba nanti saya tanyanya ke dia siapa tahu mereka barengan"

"Eh? Tadi Kak Jo sendirian kok tidak bersama siapa-siapa"

"Hm?? Yasudah kalau begitu nanti biar saya tanyakan ke Jacob kalau dompet kakaknya tertinggal"

"Iya, terima kasih, tante" seru Erik kemudian panggilan terputus.

"Gimana-gimana? Udah di bilangin?" serbu Elina penasaran.

"Aneh deh... Mama tadi waktu keluar lihat orang yang mirip Kak Jo gak sih yang seliweran di rumah sakit"

"Enggak... Mama tadi di kantin gak lihat kok, di balkon depan juga gak ada. Tapi gak tahu juga sih"

"Kayaknya bener deh kalau Kak Jo punya kembaran"

"Kan... Mama bilang apa, Jo ini punya kembaran, orang di foto aja ada dua orang"

"Mungkin sih mungkin... Mungkin..."