webnovel

Me And My CEO

Audrey Clare adalah seorang wanita muda berumur 21 tahun yang bekerja personal asisten baru. Ia adalah personal asisten ke-sekian untuk CEO perusahaan Invesky Grop. Sedangkan Xavier Wyatt adalah CEO dengan segala kelakuan minusnya. Bagaimanakah jika CEO dan PA baru ini bertemu, terlebih Audrey adalah wanita dengan segala pesonanya. Belum lagi kenyataan tentang sang CEO yang menjadikannya tameng, untuk membuat seorang wanita pergi menjauhi dari hidup sang CEO. Mampukah Xavier menaklukan si personal asisten atau justru Audreylah yang menaklukan sang CEO? Lalu, apakah status tameng akan tetap berlaku? Temukan jawabannya di sini

Haru_lina · Urban
Not enough ratings
11 Chs

Alasan Sesungguhnya

Di perjalanan

Di dalam mobil yang di kendarai oleh seorang sopir, terdapat dua orang lainnya yang duduk berdampingan namun dengan aura kesal di salah satunya.

Salah satunya adalah Audrey, sang personal asisten baru yang bersedekap dada tiba-tiba kesal saat mengingat perkataan CEO-nya yang menceritakan alasannya mengaku jika dirinya adalah kekasih alih-alih seorang personal asisten baru.

"Sialan. Emang CEO sialan, korek mana korek. Ingin rasanya aku membakar wajah tampan tapi hati slengean bagai kamvret," batin Audrey.

Beberapa saat sebelumnya ...

Ruang VIP restouran

Audery Pov on

"Jelaskan. Jelaskan apa maksudnya ini, Tuan Xavier Wyatt," ujarku dengan menatap tajam atasanku yang melengoskan wajahnya.

"Itu, sebenarnya aku-

"Sebenarnya apa, Tuan? Tuan sengaja yah, ingin memanfaatkan saya yang tidak tahu apa-apa tentang permasalahan keluarga Tuan?"

Aku menyela dengan cepat saat atasanku hendak menjawan pertanyaanku. Jujur saja, aku sangat kesal dengan apa yang baru saja terjadi.

Bagaimana bisa Tuan Xavier mengaku-ngaku jika kami adalah pasangan yang saling mencintai. Meskipun aku tahu jika ini hanya lah permainan, tapi jangan membawa-bawa aku dalam pusaran permainanya.

"Okay, fine. Sorry about it. But, listen to me, i'll try to tell you and don't interrupt me, agree?(Baik, baiklah. Maaf tentang itu. Tapi, dengarkan aku, aku akan mencoba menjelaskannya denganmu dan jangan coba untuk menyelanya, setuju)" ujar Xavier menatapku dengan kedua tangan terangkat ke udara.

Aku melengsokan wajah, guna menetralkan rasa kesalku kemudian tidak lama aku mendengar Tuan Xavier bergumam memulai ceritanya. Sungguh, aku seperti seorang wanita penghancur perasaan saat melihat nona Amberly.

"Aku dan Amberly adalah teman masa kecil, meskipun tidak dekat seperti aku dan Rayhan. Tapi, aku sudah mengenalnya lama dan aku hanya menganggapnya sebagai teman kecil, tidak lebih."

Aku mendengarnya tanpa menyela sesuai perkataannya, kemudian dia menatapku seakan menanykan apakah aku mendengarnya atau tidak dan aku mengangguk,sebagai tanda jika aku mendengarkan apa yang diucapkanya.

"Keluarga Amberly termasuk dalam jajaran konglomerat nomor 3 di negara ini, kamu pasti tahu itu kan?" tanya Tuan Xavier dan aku sekali lagi menganguk.

"Jadi, waktu itu keluarga kami mengalami krisis dan hampir jatuh ke tingkat paling rebdah, sebelum kembali ke jajaran paling atas seperti ini. Ini semua bantuan dari keluarga Amberly dan itu sebabnya Mama berencana mengikat tali persaudaraan melalui pernikahan ini."

Oh ... Ini sudah seperti di televisi dan sang pangeran jatuh cinta dengan si rakyat jelata. Tapi, ayolah ini bukan drama kan, ini asli di dunia.

"Amberly selalu membuat wanita yang ada di dekatku menjauhiku. Pacarku bahkan sekedar teman perempuan pun dia membuat mereka pergi, takut dengan kekuaasaan yang dia punya," lanjutnya dan aku mulai merasakan sedikit iba, akan nasib yang menimpa Tuan Xavier.

"Hingga akhirnya aku muak dan selalu memperlihatkan kepadanya, jika aku bukanlah laki-laki baik. Aku memacari setiap wanita yang aku temui, bahkan alasan personal asistenku mengundurkan diri karena tidak kuat dengan ancaman yang di berikan oleh Amberly. Yah, meskipun sebagian ada yang menyerah dengan uang tunai yang Amberly berikan dan itu membuatku muak."

Oke, dari sini aku bisa menyimpulkan jika aku sudah terjebak dengan permainan antara si kaya dan si miskin, dengan aku sebagai aktornya jika menelaah lagi apa yang di katakan olehnya.

"Saya mengerti, Tuan. Jika ini pasti membuat Tuan tidak nyaman dalam menghadapi hidup. Tapi, apa Tuan tidak memikirkan saya, sebelum Tuan membawa saya masuk dalam sandiwara ini. Tuan dengarkan tadi, apa kata Mama Tuan?" ucapku kemudian bertanya tentang ucapan nyonya Wyatt yang memintaku untuk membimbing anaknya.

Bagaimana aku ingin membimbingnya, jika kami sama sekali tidak ada hubungan dan baru saling mengenal kurang dari 48 jam.

"Hmm."

"Nah ... Sudah ada dua orang yang termakan dengan kebohongan ini. Lalu, soal Nona Amberly, bagaimana jika dia juga melakukan hal yang sama dengan saya? Bukan kah itu artinya saya juga akan bernasib sama dengan mereka, Tuan," cecarku dan dia hanya diam, melihatku dengan tangan meraup wajah.

"Sudah aku putuskan, jika aku akan memberitahu Nona Amberly bahwa kita tidak ada hubungan apa-apa, selain atasan dan bawahan," putusku dan dia dengan segera memegang tanganku, memintaku untuk tidak melakukan itu.

"Jangan, Drey. Aku, aku akan melindungimu. Aku sebenarnya sudah berusahan melindungi mereka, tapi mereka yang tidak bisa menahannya," jelas Xavier dan aku hanya bisa melihat lenganku yang di pegangnya, membuatnya melepaskan dan bergumam meminta maaf kepadaku segera.

"Maaf."

"Tuan, Jika memang Tuan melindungi mereka. Lalu, bagaimana mereka bisa menyerah? Bukan kah itu artinya perlindungan Tuan kurang kuat untuk melawan Nona Amberly?" tanyaku dengan bertubi-tubi, membuatnya terdiam dan kembali memegang kedua tanganku dengan genggaman erat.

"Aku mohon, bantun aku hingga aku memiliki kekasih yang baru untuk di kerjai-

"Vier, kamu benar-benar keterlaluan."

Setelah menyela kembali ucapannya dengan keras, aku berdiri dari kursi empuk yang aku duduki kemudian meninggalkannya sendiri dan berjalan menuju pintu keluar hendak meninggalkan ruang VIP saksi bisu aku kehilangan pekerjaanku yang pertama.

Aku sungguh tidak menyangka, bisa mendapatkan atasan seenaknya seperti ini. Meskipun aku tahu melalui berita, tapi aku tidak menyangka benar-benar merasakannya sendiri.

Brakh!

Dari tempatku berjalan saat ini, aku bisa medengar suara panggilannya dari belakang. Tapi aku tidak mengindahkannya dan terus berjalan meninggalkan koridor dan berjalan menuju keluar.

Aku akan kembali ke kantor sendiri, mengemas barang-barangku yang ada di ruanganku, ruangan baru yang harus aku tinggalkan karena aku tahu cepat atau lambat nona Amberly pasti akan memperlakukan aku seperti wanita-wanita sebelumnya.

"Audrey, dengar aku."

Grep!

Bersamaan dengan tanganku yang di cekal, suaranya pun terdengar untuk aku mendengarkan ucapannya, dia juga menarik tanganku hingga aku berbalik dan menghadap ke arahnya.

"Dengar. Aku tahu aku salah, tapi kamu bisa kan tunggu beberapa saat. Aku yang akan melindungimu, aku akan melakukannya sungguh-sungguh meskipun aku akan melawan Papaku," ucapnya berbicara menggunakan kata-kata santai dengan nada meminta, membuatku berpikir sejenak melihat bagaimana dia memintaku menurutuinya dengan nada meyakinkan.

Aku pun menghela napas dan memikirkan ini dengan sematang-matangnya.

"Huft ... Setidaknya aku telah membantunya, sebelum aku benar-benar berhenti dari pekerjaanku. Ini juga salahku, yang tidak segera menjelaskan kebenaran saat masih ada Nona Amberly," batinku kemudian aku pun mengngguk kecil, menuai senyum lega darinya.

Senyum yang terlihat mempesona dan tulus, tidak seperti senyumnya yang sudah-sudah.

"Terima kasih," ucapnya dan sekali lagi aku hanya bisa mengangguk.

Saat ini ...

Dan disini lah kami, duduk berdampingan dengan suasana canggung. Aku yang sebenarnya masih kesal, sedangkan dia yang hanya diam entah apa yang dipikirkannya, aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Ya Tuhan, semoga semuanya tidak seburuk yang terlihat," batinku berdoa seraya melihat jalanan ramai yang kami lalui di luar sana.

"Audrey," pangil Xavier, membuatku segera mengalihkan pandanganku ke arahnya dengan ekspresi wajah bertanya.

"Iya, Tuan?" tanyaku singkat.

"Aku harap kamu berbeda dengan mereka. Aku yakin kamu akan bisa melaluinya," ucap Xavier membuatku mengernyit bingung. Namun dia kembali diam, mengalihkan wajahnya menghadap depan lagi. Memandang lurus jalanan di depan kami.

"Aku bahkan tidak tahu, apakah aku akan benar-benar bisa melawati 1 jam lagi atau tidak," batinku miris dan mengikuti jejaknya, melihat lurus jalanan di depan kami.

Bersambung.