webnovel

Tentang Ku

Minggu pagi yang sangat cerah. Rutinitas minggu pagi adalah jogging bareng Tante. Rutinitas WAJIB kata Tante. Hhh... untung saja semalam Tante pulang sedikit terlambat jadi aku tidak ketahuan kalau aku pulang tengah malam. Tapi...

"Tante...," panggilku sambil terus berlari kecil.

"Hmm," jawab Tante cuek.

"Sebenarnya...," aku sedikit ragu untuk bilang yang sebenarnya tapi ku rasa aku harus bilang, biar bagaimapun Tante yang mengurusku dan aku adalah tanggung jawabnya. "Sebenarnya... semalam aku pulang tengah malam" jujurku. Aku berkata dengan pelan.

"APA??!!" Tante menghentikan langkahnya dan melotot kearahku.

"Bukan seperti yang tante pikirkan. Jadi... semalam itu ada kejadian yang tidak terprediksi," jelasku segera. Tante menatapku tajam. "Tante tenang saja, semalam itu bukan kencan. Hanya ketemuan biasa saja. Suer," lanjut ku sambil mengacungkan dua jari. Tante berpaling dan melanjutkan lari kecilnya.

"Tante... Tante tidak marah bukan?" suaraku manja berharap Tante tidak marah, aku menjejeri langkahnya.

"Tante percaya sama kamu. Terima kasih sudah jujur."

"Huwaaa... Tante memang terbaek, saaayang Tante."

"Sebenarnya, semalam Tante melihat kalian didepan rumah."

"APPAA??!!!" kali ini ganti aku yang melotot ke arah Tante. "Maksud Tante??"

"Ya gitu dech...,"

"Tante Lia...," aku menghentikan Tante, ku tarik lengannya.

"Hahaaa... tenang saja Tante cuma melihat kalian dari jauh jadi Tante tidak mendengar apa yang kalian bicarakan."

"Tapi tetap saja... membuatku sangat malu. Kenapa Tante diam saja dan tidak menegurku? Bahkan bersikap biasa-biasa saja."

"Tante sedang menunggu kejujuranmu, jelek...," Tante memencet hidungku lalu kembali berlari kecil, aku mengikutinya.

"Apa dia cowok yang kamu taksir tapi sudah punya pacar itu?" tanyanya.

"Bukan, bukan dia." jawab ku cepat.

"Lalu?"

"Dia hanya teman."

"Teman sekolah?"

"Iya, dia yang dulu pingsan didepan rumah."

"Hahh, apa?!! jadi yang jaketnya ketinggalan di rumah itu teman sekolah kamu?" tanya Tante terkejut. Aku nyengir dan mengangguk. "Wahh... jangan-jangan modus nih cowok."

"Ah bukan Tan...," potong ku cepat. "Itu murni kebetulan," lanjut ku meyakinkan dan langsung berlari cepat meninggalkannya, menghindari pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.

"Tante... aku duluan" teriakku.

***@***

Tante lia... Amalia Rosida adalah keluargaku satu-satunya didunia saat ini. Aku tinggal bersama Tante lia ketika aku kelas tiga SMP. Awalnya aku tinggal di desa bersama Nenek tapi setelah Nenek tiada, Tante memutuskan untuk membawaku ke Ibu kota bersamanya. Tante Lia berumur dua puluh tujuh tahun dan belum menikah.

Ayahku? Ayahku adalah seorang nahkoda kapal. Ketika hendak berangkat, Ayah selalu berjanji padaku bahwa dia akan segera kembali dan akan membawaku jalan-jalan, Ayah selalu menepati janjinya. Malam itu sebelum keberangkatannya berlayar, Ayah terus memelukku, bercerita tentang Ibu, tentang aku diwaktu kecil.

Ternyata itu adalah pelukan terakhir dan Ayah tidak pernah kembali untuk menepati janjinya. Aku sangat benci pada sebuah janji yang tidak ditepati, aku selalu menunggunya. Setiap sore aku selalu berlari kepantai, berdialog pada ombak agar menyampaikan rinduku pada Ayah, berharap Ayah akan segera kembali.

Laut telah membawanya pergi dariku, ombak telah membuat janjinya tak tertepati. Kapal pesiar tenggelam setelah menabarak perahu nelayan diselat malaka, sebuah berita yang disiarkan langsung diTv lalu disusul pak Rt yang berlari ke rumah dan membawa kabar duka itu. Ayahku adalah salah satu korban di dalam kapal naas itu. Jasadnya tidak pernah ditemukan. Aku seperti orang bingung, terkadang menangis, terkadang tertawa lalu tiba-tiba berlari kepantai, menunggunya hingga matahari tenggelam.

Akhirnya aku mengerti bahwa Ayah tidak akan pernah kembali. Meski begitu aku terus menyapanya dan bercerita apapun padanya, lewat sebuah tulisan yang ku titipkan pada ombak.