webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Urban
Not enough ratings
314 Chs

MKC 40 Apa salahku? 

MKC 40

...

"Salah lo hidup di dunia ini. Bernapas dengan oksigen yang sama dengan gue. Salah sekolah disini. Salah lo...sok cantik, kecentilan, sok segalanya. Lo pikir dengan begitu semua cowok akan takluk sama lo?" sengak cewek itu.

Diam beberapa detik untuk mencerna. Apa gue sehina itu? Terus siapa cowok yang dimaksud? Perasaan gue bergaul hanya dengan anak kelas...senior di badminton kayaknya nggak ada yang ganteng? Apa dia suka Amad?

"Terus..."

"Masih banyak tanya juga...mulai detik ini jauh-jauh dari Jonathan gue!" desak Septi. Tangannya sudah memegang kerah seragam.

"Kan bisa ngomongnya baik-baik mbak...lagian Jono...sok sana diambil kalo anaknya mau sama cewek kelakuan asli macam mba begini." desah gue menahan tawa.

Jadi, semua yang gue lalui, perkara yang nggak enak itu, teror tanpa jejak pelaku adalah karena dekat dengan Jono, tetangganya Ana yang apesnya gue sekelas dengan dia?

"Malah ketawa. Lo pikir lucu?"

"Banget. Lucu banget mba. Gue nggak ada apa-apa sama Jono kok."

"Lo pikir gue percaya? Kenapa kalo dekat ama lo Jonathan selalu tersenyum cerah?"

"Lah? Itu hak dia mau senyum, ketawa ato marah. Apa urusan gue?"

"Nggak usah ngeles. Lo suka juga kan sama Jonathan?"

"Nggak." jawab gue langsung. "Enak aja menilai tanpa dasar..." tambah gue berusaha melepaskan tangannya dari kerah baju.

"Otak lo bebal ato emang nggak ada isinya sih?" teriak Septi siap menampar gue. Tangan kanannya sudah diatas, hanya perlu satu detik saja untuk sampai ke pipi kiri.

Tetapi...sebuah tangan besar menahan gerakan Septi.

"Mbak Septi...hentikan." suara Jono terdengar beda dari biasanya. Tangan yang memegang tangan Septi segera menariknya menjauhi gue.

"Jona-than..." decit Septi salah tingkah. Jelas cewek itu malu tertangkap basah. Dia bahkan tidak mampu menatap Jono atau gue atau siapa pun.

"Apa mbak puas melakukan ini? Mbak sudah salah paham sama Anggi kalau mbak mau tau." suara Jono tenang saja, tapi berhasil membuat nyali Septi menciut.

"Apanya yang salah paham, Jonathan? Tiap lo bareng sama dia pasti kelihatan bahagia...sedang gue lo tolak begitu aja? Gue kurang cantik apa coba? Tiga kali lo udah nolak gue." decit Septi, tiba-tiba mendongak menantang Jono.

"Makanya tadi udah dibilang kalo itu salah paham..."

"Tapi..." potong Septi.

"Gue punya pacar. Namanya Karen. Soal Anggi gue menganggap dia sebagai teman, sama seperti Ana." jelas Jono. Berhasil membuat kita kaget.

Kok...kok gue nggak pernah tahu Jono punya pacar yang bernama Karen?

Cepat saja, langkah kaki gue ayunkan keluar dari kantin yang riuh redam anak-anak yang menonton pertunjukan gratis ala FTV remaja.  Lebih dulu menuju kelas mengambil tas lalu dengan setengah berlari menuju pancuran di belakang masjid sekolah.

Pancuran, berada tidak jauh diantara masjid dengan area persawahan milik sekolah dan biasa digunakan mandi oleh anak-anak setelah selesai praktek lapangan terutama saat ke sawah. Pancuran lebih efektif menghilangkan lumpur sawah dari pada masuk kamar mandi yang mana ember disana kecil, akan membutuhkan waktu lama sampai badan bersih dibanding mandi dibawah pancuran.

Segar, bahkan otak gue ikut merasa segar dan berangsur dingin hanya dengan diguyur air pancuran. Lupakan gue yang sedang datang bulan, lupakan semua yang menjadi basah. Lupakan sejenak.

Lama berdiri membuat gue jongkok, masih diguyur air pancuran. Masih mencoba menenangkan diri. Selama ini gue merasa tertipu. Andai saja...andai kata...

"Nggi...maafin gue ya." Ana yang entah sejak kapan berdiri tidak jauh membuka suara. Salah satu tangannya mengangsurkan handuk namun enggan gue terima.

"Lo nggak salah. Jadi nggak usah minta maaf segala." gue yang tadi sudah merasa enakan kini seperti terprovokasi lagi.

"Nggak, Anggi...harusnya gue bilang ke lo soal Septi."

"Memang harusnya begitu, kalo lo menganggap gue sahabat." gue setengah berterik, membuat Ana termundur kaget.

"Nggi..."

"Kemarin lo nuduh gue pacaran ama Budi sedangkan dilain pihak ada cewek sok kecantikan nuduh gue suka Jono sampe keganjenan dekat dia! Gue kayak orang bego, Ann. Diperlakukan macam begitu tanpa tau duduk perkaranya...gimana rasanya? Lo bisa nggak bayangin?"

"Maaf...Nggi..."

"Andai aja lo bilang sejak awal. Gue nggak bakalan dekat-dekat Jono demi elo...supaya lo nggak diresein dia...supaya lo main basket dengan aman, setidaknya sampe dia lulus.

"Itu yang gue nggak mau ngorbanin lo demi hal begituan."

"Tapi apa akibatnya? Lo lihat kan...kalo saja lo bisa lebih menganggap gue sebagai sahabat yang bener-bener sahabat."

"Anggi...jangan bilang gitu dong." suara Ana memelas. Tega nggak tega gue harus bilang, apa susahnya cerita ke gue?

"Udah deh, Ann. Biarin gue sendiri dulu. Gue pingin tenang."

"Jono minta gue...pokoknya lo nggak boleh sendirian."

"Kenapa harus bawa-bawa dia? Kenapa juga lo nurutin apa mau dia? Apa elo yang sebenarnya suka dia?" teriak gue frustasi. 

Kenapa semua hal yang gue jalani harus dikaitkan dengan cowok bule itu?

Ada nyeri aneh menusuk ke dalam hati. Ada rasa tidak terima bergelora begitu hebat di dada. Ada kecewa sejauh mata memandang antara makna teman hingga sahabat, dalam benak gue atau ekspektasi gue saja...

Ada air mata yang susah payah gue tahan. Kemudian terurai dengan sendirinya dibawah pancuran. Walaupun badan sudah menggigil gue tidak bisa beranjak pergi. Masih ada kesal. Masih ada amarah...apalagi saat harus mengingat kata-kata Septi sebelum gue meninggalkan kantin.

"Lo, jangan sok kalem ya. Gue bisa bikin lo dikeluarin dari sekolah!" pekik Septi tadi. Teriakannya masih jelas gue ingat dalam benak.

"Silahkan. Tapi mbak juga harus tau, gue juga bisa buat mbak keluar sekolah dan pastikan tidak ada sekolah lain yang bakal mau terima mbak. Sebentar lagi ujian nasional. Kok ya sempat-sempatnya mbak lepas kendali?" bukan kata-kata itu yang keluar dari mulut gue. Tetapi si Jono.

Sedang gue, hanya bisa berdiri mematung saat mendengarnya. Mendengar kata keluar dari sekolah bukan hal baru bagi gue yang sering pindah sekolah. Hanya saja, hanya...ingatan tentang tempo dulu datang lagi menyapa. Dan itu...bukan hal baik, setidaknya buat gue.

"Lo bisa apa?" sergah Septi kepada Jono.

"Apa pun mbak. Bahkan keluarga mbak yang politisi bisa terancam. Apalagi paman mbak yang wakil rakyat itu..." terang Jono masih dengan suara yang setenang samudera.

"Lo ngancem gue demi dia?" telunjuk Septi jelas mengarah ke gue.

"Enggak. Tapi mbak sudah membawa-bawa kekuasaan untuk masalah beginian. Mbak bukan anak kecil lagi yang perlu bantuan orang tua untuk menyelesaikan masalah." kata Jono masih dengan tenang yang sama.

"Kenapa? Suka-suka gue dong. Toh mereka orang tua gue, bukan lo. Nggak ada hak lo larang gue mau apa." bela Septi tanpa gentar.

"Jadi mau main ngadu ke orang tua beneran? Ayok ke ruang BK sekalian. Biar mbak Septi dikeluarin sekolah hari ini juga." geram Jono. Lalu menarik Septi keluar, melewati gue begitu saja.

Jelas gue dengar, Septi teriak meronta minta dilepas tangannya. Tetapi, gue sudah paham Jono yang tadi setenang samudera kini tengah bersiap menghadirkan tsunami tanpa  peringatan. Bukan, tadi dia sudah memberi peringatan dan bukan Jono alias Jonathan namanya kalau tidak bisa membuktikan apa yang sudah keluar dari mulutnya.

...

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu. Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT. Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini. Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/