1 Prolog

"jadilah setiap harimu sebagai kesempatan untuk menjadi lebih baik. Jangan lelah berbenah, jangan bosan untuk berubah. Berat memang, akan tetapi akan indah jika disertai niat lil llahi. Hidup ini terlalu singkat untuk bermain-main. Sadarlah, jangan biarkan dirimu dipermainkan oleh dunia."

***

Penyesalan memang datang di akhir waktu. Ada pepatah yang mengatakan  : ' Bijaklah mengunakan waktu '. Seperti itulah yang dirasakan Maryam sekarang, ada rasa sesak di hati ketika mengingat orang tua nya yang telah meninggal dunia.

Dengan mata berkaca-kaca Maryam berdiri meninggalkan gundukan tanah itu. Orang yang telah ia sayangin telah dipanggil terdahulu oleh Allah. Ibu dan ayah nya meninggal akibat tabrakan dengan mobil truk yang mengangkut pasir dari arah kiri ketika beliau hendak menyebrang jalan raya. Waktu itu ayah dan ibu Maryam hendak pulang ke rumah dengan membawa gerobak dagangan nya. Ya, ibu dan ayah Maryam jualan donat mengunakan gerobak, yang di jual dipinggir jalan raya. Ketika hendak menyebrang dengan membawa gerobak dagangan nya ayah Maryam yang di ikutin sang ibu, tiba-tiba ada mobil truk dari arah kiri dengan kecepatan tinggi. Hingga terjadilah tabrakan itu, dengan menewaskan kedua orang tua Maryam.

Waktu itu Maryam yang berada dipesantren, terkejut ketika mendapat kabar dari tetangganya. Bahwa ibu dan ayah nya meninggal akibat tabrakan dengan truk. Ia syok, padahal kurang seminggu lagi ia akan lulus dari pesantren dan akan melakukan tes beasiswa di Cairo. Maryam akan membuktikan kepada orang tua-nya bahwa ia layak mendapatkan beasiswa itu.

Ketika Maryam hendak keluar dari pemakaman umum, Maryam mendengar tangisan seorang bayi. Maryam mencoba mencari dari mana tangisan bayi itu berada?

"Ya Allah, bayi siapa ini?"

Maryam sungguh terkejut. Bagaimana tidak! ada sosok bayi mungil di  semak-semak. Ibu mana yang tega membuang bayi mungil yang masih berwarna merah itu?

"Cup ... Cup ... Cup ... Sayang jangan nangis ya? Nanti sama tante kasi cucu deh!"

Maryam menggendong bayi mungil itu, dengan menimang-nimang - nya mencoba menghentikan tangisan bayi itu. Meskipun ia tahu bayi itu tidak akan mengerti dengan ucapan-nya tapi ia mencoba menenangkan - nya. Untung ketika ia masuk pesantren dikasi amanah menjaga putra Ning Rahma -- putra pemilik pesantren yang Maryam tempati mencari ilmu agama.

Maryam bingung sendiri, harus bawa kemana bayi ini? Sedangkan  pemakaman sepi, hari pun mau beranjak sore hari. Tidak ada pilihan lain bagi Maryam! Ia harus membawa pulang bayi ini, dengan segala konsekuensinya.

Maryam menaruh bayi mungil itu dengan hati-hati di atas kasur. Bayi itu sedang tertidur nyenyak ketika ia bawa pulang. Untung diperjalanan menuju rumah - nya tidak ada tetangga yang sedang duduk santai di teras. Kalau sampai ada tetangga pasti banyak pertanyaan dari tetangga atau bahkan sampai ada yang menfitnah dirinya.

Maryam keluar dari rumah untuk membeli botol susu serta susu - nya. Mungkin juga beberapa peralatan bayi, seperti : bedak, minyak telon, sabun, popok bayi dan baju bayi.

"Neng Maryam kenapa beli peralatan bayi?" tanya Bu Hus. Bu Hus salah satu teman almarhum ibu - nya, Bu Hus yang mempunyai toko peralatan bayi.

Maryam bingung, harus mau menjawab gimana? Kalau ia berbohong ia takut dosa. Sedangkan kalau ia jujur takut Bu Hus tak percaya. 

"Maryam ....,"

Sebelum Maryam melanjutkan ucapan - nya, ada anak tetangga yang memangil Maryam.

"Iya?"

"Maryam ... Huh ... Huh ....," tetangga Maryam itu mengatur napas nya yang tak teratur kerena berlari, dari rumah Maryam ke toko peralatan bayi. "Maryam ..., rumah kamu di kerumunin para tetangga bahkan ada Pak RT disana!"

Maryam melolototkan mata - nya. Ia yakin pasti masalah bayi itu. Tapi ia harus menempati janji - nya tadi, bahwa ia menerima konsekuensinya.

Maryam berlari menuju rumah - nya, ia tidak peduli dengan Bu Hus yang memanggil diri - nya meminta penjelasan apa yang terjadi. Ia tidak peduli kaki - nya sakit melewati batu kerikil, pikiran - nya hanya satu, yaitu bayi mungil itu.

"Pasti Maryam komplotan penculikan anak itu!" teriak wanita itu. Wanita itu berasumsi sendiri tanpa mendengar penjelasan dari Maryam. Wanita itu tidak kalau dari asumsi itulah akan bertimbul menjadi fitnah. Iya, kalau asumsi - nya benar kalau tidak bagaimana?!

"Betul ...." semua orang serempak membetulkan asumsi wanita itu. Semua orang buta tentang kebaikan Maryam kepada mereka, karena satu titik kesalahan. Padahal kesalahan itu belum tentu benar.

"Itu tidak benar!" lantang Maryam, ketika ia sampai menuju kediaman - nya.

"Bagaimana tidak benar! Jelas kamu membawa bayi itu dari tempat pemakaman. Mungkin dari sana ada yang memberi bayi itu, tempat pemakaman sana sepi. Karena tempat sepi itulah, kamu dan para teman koplotan mu mengoper bayi itu!

Wanita itu makin menjadi menfitnah Maryam. Bu Dewi, wanita yang dari tadi berkoar-koar menfitnah Maryam. Bu Dewi, memang tukang gosip bahkan sering kali menyebarkan fitnah tentang tetangga - nya.

Karena tadi ia melihat Maryam yang membawa bayi dari pemakaman, dari situlah ia membuat rencana. Untuk memfitnah Maryam karena ada dendam masa lalu terhadap keluarga Maryam dulu.

Semua orang membenarkan perkataan Bu Dewi.

"Lebih baik kita semua usir Maryam dari kampung ini!"

"Betul! Usir Maryam dari sini! Usir ....!"

Suasana makin tak terkendali, pak rt menjadi kewalahan menghadapi para warga - nya.

Maryam hanya bisa meneteskan air mata dengan mendekap bagi mungil itu. Yang tadi ia ambil ketika bayi mungil itu menangis, mereka semua tidak menghiraukan tangisan bayi mungil itu. Mereka semua sibuk dengan membenarkan asumsi Bu Dewi.

"Stop ....!" karena kewalahan Pak RT berteriak dengan sekuat tenaga.

Keandalan yang tadi - nya tak terkendali, seketika semua warga diam. Ketika mendengar teriakan Pak RT.

"Tenang semuanya. Lebih baik kita semua mendengarkan terdahulu penjelasan Maryam." Pak RT mencoba berbicara dengan kepala dingin dengan warga - nya.

Semua orang diam. Mereka saling menatap satu sama lain.

Bu Dewi geram sendiri ketika semua orang diam. Ia tidak mau rencana - nya gagal.

"Tidak bisa begitu Pak RT! Jelas saya adalah saksi mata, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Kalau Maryam dikasi bayi oleh sosok lelaki yang mengunakan masker."

"Ya Allah ...," lirih Maryam, tega sekali Bu Dewi menfitnah dirinya. Padahal bayi itu ia menemukan di semak-semak bukan dikasi oleh sosok lelaki yang diucapkan Bu Dewi.

Semua orang saling berbisik, suasana mulai tak terkendali kembali. Karena fitnah Bu Dewi.

"Lebih baik Maryam usir dari si pak RT. Biar kampung kita aman, kemaren saja kita semua hampir kecolongan anak - nya Bu Siti mau dibawa oleh sosok lelaki itu. Gimana kalau nanti kampung kita kecolongan lagi? Karena salah satu teman penculik ada disini!"

"Usir Maryam dari sini ... Usir ....," Bu Dewi berseru.

"Usir ...."

Suasana makin tak terkendali, mereka semua berseru mengusir Maryam. Bahkan ada yang melempari Maryam mengunakan kerikil batu.

Maryam yang dilempari oleh kerikil segera melindungi sosok bayi mungil itu.

Pak RT tak bisa apa - apa ketika warga - nya mulai menunjukkan taring - nya.  Pak RT segera melindungi Maryam dengan membawa Maryam serta bayi mungil itu ke rumah - nya.

"Kau tak papa nak?"

"Tak papa Pak RT."

"Maaf ya, saya gak bisa buat apa - apa."

"Ngeh gak papa Pak Rt. Mungkin saya lebih baik pergi dari kampung halaman saya."

"Apa?!" itu bukan suara Pak Rt. Tapi suara sosok lelaki yang bernama Alif. Alif anak sulung Pak Rt, Alif dari dulu menyimpan rasa dengan sosok Maryam.

Pak Rt mengerutkan keningnya bingung, ada apa dengan anak - nya itu? Kenapa Alif terlihat terkejut dengan kabar Maryam yang akan pergi dari kampung halaman - nya.

"Ada apa Alif?"

Alif mengusap tekuk - nya, jangan sampai sang ayah mengetahui kalau ia menyimpan rasa kepada sosok Maryam itu.

Maryam juga bingung dengan  kelakuan Alif. Ia tidak terlalu kenal dengan anak - nya Pak Rt, ia hanya sebatas kenal nama saja. Maryam berbicara dengan Alif kalau ada hal yang penting saja.

"Ah aku gak papa yah hehehe ...."

"Ya udah Pak, kalau begitu saya permisi dahulu."

Maryam beranjak dari duduk - nya. Ia tidak tahu harus pergi kemana.

"Maryam ini barang - barang kamu." Bu Rt memberi tas yang berisi baju Maryam. Bu Rt tadi pamit untuk mengambil baju Maryam dirumah - nya serta mengunci pintu Maryam.

"Makasih ya bu, pak. Kalau gitu saya pamit, assalamualaikum. "

"Wa'alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Alif memperhatikan punggung Maryam yang kian menjauh dari pandangan - nya. Ia kehilangan sosok yang ia cintai. Kalau memang takdir akan menyatukan diri - nya suatu saat nanti ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

avataravatar
Next chapter