webnovel

Penolakan dari Shika

Dengan ragu, Shika berdiri di samping Raka. Saat ini, mereka tengah bersiap untuk latihan, dengan pormasi Raka di tengah dan diapit oleh Shika di sebelah kanan serta Mia di sebelah kiri.

Berulang kali Shika mengatur napas guna mengurangi rasa gugup yang mendera. Jantungnya bertalu-talu seiring dengan tatapan Putra yang terus mengarah padanya.

"Ingat, ya, Shika! Kalau latihan kali ini tidak ada perubahan dari kamu. Saya gak akan segan-segan ngeluarin kamu dari team ini."

Tanpa sadar, Shika menelan ludah kasar saat mendengar perkataan Putra. Belum selesai masalah dengan Fahri yang semalam marah padanya, dan kini dihadapkan dengan peringatan dari Putra. Bagaimana bisa dia fokus, jika pikirannya terpecah belah.

Entah keberanian dari mana, membuat Raka dengan santainya berbisik di telinga Shika.

"Jangan takut pacar kamu marah! Ini salah satu keinginanmu, kan? Lanjutkan saja. Ada aku yang akan melindungimu."

Tepat setelah kata itu terucap, Raka kembali menjauh dari Shika. Bahkan, dia bersikap biasa-biasa saja dengan pandangan yang mengarah ke depan, bersiap untuk memulai latihan.

Berbeda dengan Raka. Shika malah diam mematung. Tidak pernah sekalipun dia berinteraksi begitu dekat dengan lawan jenis. Terlebih saat dia berpacaran dengan Fahri.

Shika memegang dadanya. Memastikan bahwa jantungnya baik-baik saja.

'Kenapa musti bereaksi berlebih, sih.' Dalam hati, Shika mendumel.

"Ayo, mulai!" Putra mengintruksi.

Shika yang memang sedang melamun, tersentak pelan. Dia mengerjap beberapa kali, lalu kemudian berusaha bergabung dengan Raka dan Mia. Untung saja, tidak ada yang menyadari bahwa kejadian barusan itu, membuat Shika menahan napas.

"Pormasinya gak ada yang diganti?" Sebelum memulai, Putra seperti ingin memastikan terlebih dulu.

"Enggak, Kak. Masih sama kaya yang kemarin-kemarin," sahut Mia.

Mendengar jawaban dari Mia, Putra mengangguk. Dia sangat berharap bahwa tidak ada yang perlu dirubah dari pormasi team ini.

Setelah mendapat intruksi dari Putra, mereka bertiga mulai melakukan latihan. Kali ini materi yang mereka bawakan adalah Self Harm.

Self Harm? Jujur saja, Shika awalnya tidak paham maksud dari dua kata itu. Dia hanya paham arti dari 'self' saja.  Bahkan, dia sempat kebingungan ketika dia kebagian tentang menjelaskan apa itu Self Harm. Otaknya kesulitan menggambarkan apa yang ditulis di kertas itu, dia butuh gambaran langsung.

Mengetahui Shika yang terlihat kebingungan saat itu, membuat Raka dengan baik hati menunjukkan beberapa foto dari ponselnya.

Raka kira, reaksi Shika akan sama seperti yang lainnya saat diberi lihat akan foto itu. Namun berbeda dengan Shika. Perempuan itu memasang wajah datar, seraya berucap;

"Ouh yang disayat-sayat."

Raka yang berada di sampingnya, jelas mengernyit tidak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya. Shika nampak begitu biasa-biasa saja.

"Kamu kenapa gak kaget?" tanya Raka penasaran.

"Kenapa musti kaget?" Shika malah balik bertanya. Dan itu membuat Raka memilih bungkam.

'Iya, juga, ya. Kenapa Shika musti kaget. Ahh ini mulut, suka banget bikin malu,' rutuk Raka dalam hati.

Shika tersentak, bahkan tubuhnya terdorong ke belakang. Meski tidak mengubah posisi karena bukan didorong oleh sesuatu. Itu hanya gerakan alami ketika merasa terkejut.

"Aku cinta kamu, Shika. Aku sayang kamu."

Belum usai dengan keterkejutannya barusan, Shika sudah kembali dikejutkan dengan aksi tiba-tiba yang dilakukan oleh Raka. Di depannya kini, Raka tengah berjongkok dengan tangan yang memegang erat kedua tangan Shika. Matanya memancarkan binar harap di sana.

"Shika, aku cinta kamu."

Mata Shika membulat sempurna. Dengan pikiran yang masih waras, jelas Shika langsung berusaha melepaskan genggaman tangan Raka. Namun semua itu tidak mudah. Karena Raka malah menggenggamnya erat.

Shika mengedarkan pandangan ke arah Putra yang memandang serius ke arah mereka. Di posisi duduknya, Putra melipat tangan di dada, seakan begitu menikmati apa yang sedang terjadi di hadapan mereka. Bahkan, dia juga menunggu aksi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Harus pada siapa Shika meminta tolong? Kenapa Raka bersikap seperti ini? 'Oh tolong, siapapun itu bantu aku untuk terlepas dari situasi membingungkan ini.' Dalam hati, Shika membatin.

Mia? Ya, Mia. Dengan cepat Shika mengedarkan pandangan ke arah Mia yang berdiri sedikit jauh dari mereka berdua. Dahi Shika mengernyit, ketika Mia terlihat santai bahkan seperti sedang menjelaskan apa yang terjadi pada mereka. Sebenarnya ini apa? Shika nyaris menjerit dibuatnya.

"Shika, mengapa kamu diam saja? Jawab aku, Shika!"

Pertanyaan serta remasan di tangannya membuat Shika terpaksa mengalihkan pandangan ke arah Raka.

Shika menunduk. Matanya menatap lurus pada sepasang bola mata yang tidak henti-hentinya menatap lekat padanya.

"Jawab aku, Shika!"

Kembali. Tuntutan jawaban keluar dari mulut Raka. Shika menggigit bibir bawahnya kuat. Dia kebingungan harus menjawab apa. Semua ini begitu mengejutkan. Raka tidak mungkin menyukainya, selama ini tidak ada tanda-tanda ketertarikan Raka pada dirinya. Dan lagi pula, Shika sudah memikiki kekasih, bukankah Raka juga mengetahui itu?

Shika menarik napas, kemudian berusaha tenang.

"Maafkan aku, Raka. Aku tidak bisa membalas cintamu. Hatiku sudah terisi oleh seseorang yang amat kucintai. Dan itu bukan kamu."

Dengan lancar, Shika mampu mengatakan penolakan itu dengan tanpa gugup ataupun terbata-bata. Shika pun takjub pada diri sendiri. Bahkan, dia sempat merasa ragu jika barusan adalah dirinya.

Shika tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika dengan tiba-tiba Raka berdiri dari posisi jongkoknya. Wajah laki-laki itu merah padam.

"Kenapa?! Kenapa kamu setega ini padaku, Shika?!"

Shika tersentak. Raka baru saja bertanya dengan suara yang meninggi. Jelas, Shika terkejut.

"Karena aku sudah memiliki kekasih, Ka!"

Shika tidak kalah meninggikan suara. Entah mengapa, dia terbawa emosi karena bisa-bisanya Raka membentaknya di depan Putra dan Mia. Lagi pula, itu hak Shika jika ingin menolak Raka.

'Salah sendiri menyukai perempuan yang sudah mempunyai kekasih' dumel Shika dalam hati.

Dengan masih menatap Shika, Raka melangkah mundur secara perlahan. Jika tadi wajahnya menyiratkan betapa marahnya Raka pada Shika, maka sekarang sebaliknya. Wajah Raka menyiratkan luka yang amat dalam karena penolakan Shika barusan. Semua itu tidak luput dari pengamatan Shika.

'Ini sebenernya ngapain, sih? Kok, Raka kaya gitu mukanya?' tanya Shika dalam hati.

Raka menggeleng-gelengkan kepala. Laki-laki yang baru saja ditolak cintanya itu terduduk lemas di atas lantai dingin.

Melihat itu, sontak membuat Shika ingin menghampiri Raka. Dia tidak ingin dicap tidak berperikemanusiaan karena membiarkan Raka duduk di atas lantai dingin. Apalagi setelah penolakan darinya ini. Akan tetapi, baru saja Shika hendak melangkah, gerakannya itu terhenti karena mendapat isyarat dari Raka untuk diam. Lewat gerakan mulut, Raka berucap, 'diam!'

Meski rasa penasaran kini bergejolak dalam dirinya, tetapi Shika memilih untuk menuruti apa yang diperintahkan oleh Raka.