webnovel

Pesta Bisnis

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Saat ini Gavriel sedang beristirahat di hotel yang di sediakan oleh partner bisnisnya, dengan Aksa yang menginap di sebelahnya bersama Carnell. Sedangkan sisa anak buahnya berjaga di luar hotel, juga beberapa bersembunyi di tempat yang sama sekali tidak akan di pikirkan oleh orang biasa.

Berdiri dengan tangan bersedekap dada, Gavriel menengadahkan wajahnya untuk melihat langit-langit di atas sana. Mengingat jika saat ini ia sedang ada di balkon kamarnya, menunggu Aksa yang bilang akan menemuinya dan akan menghadiri pesta bisnis bersama di luar hotel.

Pesta bisnis yang di selenggarakan oleh pemilik perusahaan besar, yang kebetulan saat ini sedang bekerja sama dengannya.

Iseng dengan kesunyian yang ia rasakan. Gavriel pun merogoh saku celananya, untuk mengambil handphone dan mengecek pesan dari seseorang yang ia tunggu balasannya.

"Ck."

Terdengar decakan saat ia tidak mendapati balasan pesan dari Queeneira. Padahal ia mengirim pesan semenjak lima menit yang lalu, tapi sampai saat ini Queeneira belum juga membalasny.

Pikirannya jelek seketika dengan rasa kesal bercokol di hatinya dan ia jadi curiga jika saat ini Queeneira sedang berselingkuh darinya.

Oh! Gavriel, Queeneira bahkan belum resmi menjadi kekasih apalagi menjadi istrimu.

"Sebaiknya aku tanya dengan mereka, sedang apa sebenarnya dia. Sehingga tidak membalas pesan dariku," gumam Gavriel menggerutu kesal, kemudian memutuskan untuk menghubungi anak buahnya yang berjaga di sekitar kantor dan apartemen Queeneira.

Ia menekan kontak milik salah satu anak buahnya, yang segera menerima panggilannya di nada tunggu ke dua dengan suara tegas sebagai salam pembuka.

[Selamat malam, Bos.]

"Hn. Bagaimana dengan situasi di sana?" tanya Gavriel setelah panggilannya di terima.

[Aman, Bos. Nona juga baru saja pulang dari kantor dan saat ini sedang dalam perjalanan.]

"Hum, pantas saja. Baguslah, dia harus fokus saat menyetir. Tapi kenapa dia malam sekali pulangnya," batin Gavriel terdiam, hingga panggilan dari anak buahnya membuatnya tersentak kaget dan sadar dari keterdiamannya.

[Bos!]

"Hn, kalau begitu lanjutkan dan beri kabar jika Queene sudah pulang," sahut Gavriel kemudian memutus panggilan sepihak setelah menerima jawaban dari anak buahnya.

[Siap, Bos!]

Tut!

Memandangi foto wallpaper di layar handphonenya, Gavriel tersenyum tipis dan segera menoleh ke arah pintu saat terdengar bel pintu kamar yang di sewanya. Ia memasukan kembali handphonenya ke dalam saku celana, kemudian melangkahkan kaki jenjangnya menuju pintu keluar dan melihat dari lubang kecil di daun pintu, di mana ada Aksa yang berdiri dengan Carnell di sebelahnya.

Ceklek!

"Hn, kalian berdua sudah siap?" tanya Gavriel dengan nada datar andalannya, menatap tanpa ekspresi kedua orang kepercayaan bergantian, yang kini berdiri tegap dan sudah rapih dengan pakaian resminya.

"Siap, Bos!" jawab keduanya kompak, membuat Gavriel yang mendengarnya mengangguk mengerti dan keluar dari kamarnya kemudian menutup pintu segera.

Melangkahkan kakinya menuju lift yang ada di ujung koridor, Gavriel bersama Aksa dan Carnell pun akhirnya berangkat bersama mobil jemputan Tuan Alberto Hanson untuk menghadiri acara makan malam, dengan tamu yang tentu saja para pengusaha terbaik di kota X.

"Ck, seharusnya aku mengajak Queeneira serta malam ini," batin Gavriel berdecak sebal, melihat jalanan ramai di luar mobil yang di tumpanginya dengan tatapan tidak berminat.

Sekitar 15 menit kemudian akhirnya mobil yang di tumpangi oleh Gavriel sampai di halaman luas kediaman Hanson. Rumah dengan gaya eropa ini terlihat megah dan mewah, dengan cat berwarna putih gading.

Kediaman yang di datanginya saat ini hampir sama mewahnya dengan mansion utama Wijaya yang di tempati oleh kakek dan nenek Gavriel. Wajar ... Keluarga Hunson bahkan menempati urutan ke tiga berdasarkan harta kekayaan.

Pintu mobil terbuka dengan Carnell sebagai si pembuka pintu, Carnell tanpa banyak membuang waktu segera mengecek keadaan sekitar.

Kemudian setelah selesai mengecek dan merasa aman dengan anak buahnya yang juga sudah berjaga di sekitarnya, Carnell pun membuka pintu mobil kembali untuk mempersilakan Gavriel keluar dari dalam mobil.

Ceklek!

Pintu mobil pun terbuka, Carnell melihat ke arah sang Bos yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya dengan tatapan bertanya.

"Bagaimana?" tanya Gavriel singkat.

"Aman, Bos," balas Carnell lugas dengan anggukan singkat.

"Hn," gumam Gavriel kemudian bersiap keluar dari mobil.

Sepatu pantofel berwarna hitam mengkilap terlihat turun dari dalam mobil, menopang tubuh tegap seorang laki-laki muda anak dari pasangan Wijaya-Wicaksono. Gavriel berdiri gagah dengan kedua tangan menarik sedikit

jasnya kebawah bermaksud merapihkannya.

Setelah berdiri dengan sempurna, Gavriel juga menolehkan wajahnya ke arah kanan-kirinya yang saat ini sudah ada Aksa dan Carnell berdiri disisinya.

Tanpa kata Gavriel melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk, di mana telah menunggu banyak penjaga dengan masing-masing membawa metal detector, memeriksa dengan teliti setiap orang yang memasuki ruangan.

Pesta pengusaha nomor satu di kota X, tentu saja penjagaannya akan ketat, begitu juga tamu yang hadir haruslah di periksa dan steril dari benda-benda seperti itu.

Kini giliran Gavriel yang di periksa oleh beberapa penjaga, dengan Aksa dan Carnell yang juga di periksa oleh orang yang berbeda.

"Permisi," ucap si penjaga kemudian meletakan alat itu di seluruh permukaan tubuh Gavriel.

Gavriel hanya mengangguk kemudian merentangkan tangannya santai, menatap si petugas dengan datar saat metal detector itu memindainya.

Mereka tidak membawa senjata, untuk apa? Saat mereka masih bisa menggunakan kedua tangan mereka untuk melindungi dan membela diri.

Lagian ini adalah pesta dengan banyak orang penting di dalamnya, beda lagi jika pesta geng mafia yang biasa ia hadiri saat anggota bawah tanah mengundangnya untuk hadir.

Setelah melewati pintu pemeriksaan dan di nyatakan steril. Gavriel, Aksa dan Carnell akhirnya di persilakan masuk oleh petugas tersebut. Mereka masuk dan kembali berjalan menuju ruangan sesungguhnya pesta di adakan.

Hingga akhirnya mereka bertiga sampai di sebuah ruangan yang di hias sedemikian rupa dengan tema zaman Victoria, membuat ruangan ini nampak mewah dan elagan bagi siapapun yang melihatnya.

Dari tempatnya berdiri saat ini, Gavriel bisa melihat Tuan Alberto bersama beberapa pria dengan rupa yang tidak asing di penglihatannya.

"Sebaiknya kita menyapa Tuan rumah dulu sebagai formalitas. Lalu selebihnya terserah kalian dan pilihanku adalah menyingkir. Itu pun jika bisa," gumam Gavriel tanpa menoleh dan di balas dengan anggukan kepala dari keduanya.

"Siap / Baik."

Ketiganya pun melangkah menghampiri Alberto dengan langkah pelan namun pasti. Tentunya diiringi dengan tatapan kagum dari tamu wanita di sekitar mereka, juga pekikan tertahan dengan menyebut-nyebut nama salah satu di antara ketiganya disetiap pekikan tertahan itu.

"Aku terkenal sampai sini? Luar biasa, the power of media massa," batin Gavriel dengan wajah datar dan mengindahkan setiap pekikan kagum untuknya.

Disisi Alberto yang saat ini sedang berbincang dengan koleganya. Ia yang iseng melihat sekitar seketika tersenyum lebar, saat netranya melihat partner bisnisnya terlihat jalan dengan dua orang kepercayaan mengapitnya.

Dengan segera Alberto mengulurkan tangannya, padahal Gavriel masih berada beberapa langkah di depannya. Sehingga Gavriel pun segera menyambutnya dengan mengulurkan tangannya juga dan memasang senyum tipis sebagai pemanis.

"Tuan Wijaya muda, selamat malam. Selamat datang di pesta sederhana ini," ujar Alberto merendah, menuai kekehan jenaka dari kolega yang ada di dekatnya.

Kelakar merendah dari Alberto membuat Gavriel yang mendengarnya ikut menarik ujung bibirnya sedikit ke atas, dengan matanya menyipit membentuk smile eye yang terlihat mempesona.

"Tuan Alberto terlalu merendah," sambut Gavriel dengan nada datar, tidak selaras dengan smile eye yang tadi di tampilkannya.

"Ah! Ini tentu saja benar, untuk ukuran Tuan Gavriel yang sudah mendatangi pesta mewah di Amerika sana," timpal Alberto membanggakan Gavriel dan menuai decakan kagum dari kolega di sekitarnya saat ini.

"Mari saya perkenalkan dengan para partner bisnis, di sini ada .…"

Seperti biasa yang namanya pesta bisnis akan ada kelompok berbicara dengan tema juga kepentingan masing-masing, serta menjadi ajang untuk mencari relasi. Tentunya pesta ini juga sebagai tempat untuk ajang pamer, bagi mereka yang memiliki kesombongan akan kekuasaan yang dimiliki.

Gavriel melihat dan mendengar pembicaraan dengan senyum tanpa rasa alias senyum formalitas semata pada sekitarnya. Sedangkan Aksa tetap setia berdiri di sampingnya, dengan Carnell yang hanya menampilkan wajah bosan menahan diri agar tidak kabur saat ini juga.

Diam-diam Gavriel terkikik dalam hati, karena akhirnya bisa membuat Carnell merasakan apa yang dirasakannya.

"Pfft … Rasakan, biasa berjalan-jalan bebas dan memeriksa sekitar sekarang mendengar pembahasan soal bisnis. Pusing kan," batin Gavriel senang, sekuat tenaga untuk terkekeh karena bisa mengerjai Carnell.

Bayangkan jika ini terjadi dengan kalian, berdiri dan mendengarkan obrolan yang tidak di mengerti sama sekali. Sama saja seperti orang baru bangun tidur di tanya 1+ 1 berapa.

Bengong namun harus tetap menahan ekspresi agar tetap terlihat sopan dan inilah yang sedang dirasakan oleh Carnell.

Disaat mereka sedang asik berbincang dengan sesama pengusaha, tiba-tiba terdengar dari arah belakang suara seorang wanita memanggil nama Alberto dengan nada manja, membuat mereka yang mendengarnya segera menoleh ke asal suara, termasuk Gavriel yang hanya menatap datar tanpa minat.

"Papa!"

"Papa, aku cari dari tadi baru bertemu."

Deg!

"Tampan," batin si wanita yang tadi memanggil.

Bersambung.

==========================

Next chapter